Cerita di Balik Repatriasi Arca Brahma
Arca paling penting dari Kompleks Candi Singhasari. Sempat disembunyikan penduduk setempat tapi akhirnya diangkut juga ke Belanda.
ARCA-ARCA asal abad ke-14 yang hilang dari Kompleks Candi Singhasari berangsur-angsur mulai kembali. Terakhir, arca Brahma jadi bagian dari 288 benda bersejarah yang dipulangkan dari Belanda dalam agenda repatriasi tahun ini.
Sebelumnya, ada arca Prajnaparamita yang sudah kembali ke tanah air pada 1970-an. Prajnaparamita ditemukan Asisten Residen Malang D. Monnereau pada 1818 dan diboyong ke Belanda pada 1819. Ada pula arca Durga, Mahakala, Ganesha, Nandiswara, Nandi, dan Bhairawa yang ditemukan pejabat kolonial Nicolaus Engelhard pada 1803, sebelum akhirnya diangkut ke Belanda kurun 1827-1828.
Arca Durga, Mahakala, Ganesha, dan Nandiswara pun akhirnya pulang pada agenda repatriasi 2023. Baru pada agenda repatriasi 2024 arca Bhairawa dan Nandi menyusul. Adapun arca Brahma yang turut masuk dalam daftar 288 benda yang direpatriasi tahun ini, juga berasal dari Candi Singhasari namun punya latar kisah berbeda karena bukan bagian dari “rampasan” Engelhard.
“Orang Jawa sudah tidak lagi menjadikannya berhala yang disembah, oleh karenanya harus dilindungi,” kata Engelhard berdalih kala mengangkut enam arca tersebut, dikutip Natasha Reichle dalam Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia.
Dalih Engelhard itu, menurut salah satu sejarawan Commissie Koloniale Collecties Tom Quist dalam laporan provenance research (penelitian asal-usul) dengan nomor laporan rekomendasi ID-2023-8, “Beeld van Brahma uit tempelcomplex van Singasari”, terbantahkan. Sebab, arca Brahma tetap dianggap penting karena sempat disembunyikan penduduk sekitar seiring Engelhard mengangkut arca Durga, Mahakala, Ganesha, Nandiswara, Nandi, dan Bhairawa dari Kompleks Candi Singhasari.
“Arca Brahma diyakini sebagai arca terpenting dari candi yang didedikasikan untuk dewa (Brahma) ini di kompleks candi. Seiring pemindahan arca-arca lain oleh Engelhard, penduduk lokal menyembunyikannya di balik sebuah pohon besar agar tidak ikut diambil,” tulis Quist.
Baca juga: Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari
Brahma dalam Catatan Raffles
Dalam ajaran Hindu, Brahma merupakan satu dari tiga entitas dewa dalam Trimurti (satu kesatuan) tiga dewa tertinggi selain Wisnu dan Siwa. Brahma diasosiasikan sebagai dewa pencipta dan dewa ilmu pengetahuan.
Adapun dalam ajaran Buddha, Dewa Brahma dianggap sebagai salah satu dharmapala atau dewa pelindung ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah arca Brahma dianggap arca terpenting dari Candi Singhasari yang juga bercorak Hindu-Buddha.
Arca Brahma itu berdimensi tinggi 212 cm dan lebar 87 cm. Wujudnya Dewa Brahma dengan empat kepala sebagai representasi catur weda atau empat kitab wahyu Dewa Brahma. Arcanya menggambarkan Brahma sedang bermeditasi dengan posisi berdiri dengan kedua tangannya memegang tunas teratai.
Baca juga: Pulangnya Arca Ganesha dari Lereng Semeru
Pentingnya arca Brahma mendorong sejumlah penduduk diam-diam menyembunyikan arca Brahma di balik sebuah pohon besar pasca-Engelhard menemukan enam arca pada 1802 dan memindahkannya dari Kompleks Candi Singhasari ke kediamannya di Semarang. Seiring pergolakan dan transisi kekuasaan ke pemerintah kolonial Inggris pasca-Invasi Inggris ke Jawa (1811), arca tersebut ditemukan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles saat berkunjung ke Jawa Timur pada 1815.
“Dekat kerbau (arca Nandi, red.) dan ditempatkan di balik sebuah pohon, terdapatlah (arca) Brahma yang luar biasa. Empat kepalanya dalam keadaan sempurna kecuali hidungnya yang terpotong. Wujud figur (Brahma) penuh ornamen dengan pakaian mewah seperti biasanya,” catat Raffles dalam bukunya, The History of Java.
Catatan Raffles itu jadi catatan paling awal bangsa Eropa mengenai deskripsi arca Brahma asal Candi Singhasari itu. Dilengkapi ilustrasi pula.
Namun kembali berkuasanya Belanda pada 1816 pasca-Traktat Anglo-Belanda 1814 ikut memengaruhi nasib arca Brahma yang informasinya tersebar berkat catatan Raffles. Keberadaannya kemudian menarik perhatian Caspar Georg Carl Reinwardt, kepala Natuurkundige Commissie cum direktur s’Lands Plantentuin te Buitenzorg (kini Kebun Raya Bogor). Maka dalam perjalanan pulang pasca-lawatannya ke Maluku dan Sulawesi, ia menyempatkan diri ke Kompleks Candi Singhasari pada Januari 1822. Setelahnya arca itu diboyong Reinwardt ke Batavia (kini Jakarta).
“Maka sesudah Reinwardt menemukan arcanya di sekitar kompleks candi, ia memutuskan untuk memindahkannya ke Batavia. Pada Juni 1822, Reinwardt berlayar ke Belanda menumpang kapal Elizabeth dan arca Brahma jadi salah satu objek yang ikut diangkut,” sambung Quist.
Setibanya di Belanda, Reinwardt mengajukan arca Brahma itu untuk dijadikan koleksi Museum van Oudheden di lembaga arkeologi Universitas Leiden (kini Rijksmuseum). Maka pada Maret 1823 sesuai persetujuan Kementerian Pendidikan Umum, Industri Nasional, dan Koloni, arca Brahma resmi disimpan di Museum van Oudheden.
Pada 1904, arca Brahma dipindahkan lagi dari Rijksmuseum ke Rijks Ethnographisch Museum (kini Wereldmuseum) dengan nomor benda koleksi 1403-1582. Lantas setelah 201 tahun berdiam di Belanda, arca Brahma akhirnya resmi dipulangkan seiring agenda repatriasi tahun ini. Rencananya, Brahma akan tiba di tanah air bersamaan dengan 287 benda bersejarah lainnya pada awal Oktober 2024.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar