Sang Jenderal Soedirman Berpulang
Satu lagi aktor senior meninggal dunia. Tak hanya maestro layar lebar, Deddy Sutomo juga sempat menjadi anggota parlemen.
PERFILMAN Indonesia berduka dalam dua hari berturut-turut. Setelah Amoroso Katamsi wafat pada Selasa (17/4/2018) dini hari, menyusul aktor senior lainnya, Deddy Sutomo yang mengembuskan napas terakhir pada Rabu (18/4/2018) pagi. Deddy meninggal di kediamannya pada usia 76 tahun.
Deddy lahir di Jakarta pada 26 Juni 1941. Menggeluti dunia peran sejak duduk di SMA. Bersama kartunis GM Sudarta, dia mendirikan Teater Akbar. Anggotanya kebanyakan dari Pelajar Islam Indonesia (PII). Teater Akbar sering menjuarai Festival HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam).
Dalam Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978 tercatat, setelah tamat SMA, Deddy sempat mengikuti kursus jurnalistik. Selain bergiat di Lembaga Seni Surakarta, dia pernah menjadi guru pelajaran prakarya di SMA dan SMEA di Klaten. Dia juga pernah menjadi deklamator "Sajak dan Pembahasan" di RRI Solo.
Pada 1962, Deddy terlibat dalam pendirian Study Group Drama Yogya bersama WS Rendra, Arifin C. Noer, Parto Tegal, Muchtar Hadi, Louis Wange, dan Suparto Prayitno. Mereka mementaskan drama, kebanyakan terjemahan, seperti Paraguay Tercinta (Fritz Hichwalder), Oidipus Sang Raja (Sophocles), Kereta Kencana I Les Chaises (Eugene Ionesco), Suara-suara Mati (Van Loggen), Lawan Catur (Kenneth Sawyer Goodman), Hello Out There (William Saroyan), dan Perang dan Pahlawan (George Bernard Shaw).
Publik menyambut baik pertunjukan-pertunjukan itu. Deddy Sutomo, Arifin C. Noer, dan Parto Tegal, yang selalu bermain cemerlang, mulai mempunyai banyak penggemar. Study Grup Drama Yogya kemudian menjadi Bengkel Teater. Namun, Deddy kemudian bergabung dengan Sanggar Prathivi (SP) di Jakarta selama empat tahun (1966-1970). Di sanggar pimpinan Pater Velbert Daniels ini, dia mengasah kemampuannya dalam seni peran.
“Bagi saya sanggar tidak bisa dipisahkan dengan Pater Daniels. Pater sendiri bagi saya merupakan guru dan sesepuh. Dari pater pula saya banyak menyerap ilmu dan belajar berakting untuk sandiwara radio maupun televisi. Dan semua yang saya terima ketika berada di sanggar, amat bermanfaat dan saya tidak mau keluar dari jalur ini. Saya tidak akan pernah meninggalkan ilmu yang pernah saya peroleh di sanggar yang bagi saya lebih merupakan almamater,” ujar Deddy dalam mingguan Hidup, 1993.
Deddy memulai debutnya di layar lebar lewat film Awan Djingga (1970). Selang setahun, dia sudah dipercaya jadi aktor utama di film Pandji Tengkorak. Sejak itu, namanya melejit. Dia kian populer setelah memerankan Panglima Besar Jenderal Soedirman di film Janur Kuning (1979). Dia kembali ambil bagian sebagai aktor pendukung di film tentang perang kemerdekaan, Kereta Api Terakhir.
Sampai akhir hayatnya, Deddy membintangi lebih dari 40 judul film. Dia bermain dalam drama keluarga Rumah Masa Depan di TVRI (1985). Pertama kali main sinetron lewat Duren-Duren (1994) dan sinetron terakhirnya, Jodoh Wasiat Bapak (2017).
Deddy meraih prestasi tertingginya sebagai aktor utama pria terbaik dalam Festival Film Indonesia 2015 lewat film Mencari Hilal. Selain sebagai aktor, dia juga pernah menjadi politisi PDI Perjuangan dan menjadi anggota DPR RI hasil Pemilu 2004.
Baca juga:
Si Putih, Waria Penunjuk Jalan Jenderal Soedirman
Tak Selamanya Jenderal Soedirman Ditandu
Jokowi dan Kutipan Jenderal Soedirman
Tambahkan komentar
Belum ada komentar