Candi Singhasari dalam Catatan Thomas Stamford Raffles
Thomas Stamford Raffles mengeksplorasi area Candi Singhasari. Ia menyebut Nicolaus Engelhard telah merusak candi tersebut.
EMPAT arca Candi Singhasari yakni Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha, termasuk dalam benda-benda bersejarah dari Indonesia yang dikembalikan oleh Belanda. Tak hanya proses pengembalian yang menjadi perhatian masyarakat, sejarah mengenai Candi Singhasari serta perjalanan arca-arca tersebut sampai di negeri Belanda juga menjadi sorotan.
Nicolaus Engelhard, pejabat administrasi kolonial Belanda yang tertarik terhadap benda-benda antik, disebut sebagai orang pertama yang mengunjungi Candi Singhasari pada awal abad ke-19. Ia juga memerintahkan pemindahan sejumlah arca dari candi tersebut ke kediamannya di Semarang. Enam arca peninggalan kerajaan Singhasari itu kemudian dikirimkan secara berkala ke Belanda pada 1819 dan 1827.
Eksplorasi Candi Singhasari tak hanya dilakukan Engelhard. Beberapa tahun setelah kunjungannya ke kompleks candi tersebut, Thomas Stamford Raffles juga menyelidiki situs ini pada 1815. Dalam bukunya The History of Java, Raffles menulis bahwa situs ini berdiri tidak jauh dari pintu masuk hutan jati, yang jaraknya sekitar empat mil dari Lawang dan berada di sebelah kanan jalan raya menuju Malang. Kondisi candi, yang kemudian dikenal dengan nama candi menara, pada awal abad ke-19 menarik perhatian sang letnan gubernur jenderal.
“Objek pertama yang menarik perhatian kami adalah reruntuhan candi. Bentuknya segi empat, dengan pintu masuk di sebelah barat. Tingginya sekitar tiga puluh kaki. Di atas pintu masuk terdapat sebuah kepala gorgon yang sangat besar, dan sebuah ornamen terdapat di tiap sisi bangunan, di atas relung-relung yang berhubungan dengan pintu masuk di sisi barat,” tulis Raffles.
Raffles mengamati sejumlah patung di area sekitar candi. Di salah satu relung, ia melihat sebuah patung tergeletak di atas tanah dengan kepala terputus dan alasnya telah diambil oleh Engelhard. “Jika kita naik ke relung ketiga, tampak batu-batunya telah dipindahkan, dan sebuah lubang galian yang dalam tampak mengganggu pemandangan. Dan sebuah pembongkaran dalam ukuran besar pada bagian bagunan ini juga dibuat oleh pegawai Tuan Engelhard,” catat Raffles.
Menurut sejarawan Marieke Bloembergen dan Martin Eickhoff dalam The Politics of Heritage in Indonesia: A Cultural History Raffles mengagumi koleksi arca Engelhard di Semarang, yang menurutnya menunjukkan “beberapa subjek yang sangat indah di batu”, tetapi ia juga menekankan bahwa Engelhard, ketika mengumpulkan dan membawa pergi arca-arca itu, telah merusak Candi Singhasari.
Raffles tak hanya melakukan pengamatan di luar candi, ia juga masuk ke dalam situs tersebut. Ia menulis untuk masuk ke dalam candi tersebut pengunjung harus melewati batu-batu yang disusun sebagai tangga. “Kami melihat sebuah penggalian yang sangat dalam, dan sebuah batu segi empat besar telah tergeser, pindah ke salah satu sisi. Kami mengangkatnya dan mengembalikannya. Ada sebuah lubang yang melewati bagian tengah batu ini, yang dimungkinkan sebagai altar, alas patung atau yoni yang tidak dapat kami ketahui dengan pasti,” tulisnya.
Raffles juga mencatat beberapa hal yang memiliki kesamaan dengan objek di wilayah lain, salah satunya adalah dua penjaga dengan gada di tangan yang disandarkan di bahunya, tingginya sekitar tiga kaki. Meski wajah penjaga itu telah hilang dan patung tersebut dipahat dengan kasar, Raffles masih dapat mengenalinya dengan mudah dari kesamaan patung tersebut dengan penjaga yang ada di Brambanan. Selain itu, perlengkapan, ornamen-ornamen, dan gaya candi ini juga secara umum tidak begitu berbeda dengan candi besar di Brambanan. “Bentuk bagian luar bangunan ini sedikit berbeda, tetapi bagian ceruknya atau kamar terdapat di sana dan di seluruh bagian bangunan tidak ada ceruk untuk jalan masuk cahaya dari atas,” catat Raffles.
Eksplorasi yang dilakukan Raffles tak hanya pada candi dan arca maupun patung di sekitarnya. Ia juga menelusuri ke dalam hutan dan menemukan beberapa patung tokoh mitologi Hindu, yang terlindung dengan baik dan dikerjakan dengan teknik lebih tinggi daripada patung lain yang pernah ia temui di wilayah lain di Pulau Jawa.
Baca juga: Masyarakat Singhasari Pada Masa Kertanagara
Jessy Blom dalam The Antiquities of Singasari menyebut ada beberapa patung yang ditemukan Raffles saat melakukan penelitian lebih jauh ke dalam hutan, salah satunya patung lembu Nandi yang ia laporkan memiliki bentuk sempurna kecuali tanduknya. Patung ini memiliki panjang 5,5 kaki dan kondisinya terawat baik. “Tak jauh dari situ, ia mengamati sebuah patung yang ia kira sebagai Mahadewa (yang kemudian diidentifikasi sebagai Trnavindu dan juga diangkut ke Batavia), Brahma yang megah, dan ‘sebuah batu lain yang bentuknya hampir mirip’,” sebut Blom.
Sedikit lebih jauh, Raffles menemukan sebuah kendaraan atau kereta perang Suria atau Sang Matahari dengan tujuh ekor kuda yang bagian kepalanya telah hilang. Kuda-kuda itu memiliki kecepatan tinggi dengan ekor panjang, dan kereta perang terlihat berada di bagian bawah patung. Pada jarak sekitar seratus yard (91,44 meter) dari penemuan kendaraan Suria, Raffles menemukan patung yang diperkirakan sebagai patung Ganesha dalam ukuran besar, yang dikerjakan dengan indah dan dalam kondisi terawat. Ia menulis bagian alas patung itu dikelilingi tengkorak, dan tengkorak-tengkorak itu tak hanya digunakan sebagai anting-anting, tetapi juga sebagai dekorasi di tiap bagian yang dapat mereka pakai.
“Kepala dan badan patung ini dibuat sangat mirip dengan aslinya. Selain itu, patung ini berdiri pada sebuah lempengan batu, dan dari sejumlah batu-batu yang terpencar, bukan tidak mungkin ini merupakan bagian dari sebuah relung atau candi,” tulis Raffles.
Baca juga: Motif di Balik Pembangunan Candi Borobudur
Masuk ke dalam hutan namun pada jarak yang tidak terlalu jauh, Raffles menemukan situs dalam jumlah besar dan memiliki kesan yang sama dengan penjaga-penjaga di situs yang berada di wilayah Brambanan. Dua patung raksasa kolosal yang dilihat Raffles telah jatuh dari alasnya yang ditemukan tidak jauh dari situ.
Menurut Blom, dengan membandingkan deskripsi Raffles dengan denah wilayah Candi Singhasari yang dimilikinya, dapat diketahui bahwa sang letnan gubernur jenderal tidak pergi ke arah yang lebih jauh dari tempat ia melihat kendaraan Suria. “Dia tidak menyebutkan reruntuhan lainnya; fakta bahwa pada saat itu seluruh situs ditutupi oleh hutan yang lebat mungkin mencegahnya untuk pergi lebih jauh ke selatan,” sebut Blom.
Catatan Raffles terkait hasil penyelidikannya di area sekitar Candi Singhasari menjadi informasi penting bagi para peneliti setelahnya dalam melakukan eksplorasi serta penelitian terkait candi peninggalan Kerajaan Singhasari tersebut.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar