Romantisme Keluarga Cemara
Jatuh-bangun menghadapi masalah keluarga lewat pergulatan batin. Menyajikan romantisme keluarga. (Tulisan mengandung beberan cerita).
BERSAMA Abah (diperankan Ringgo Agus Rahman), Emak (Nirina Zubir), dan kakaknya, Euis (Adhisty Zara), Ara (Widuri Puteri) harus memulai kehidupan baru di kampung. Rumah mereka di Jakarta disita debt collector. Rumah itu dijadikan jaminan oleh Abah dan Uwak (Ariyo Wahab) untuk modal usaha properti. Nahas, usaha tersebut bangkrut. Setelah seluruh harta mereka disita untuk melunasi utang, Ara sekeluarga jatuh miskin.
Abah terpaksa mencari pekerjaan baru. Mulanya dia mencari kerja di Jakarta tapi ditolak. Akhirnya, abah kerja serabutan, termasuk menjadi kuli bangunan. Sekuat tenaga abah berusaha memperbaiki kondisi keuangan keluarga, sampai kelelahan. Nahas kembali menghampirinya, abah mengalami kecelakaan kerja sehingga kakinya patah.
Saat Abah masih kesulitan berjalan, emak menggantikan posisinya dengan berjualan opak. Emak dibantu rekan bisnisnya Ceu Salmah (Asri Welas) dan Euis yang berjualan opak di sekolah.
Setelah pindah ke kampung, Euis punya kesempatan untuk lepas rindu dengan teman-temannya yang hendak berkunjung ke kota dekat kampungnya. Emak langsung memberinya izin, tapi abah tak setuju dan malah memarahi Euis.
Nekat, Euis pergi ke kota menemui teman-temannya selepas pulang sekolah. Namun, ternyata teman-temannya sudah menemukan pengganti dirinya. Perasaan terombang-ambing di tengah perubahan drastis hidupnya, plus kemarahan abah, membuat Euis melulu menahan kesedihannya.
Euis tak tahan dengan sikap abah yang berubah galak dan selalu menutup-nutupi krisis dalam keluarga dengan janji-janji. Bara di dadanya akhirnya terbakar dan meledak. Euis memuntahkan segala kekesalannya.
Kerjasama Keluarga
Tak ada keluarga yang bebas masalah. Namun masalah tak akan berhasil memecah-belah keluarga bila tiap anggota keluarga bekerjasama menghadapinya. Pesan inilah yang ingin disampaikan film Keluarga Cemara (2019).
Garis besar ceritanya tak jauh beda dengan versi serial televisi. Namun fokus cerita bukan pada hidup yang kekurangan uang, melainkan usaha seluruh anggota keluarga mengatasi shock akibat perubahan hidup. Semula, keluarga Cemara (Ara) merupakan kelas menengah atas yang bisa menjangkau fasilitas lengkap. Hal itu seketika berubah menjadi serba kekurangan. Usaha-usaha untuk bisa nrimo ing pandum inilah yang menjadi titik berat cerita.
Abah merasa harus memikul tanggung jawab atas segala petaka yang diterima keluarganya. Dengan memikul beban sosial sebagai kepala keluarga, ia mengaggap emak, Euis, dan Ara adalah taggungannya. Rasa bersalah dan tanggung jawab yang dirasakan abah sebetulnya tak pernah digugat oleh emak, Euis, ataupun Ara. Hal ini muncul dari dalam dirinya berkaitan dengan nilai-nilai patriarkis yang ia internalisasi, bahwa lelaki adalah kepala keluarga. Sementara dengan kondisi kaki patah dan tak bisa memberi nafkah pada keluarga, abah mengalami puncak rasa ketidakbergunaannya.
Kondisi psikologis abah yang tertekan membuatnya berubah menjadi sosok galak dan suka memarahi Euis. Sosok abah seperti ini tak ditemui dalam Keluarga Cemara versi serial televisi. Kegalakan abah sampai membuat Ara tak ingin tumbuh dewasa. “Kalau Ara udah umur 13 tahun, abah pasti marah-marahin Ara kayak ke Teteh Euis sekarang,” kata Ara.
Baca juga: Keluarga Cemara Menebar Inspirasi
Euis, anak pertama, juga mengalami pergulatan psikis. Sebagai remaja yang sedang mencari identitas, ia begitu kaget ketika seluruh kesenangan remajanya hilang begitu saja. Pahitnya hidup ia telan pelan-pelan sambil mencoba tegar. Hal ini sangat kontras dengan Ara yang baru masuk SD. Ara belum tahu banyak hal, bahkan tak mengerti arti kata bangkrut. Ia juga digambarkan selalu ceria dan mengaggap tidak ada masalah berarti dalam keluarga.
Sementara, emak dalam film Keluarga Cemara (2019) menjadi sumber kebijaksanaan keluarga. Dengan ketenangan dan kesabarannya, emak menemani tiap anggota keluarga melewati momen krisis. Dari emaklah Euis belajar untuk menerima keadaan. Dari emak pula abah belajar bahwa kesulitan keluarga harus dihadapi bersama, bukan ditanggung sendiri oleh kepala keluarga. Pelajaran dari emak membuat abah akhirnya sadar untuk lebih mendengarkan pendapat anak dan istrinya, bukan menjadi sosok yang mau menanggung dan memutuskan semua sendiri.
Perubahan abah sesuai dengan motto Keluarga Cemara, harta yang paling berharga adalah keluarga. Tiap anggota keluarga semestinya saling mendukung, bekerjasama dalam segala kondisi, dan menjadi keluarga yang lebih demokratis. Seiring dengan kemauan abah mendengarkan pendapat anak dan istrinya, kebahagiaan kembali tumbuh dalam keluarga Cemara.
Versi Baru
Film panjang pertama Yandy Laurens ini mengadaptasi serial televisi populer berjudul sama yang tayang perdana pada 1996 di RCTI (ditayangkan ulang tahun 2004-2005 di TV7). Rumah produksi Visinema berhasil mendaur ulang kisah keluarga yang akarnya dari cerita bersambung karya Arswendo Atmowiloto di Majalah Hai. Film ini digarap dengan cukup baik tanpa kehilangan pesan awalnya: masalah keluarga seperti apapun, kalau dihadapi bersama tak akan terasa sulit.
Bersama sang produser Gina S Noer, Yandy yang juga duduk sebagai penulis naskah menyajikan konflik psikologis para tokoh untuk menerima perubahan hidup. Yandy berhasil menampilkan kisah Keluarga Cemara yang baru, keluarga yang bangkrut, tanpa terjebak nostalgia manja dan klise tentang kehidupan serba ada sebelum jatuh miskin. Seluruh keluarga selalu berusaha tegar dan menerima meski batin mereka pahit.
Konsepsi keluarga Cemara baru itu membuat seluruh pemain berwajah masam, tak lagi ceria seperti di serial televisi. Tawa hanya selingan, kesedihan di wajah pemain mendominasi. Adhisty Zara bermain apik memerankan Euis yang dirundung kesedihan namun tetap tegar hingga mengubahnya menjadi remaja pendiam. Ringgo Agus Rahman juga bermain cukup baik. Jarang-jarang penonton menyaksikan adegan Ringgo marah dan wajah putus asanya.
Baca juga: Aquaman Sang Penguasa Tujuh Lautan
Perubahan konsepsi Keluarga Cemara ini juga menghasilkan beberapa pembaruan. Antara lain, tokoh abah yang dalam serial televisi bekerja sebagai tukang becak, di film merupakan pengemudi ojek online. Abah dalam serial televisi merupakan sosok bijaksana, selalu sabar, dan tidak pernah marah; di film ini abah merupakan sosok pemarah. Simbol kebijaksanaan dan kesabaran dalam film ada pada tokoh emak.
Abah dan emak dalam film ditampilkan lebih muda dibanding versi serial televisi. Ini membuat film Keluarga Cemara (2019) makin relevan dengan sasaran tonton mereka: keluarga muda yang masa kecilnya menikmati serial Keluarga Cemara (1990-an). Penggambaran Euis juga laiknya remaja kelas menengah kota besar yang punya hobi dan didukung oleh orang tuanya. Sementara tokoh Agil absen sepanjang film dan baru lahir di akhir cerita.
Meski tentang drama keluarga, selipan humor yang dibawakan Ceu Salmah dan Ara di Keluarga Cemara (2019) cukup menggelitik. Ia menjadi aksentuasi dari kisah-kisah yang ada dan membuat film lebih kaya warna sekaligus yang terpenting, sukses membuat seluruh penonton bioskop terharu dan menangis berjamaah.
Theme song “Harta Berharga” yang menjadi pembuka serial Keluarga Cemara juga mengalami aransemen ulang di film ini. Bunga Citra Lestari yang menyanyikannya berhasil membawakan dengan nuansa baru tanpa kehilangan roh lagu.
Baca juga: Antara Drama dan Film
“Harta Berharga” mengiringi adegan-adegan romantis, dalam jalinan cerita tentang keluarga sederhana, dengan alur sederhana, namun pendalaman psikis tokoh yang kuat di Keluarga Cemara (2019). Film yang dirilis bersamaan dengan waktu liburan sekolah ini, 3 Januari 2019, recommended untuk dinikmati keluarga di masa liburan awal tahun.
Selamat pagi, Emak. Selamat pagi, Abah.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar