Wawan Wanisar dalam Kenangan
Pengusaha yang melakoni debutnya di dunia film lewat peran pahlawan revolusi Pierre Tendean. Makin “ngetop” lewat aktingnya di film “Naga Bonar”.
DI sebuah rumah panggung berbilik bambu kala langit sudah temaram, Lukman (diperankan Wawan Wanisar) tampil percaya diri. Wajahnya meyakinkan. Lulusan HBS (Hogere Burger School/pendidikan menengah) itu bersilat lidah dengan lihai di hadapan Naga Bonar (Deddy Mizwar) dan kawan-kawan seperjuangannya. Jika hendak berunding dengan militer Belanda, kata Lukman, setiap dari mereka harus punya pangkat tinggi agar pihak musuh segan.
Lukman lalu mengusulkan agar Naga sebagai pemimpin pasukan diberi pangkat Marsekal Medan macam Marsekal Erwin Rommel atau Marsekal Bernard Law Montgomery di Perang Dunia II. Tetapi Lukman harus putar otak lagi lantaran Naga tak berkenan.
Naga ingin pangkatnya Marsekal Medan Lubuk Pakam. Meski tiada pangkat macam begitu, Naga bersikeras agar dibuat saja pangkat begitu.
“Dibikin? Apa kata dunia?” kata Lukman jengkel.
Baca juga: Kemasan Anyar Naga Bonar
Lukman yang ‘ngambek’ pun mulai memakai sidecap-nya dan hendak pergi dari rapat. Taktiknya berhasil sampai Naga memerlukan merayunya. Kompromi pun dicapai karena Naga pasrah. Maklum, Lukman sang juru bicara markas punya pendidikan lebih tinggi darinya.
“Yang lebih rendah ada, jenderal. Bang Murad pangkatnya kolonel. Parjo pangkatnya letnan kolonel. Kalau aku mayor sajalah cukup. Tapi beras masuk dalam urusanku. Soal si Bujang ini agak sulit. Sebab selama ini tugasnya hanya tugas pribadi. Membawa bangku, mencabut pedang, sudahlah kopral saja,” terang Lukman yang membuat Bujang di depannya tertegun sampai berhenti menyuap nasi gegara tak terima diberi pangkat paling rendah.
Baca juga: Naga Bonar Lahir Kembali
Adegan di bagian midpoint film Naga Bonar (1987) itu jadi salah satu penampilan paling dikenang sosok Wawan Wanisar. Aktor senior itu menghembuskan nafas terakhirnya di usia 71 tahun pada Senin (29/3/2021) akibat penyakit kronis paru-paru. Almarhum dikebumikan di TPU Desa Kalisuren, Bogor pada Rabu (30/3/2021) pagi. Hari Film Nasional yang juga jatuh hari ini pun dipayungi awan duka.
“Innalilahi wainna ilaihi rojiun…satu lagi aktor film dan sinetron kembali kepangkuan Illahi hari ini 29 Maret 2021. Beliau mengabdikan diri di perfilman Indonesia dan meraih berbagai penghargaan. Kawan yang sangat disiplin bekerja, tak ada kata letih, selalu siap dilapangan untuk shooting…selamat jalan kawan…semoga Allah menerima amal ibadah kawan, dan mengampuni segala kesalahannya…Aamiin,” cuit aktor kawakan Deddy Mizwar yang jadi lawan main Wawan di film Naga Bonar, di akun Twitter-nya, @Deddy_Mizwar_.
Berawal dari “Pierre Tendean”
Tak banyak yang diketahui dari kehidupan Wawan Wanisar sebelum berkarier sebagai aktor. Jalan hidupnya di depan kamera pun tak pernah diniatkan aktor kelahiran Jakarta, 13 Desember 1949 itu. Debutnya dilakoni Wawan dengan memerankan tokoh pahlawan revolusi Kapten (Anm.) Pierre Andries Tendean di film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI (1984) garapan sutradara Arifin C. Noer.
Peran sebagai Tendean itu amat membekas salah satunya bagi Ahmad Nowmenta Putra, penulis Jejak Sang Ajudan: Sebuah Biografi Pierre Tendean. Kala bertemu Wawan pada peluncuran bukunya, medio September 2018, Nowmenta dihadiahi testimoni oleh Wawan.
“Beliau orangnya sangat down to earth, sudah seperti bapak sendiri. Bahkan pernah diajak naik jipnya disetiri beliau untuk ke rumah Ibu Mitzie Farre Tendean (kakak Pierre Tendean) yang jadi narasumber primer buku saya, di mana beliau juga sama-sama tinggal di Bogor,” kata Nowmenta mengenang.
Kepada Nowmenta, Wawan berkisah bahwa sebelum terjun ke dunia akting, ia sudah berkecukupan dengan pekerjaannya di sektor pelabuhan. Mengutip Jawa Pos, 30 September 2017, Wawan berbisnis di bidang logistik di Pelabuhan Tanjung Priok.
Saat berbisnis itulah pada medio 1982 Wawan ditawari kawannya, Rudy Sukma, untuk main film yang sedang digarap Arifin C. Noer. Saat itu Arifin dan timnya sedang dalam proses mencari pemeran-pemerannya.
“Sekitar tahun 1982, Om Wawan kerja di pelabuhan dan kemudian diajak ikutan casting dan main sama temannya, Om Rudy. Beliau yang memerankan Jenderal AH Nasution,” lanjutnya.
Tema film itu sedikit-banyak membawa Wawan pada kenangan masa SMA. Wawan sebagai anggota Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) ikut bergerak menuntut pembubaran PKI pasca-Peristiwa 30 September 1965.
Alih-alih menerima tawaran Rudy, Wawan malah menolak halus. “Awalnya menolak karena awam dengan dunia showbiz,” kata Nowmenta.
Namun pendirian Wawan berubah setelah belakangan dia diajak bertamu ke kediaman Jenderal Nasution oleh tim produksi dari PPFN (Perusahaan Produksi Film Negara).
“Begitu tahu diajak jalan ke rumah Pak Nas yang notabene idolanya karena sering ikut Salat Jumat di Masjid Cut Meutia, di mana Pak Nas sering mengisi khotbah, akhirnya Om Wawan mau,” sambung Nowmenta.
Baca juga: Obituari: Habis Sudah Sang Antagonis
Wawan kemudian juga bersua Arifin C. Noer dan Mitze Tendean. Jadilah Wawan ikut casting film itu. Proses casting, kata Nowmenta, dilakukan tim produksi di areal publik dengan tujuan sekaligus untuk mencari pemeran-pemeran lain.
Untuk peran Pierre Tendean, Wawan bersaing dengan para aktor berpengalaman, di antaranya Rano Karno dan Ray Sahetapy. Namun lewat proses casting yang juga didampingi keluarga pahlawan revolusi seperti keluarga Jenderal Nasution maupun keluarga Pierre Tendean, pilihan jatuh kepada Wawan.
“Peran Pierre sebenarnya sudah diplot untuk Ray Sahetapy. Rano Karno juga mengincar peran itu. Paling mirip saat melihat foto muda memang Ray Sahetapy yang paling mirip sama Pierre. Tapi karena waktu itu Dewi Yull habis melahirkan, akhirnya jodoh peran Pierre itu ke Om Wawan,” tuturnya lagi.
Proses pendalaman karakter Pierre yang dilakukan Wawan tak terlalu rumit. Dia hanya bermodal memantapkan karakter khas militer lantaran tokoh Pierre bukan merupakan tokoh sentral.
“Pendalaman peran seperti figur Pierre yang dirasa Om Wawan dalam ceritanya waktu itu ya laiknya sosok yang tegas dan disiplin. Sudah, itu saja karena di film juga Pierre tidak mendominasi scene meskipun tetap jadi spotlight. Waktu syuting Om Wawan juga menolak pake stuntman. Untuk adegan di Lubang Buaya, misalnya, seluruh tubuh disiram bahan seperti oli sampai setelahnya harus mandi berkali-kali,” tambah Nowmenta.
Meski sekadar figuran, nama Wawan Wanisar lantas meroket di dunia akting berkat penjiwaan kuat saat memerankan Tendean.
“Setelah peran Pierre, Om Wawan mendapat ratusan surat dari fans ceweknya setiap hari. Menjadi idola baru cewek-cewek di Indonesia,” ungkapnya.
Alhasil selepas film Pengkhianatan G 30 S/PKI, Wawan laris tawaran baik di layar lebar maupun di layar kaca. Hingga akhir hayatnya, Wawan sudah membintangi 24 sinetron, tiga FTV (film televisi), dan 12 film. Film terakhirnya, #BerhentiDiKamu (2021), jadi saksi perjalanan Wawan Wanisar di dunia akting.
Selamat Jalan, Wawan Wanisar…
Baca juga: Obituari: Layar Lebar Chadwick Boseman
Tambahkan komentar
Belum ada komentar