Sajian dari Beragam Pasar Kuliner
Siapa yang tak suka berwisata sambil menikmati sajian makanan khas. Di Indonesia, pusatnya ada di Banyuwangi.
SUASANA malam Minggu di kawasan Jalan Bangka, Kelurahan Lateng, Kabupaten Banyuwangi, begitu meriah. Banyak orang lalu-lalang untuk mencari dan menikmati sajian kuliner khas Timur Tengah di lapak-lapak yang berjejer di pinggir jalan. Di sana, setiap malam Minggu, ada pasar wisata kuliner yang sayang kalau dilewatkan. Namanya Arabian Street Food (Arasfo).
Arasfo sudah diresmikan oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pada 31 Oktober 2019. Keberadaannya melengkapi pasar wisata khusus tiap pekan yang digagas Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Awalnya aktivitas Arasfo digelar setiap Kamis malam tapi kemudian diubah jadi Sabtu malam dimulai pukul 16.00 - 22.00.
“Setelah ada masukan dari para tokoh di Lateng, jadwal yang semula Kamis diganti Sabtu, sebab kalo Kamis malam itu saatnya orang tahlilan,” ujar Bupati Banyuwangi Azwar Anas saat membuka Festival Pasar Wisata Kuliner di arena Arabian Street Food, Banyuwangi, 29 Februari 2020.
Ada beragam sajian khas Timur Tengah yang disajikan dalam acara Arasfo. Ada makanan berat seperti nasi kebuli, mandhi, briyani hingga kambing guling. Ada kudapan seperti khamir, roti maryam, shawarma hingga kebab. Ada juga minuman macam kopi Arab, kopi Turki, naknak, pokak hingga aneka teh.
Siapa tak tergiur. Di Arasfo terdapat 126 menu hidangan ala padang pasir yang terbagi dalam 29 lapak. Para penjajanya, khususnya laki-laki, memakai jubah dan sorban. Menariknya lagi, pengunjung juga bisa menikmati musik dan tarian gurun pasir atau belanja beragam kosmetik. Benar-benar semarak.
Acara Arasfo digelar di Lateng bukan tanpa alasan. Sejak dulu Lateng merupakan permukiman orang-orang Arab sehingga lebih dikenal orang sebagai Kampung Arab.
Penyerbukan Kuliner
Terbentuknya komunitas Arab punya akar sejarah yang panjang. Pada abad ke-18, Tanah Jawa dibanjiri imigran Hadramaut (sebuah provinsi di Yaman), Hijaz, dan Mesir. Selain berdakwah, mereka mencari peruntungan dengan berdagang di kota-kota pelabuhan seperti Batavia, Banten, Cirebon, Surabaya, Pekalongan, dan Semarang. Lambat-laun, mereka menyebar ke wilayah-wilayah lainnya.
“Maka, sejak itu, muncullah kampung-kampung Arab lengkap dengan tradisi, budaya, dan kuliner khas mereka” tulis L.W.C van den Berg dalam Orang Arab di Nusantara.
Banyuwangi menjadi salah satu wilayah yang didatangi para imigran dari Hadramaut. Menurut catatan van den Berg, jumlah orang Arab di Banyuwangi tahun 1885 sebanyak 356 orang; terdiri dari 84 laki-laki, 25 perempuan, dan 247 anak yang lahir di Banyuwangi.
Jejak-jejak keturunan Arab bisa dilihat pada Makam Syekh Abdurrahim atau dikenal masyarakat setempat dengan sebutan Datuk Ibrahim Bauzir, yang dipercaya sebagai ulama dari Hadramaut dan penyebar Islam di Banyuwangi. Ada sekolah Ar Irsyad yang diresmikan Syeikh Ahmad Soorkaty, pendiri organisasi Al Irsyad, tahun 1927. Gedungnya sudah berganti Pasar Blambangan setelah sekolah dipindahkan ke depan pasar tersebut. Ada juga Masjid At Taqwa yang dibangun 1923 dan Masjid Al Hadi, yang masing-masing dibangun tahun 1923 dan 1967.
Bukan hanya berperan dalam pendidikan dan penyebaran agama Islam, orang-orang Arab ikut andil memberi pengaruh pada khazanah makanan. Mereka membuat makanan sesuai selera lidahnya namun dengan bahan-bahan yang tersedia di sini. Nasi kebuli, misalnya, menggunakan bahan-bahan khas Nusantara seperti ketumbar, cengkih, kayu manis, salam koja, mentimun, dan bawang merah
Nasi kebuli, martabak, gulai, maraq, dan sambosa adalah berbilang nama di antara masakan khas Arab. Sajian khas itulah yang bisa dinikmati pengunjung dari dalam maupun luar kota pada acara Arasfo setiap akhir pekan.
Pasar Kuliner
Arasfo hanyalah salah satu konsep pasar kuliner tematik yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Saat ini, tak kurang ada 19 pasar kuliner yang tersebar di berbagai kecamatan dengan waktu yang berbeda-beda. Di setiap pasar setidaknya terdapat 40 pelapak yang menjual aneka jajanan. Sebut saja Pecinan Street Food, Pasar Jajanan Olehsari, Pasar Wit-Witan, Pasar Kampung Kopat, Pasar Seni dan Jajanan Rakyat Banyuwangi (Pasjari), dan Pasar Kuliner Porobungkil.
"Di tengah kelesuan ekonomi, kita perlu terus berinovasi untuk menggerakkan berbagai sektor. Pasar kuliner ini adalah salah satu cara untuk mendongkrak ekonomi lokal di masing-masing desa," ujar Abdullah Azwar Anas.
Inovasi memang menjadi kunci keberhasilan Banyuwangi dalam memajukan perekonomiannya. Tak heran jika berkali-kali Banyuwangi dianggap kabupaten paling inovatif dan kreatif di Indonesia.
Yuk, datang ke Banyuwangi!
Tambahkan komentar
Belum ada komentar