Papa T. Bob dan Lagu Anak
Papa T. Bob dijuluki pencipta lagu bertangan emas. Lagu-lagu anak ciptaannya selalu hits. Kini anak-anak lebih akrab dengan lagu-lagu dewasa.
SIAPA tak kenal Joshua Suherman? Sosoknya sesekali hadir di layar kaca, menghiasi acara-acara sinetron. Kini, dia sudah dewasa. Jika melihatnya, kita seolah kehilangan sosok Joshua cilik yang kenes dan menggemaskan dengan suara polosnya: “Diobok-obok airnya diobok-obok/ ada ikannya kecil-kecil pada mabok...”
Lagu “Air” ini pernah merajai lagu anak-anak era 1990-an. Penyanyinya, Joshua, terbilang fenomenal. Hampir semua albumnya meraih sukses. Album perdananya bertajuk Cit Cit Cuit, yang diluncurkan Maret 1996 waktu Joshua berusia 3 tahun, terjual 400 ribu keping. Album keduanya, Kapal Terbang, yang dirilis setahun kemudian, tak kalah laris. Sementara album ketiganya, Air, mencatat angka penjualan yang fantastis: 1 juta kopi! Labelnya, Selecta Record, pun menuai untung.
Sukses Joshua tak bisa dilepaskan dari andil Papa T. Bob, pencipta lagu dari sebagian besar lagu yang dinyanyikan Joshua.
Papa T. Bob dijuluki pencipta lagu bertangan emas. Apa saja lagu yang dibuatnya selalu booming. Selain Joshua, banyak penyanyi cilik yang sukses diorbitkannya: Melisa dengan lagu “Semut-semut Kecil”, Tiga Anak Manis dengan hits “Dicium Mama, Dicium Papa”, Enno Lerian dengan “Si Nyamuk Nakal”, dan Bondan Prakoso yang populer lewat “Si Lumba-lumba”. Belum lagi Tina Toon, Marshanda, Trio Kwek-kwek, dan banyak lagi. Mereka seolah meneruskan jejak penyanyi cilik sebelumnya macam Adi Bing Slamet, Chica Koeswoyo, Ira Mayasopha, atau Dina Mariana, yang membawakan lagu-lagu Ibu Sud hingga Pak Kasur.
Tahun 1990-an menjadi masa keemasan Papa T. Bob. Dalam sehari, dia bisa pindah studio sepuluh kali untuk menciptakan lagu. Setiap minggu dia merilis album. Dalam sebulan dia bisa menghasilkan 10 album anak-anak. “Dalam mencipta lagu anak, untuk tema, saya mengalir saja,” katanya.
Baca juga: Lima Dekade Lagu Anak-anak Indonesia
Lebih Sulit
Papa T. Bob lahir di Jakarta pada 22 Oktober 1960 dengan nama asli Erwanda Rehuel Lukas. Belajar musik secara otodidak, dia mulai dikenal sebagai pencipta lagu anak saat lagu “Semut-semut Kecil” yang dibawakan Melisa meledak di pasaran.
“Pada 1989 saya mendapat tantangan dari pemimpin Gajah Mada Record, Pak Sugama, untuk membuat lagu anak-anak. Lagu yang saya ciptakan ditujukan untuk anaknya, Melisa. Lalu saya buat ‘Semut-semut Kecil’ yang ternyata meledak di pasaran,” ujarnya.
Menurut Papa T. Bob, membuat lagu anak-anak lebih sulit ketimbang membuat lagu remaja. Untuk membuat lagu anak-anak, seorang pencipta lagu harus memahami psikologi anak. Karena itulah dia kerap berkonsultasi dengan psikolog, selain bertemu langsung dengan bocah yang akan membawakan lagunya.
“Sebelum membuatkan lagu, biasanya saya melakukan survei dulu, ketemu sama anaknya, bicara sama orangtuanya. Dari situ saya tahu lagu apa yang pantas untuk dibawakan si anak. Intinya, dalam mencipta saya selalu berpikir membuat sesuatu untuk orang banyak, yang orang banyak sukai, bukan sekadar bagus untuk saya saja,” ujarnya.
“Dunia anak itu kan dunia bermain, dunia bergembira. Ya, kita buat lagu yang bercorak seperti itu. Dan yang terpenting harus ada muatan edukasinya. Karena sulit, pencipta lagu anak sedikit.”
Krisis
Sekalipun Papa T. Bob masih menulis lagu, tetapi keberuntungan tak lagi berpihak padanya setelah gejolak politik pada 1998. Tak ada lagi acara TV yang menayangkan lagu anak-anak. Tahun 2000-an, anak-anak Indonesia masih punya sosok Tasya sebagai ikon penyanyi cilik, yang populer dengan lagu “Libur Telah Tiba” karya A.T. Mahmud.
Setelah itu, belum terdengar lagi lagu anak-anak terbaru, yang menjadi hits. Tak ada lagi ikon penyanyi anak. “Semenjak tahun 2004 mulai terjadi kevakuman lagu-lagu anak,” ujarnya.
Bukan hanya ketersediaan konten lagu anak yang minim. Tayangan acara khusus menampilkan lagu anak pun sudah menghilang di stasiun-stasiun TV. Pada 1960 hingga 1980-an TVRI sempat punya acara Ayo Menyanyi dan Lagu Pilihanku yang dikoordinasi A.T. Mahmud. Pada 1998, anak-anak Indonesia masih bisa menikmati tayangan lagu anak Tralala Trilili yang diasuh Agnes Monica dan Ferry ME. Kini, jika pun ada acara kontes menyanyi untuk anak-anak di televisi, lagu yang dibawakan ratarata lagu dewasa.
Papa T. Bob bilang miris melihat perkembangan lagu anak-anak belakangan ini. Baginya, ketika anak-anak lebih karib dengan lagu-lagu remaja, karena kurangnya referensi lagu anak, hal itu sama saja merenggut kebahagian sang anak.
“Sekarang keadaannya cukup mengenaskan. Anakanak lebih hafal lagu-lagu dewasa. Kasihan. Secara perkembangan psikologis pun kurang baik. Anak-anak itu kan mudah menyerap. Kalau dari kecil yang diserap lagu-lagu dewasa, yang cinta-cintaan, kan kasihan,” katanya, yang kemudian memilih vakum dari blantika musik anak tanah air.
Dicekoki lagu-lagu remaja, jangan heran kalau anak-anak usia lima, enam, atau tujuh tahun kini dengan lancar menyanyikan lagu-lagu dewasa seperti Baby-nya Justin Beiber atau Iwak Peyek yang ditenarkan oleh Trio Macan. Meski mereka tak paham benar arti lagu yang mereka dendangkan.
“Seharusnya semua pihak bekerjasama untuk menghidupkan lagi lagu anak-anak. Termasuk peran pemerintah, karena anak-anak kan generasi penerus,” kata Papa T. Bob yang meninggal dunia pada 10 Juli 2020.*
Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Historia No. 4 Tahun I 2012
Tambahkan komentar
Belum ada komentar