Nastar, Kudapan Bergaya Eropa Jadi Camilan Lebaran
Kue nastar selalu hadir di hari Lebaran. Ada pengaruh Portugis dan Belanda.
Mentega dan kuning telur bersatu, ditambah tepung jagung dan terigu, membuat tekstur nastar kaya, empuk dan lumer di mulut. Parutan keju edam ditaburkan di atas bola-bola kue nastar, sehingga menambah aromanya ketika dipanggang.
Kue ini mendapatkan nama nastar (ananastaart) berkat selai nanas yang menjadi isian adonannya. Selai nanas dibuat dengan cara mengkaramelisasi parutan nanas segar dicampur dengan rempah-rempah, seperti kayu manis dan cengkeh.
Selain dikenal di Indonesia, nastar juga sangat populer di beberapa negara Asia seperti Malaysia dan Singapura.
Andrea Nguyen, penulis buku masakan asal Vietnam-Amerika, dalam Asian Dumplings: Mastering Gyoza, Spring Rolls, Samosas, and More, menjelaskan bahwa nastar di Singapura disebut kuih tart nenas atau dalam bahasa Inggris disebut pineapple taarts. Kue ini selalu diasosiasikan dengan Idulfitri, Natal, dan Imlek.
Baca juga: Kisah dalam Seporsi Opor Lebaran
Menurut Nguyen, kuih tart di Singapura mungkin berasal dari Portugis. Sebagaimana menurut Janet P. Boileau dalam tesisnya, “A Culinary History of the Portuguese Eurasians: The Origins of Luso-Asian Cuisine in the Sixteenth and Seventeenth Centuries”, di School of History and Politics, University of Adelaide, kue tar kecil bernama queijadas yang biasanya diisi keju di Portugis muncul sebagai kue tar kelapa dan nanas di Asia.
Kue tar nanas yang sangat beraroma itu hadir di Asia dalam berbagai bentuk. Ada yang berbentuk kue kecil dengan selai nanas di bagian atasnya. Ada juga kue tar yang dibentuk serupa nanas kecil.
“Untuk Tahun Baru Imlek, dibuat menyerupai jeruk keprok, simbol keberuntungan, dalam bahasa Cina, jeruk keprok adalah simbol untuk emas. Cengkeh hias diletakkan di atas masing-masing kue untuk menyerupai batang buah,” jelas Nguyen.
Mengenai asal-usul kue-kue nanas berasal dari Portugis mungkin saja benar. Pasalnya, orang-orang Portugis berperan menyebarkan nanas dari wilayah asalnya.
Baca juga: Jejak Eropa dalam Kuliner Nusantara
Nanas Sampai ke Eropa
Nanas (Ananas comosus) awalnya tumbuh di kawasan Amerika yang beriklim tropis. Nama “nanas” dan “ananas” banyak digunakan di seluruh Amerika Selatan dan Karibia.
Menurut Sir Ghillean Prance dan Mark Nesbitt, ahli botani dari Inggris, dalam The Cultural History of Plants, jauh sebelum penaklukan Eropa, nanas didistribusikan ke seluruh dataran rendah tropis Amerika.
Orang Portugis yang berperan membawa nanas ke negara tropis lainnya. Sebagaimana menurut J.L. Collins, peneliti di Pineapple Research Institute Hawaii dalam “History, taxonomy and culture of the pineapple” yang terbit dalam Economic Botany.
“Pulau St. Helena [di sebelah selatan Samudra Atlantik] ditemukan oleh mereka pada 1502, dan segera setelah itu mereka memperkenalkan nanas ke pulau ini,” jelas Collins.
Baca juga: Cita Rasa Eropa di Paris van Sumatra
Menurut Collins, orang Portugis pula yang membawa nanas ke barat dan timur, pantai Afrika dan Madagaskar. Pada sekira 1550 nanas mulai diperkenalkan ke India selatan. Sebelum akhir abad ke-16, nanas telah sampai di Tiongkok, Jawa, dan Filipina.
“Kami percaya, sebagian dari pengangkutan ke daerah lain ini berkaitan dengan penggunaan nanas sebagai perbekalan awak kapal dalam pelayaran laut yang panjang,” jelas Collins.
Kenneth G. Rohrbach, dkk. dari Department of Plant and Environmental Protection Sciences, University of Hawaii at Manoa dalam “History, Distribution and World Production” yang terbit dalam The Pineapple Botany, Production and Uses, menjelaskan bahwa sudah sejak awal 1500-an, nanas membuat orang Eropa terpesona.
Kendati begitu, orang Eropa pertama yang berhasil mengembangkan budi daya nanas di tanah Eropa adalah seorang Belanda bernama Pieter de la Court van der Voort. Dia menanamnya dengan teknologi rumah kaca di dekat Leiden pada akhir abad ke-17.
Baca juga: Kuliner Tiga Dunia
Tanaman nanas kemudian mulai didistribusikan dari Belanda ke Inggris pada 1719 dan Prancis pada 1730. “Karena penanaman nanas di rumah kaca Eropa berkembang selama abad ke-18 dan ke-19, banyak varietas lain yang kemudian diimpor, sebagian besar dari Antilles [kepulauan di Karibia],” lanjutnya.
Dengan begitu, kudapan olahan nanas bukan hal asing lagi bagi orang Eropa, khususnya Belanda. Apalagi selai dan permen dari nanas kemudian juga diproduksi di kawasan Hindia Barat, Brasil, dan Spanyol Baru (Meksiko). Cara ini sebagai alternatif penyimpanan nanas yang tak bisa disimpan terlalu lama ketika dalam proses pengiriman lintas samudera.
Popularitas Kuliner Belanda
Pengetahuan membuat nastar diwarisi orang Indonesia dari masyarakat kolonial Belanda. Mengingat nama nastar berasal dari bahasa Belanda, yakni ananastaart.
Mia Kustiyanti dari Program Studi Belanda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dalam makalahnya “Kata Serapan dari Bahasa Belanda pada Bidang Kuliner dalam Bahasa Indonesia: Analisis Fonologis” menjelaskan bahwa nama nastar mengalami perubahan dari kata asalnya, ananastaart. Dalam bahasa Belanda, Ananas berarti buah nanas dan taart berarti kue.
“Fonem di awal kata mengalami pelesapan. Pelesapan itu dapat dikaitkan dengan penyerapan sebuah kata dari bahasa asing secara lisan,” jelas Mia.
Baca juga: Budaya Kuliner Tionghoa-Nusantara
Sementara taart berubah menjadi tar. Dalam kata itu terjadi perubahan vokal panjang menjadi vokal pendek. Ini karena bahasa Indonesia tak mengenal vokal panjang. Adapun bunyi t pada akhiran taart juga menghilang. Pasalnya, bahasa Indonesia tak mengenal adanya letupan pada akhir kata.
“Pelepasan pada bunyi t di akhir kata ini juga berkaitan dengan penyederhanaan pelafalan. Bahasa Indonesia cenderung memiliki pelafalan yang sederhana, seperti pada kata test berubah menjadi tes,” jelas Mia.
Nastar kemungkinan populer pada abad ke-19 hingga awal ke-20 ketika buku resep masakan banyak dipublikasikan. Saat itu perempuan Belanda dan Indo mulai melakukan improvisasi kuliner. Mereka menuliskan resep-resep kreasinya, menghimpunnya, dan menerbitkannya.
Fadly Rahman, sejarawan kuliner, dalam “Kuliner sebagai Identitas Keindonesiaan” yang termuat dalam Jurnal Sejarah, Vol. 2(1), 2018, menjelaskan dari maraknya publikasi buku masak itu berkembang konsep kuliner yang disebut Indische keuken atau kuliner Hindia.
“Dari praktik gastronomi Indische keuken terjalin hubungan yang saling mengenal, mengolah, dan menerima kuliner antarbangsa,” jelas Fadly.
Baca juga: Klepon, Makanan Istana
Misalnya, kata Fadly, penulis buku-buku masak mengenalkan resep-resep bumiputra seperti sate, soto, rawon, dan sambal kepada pembaca Eropa. Lalu resep masakan bergaya Eropa diperkenalkan kepada para pembaca Jawa dan Melayu, termasuk resep membuat kue nastar.
Menurut Pipit Anggraeni dalam Kuliner Hindia Belanda 1901–1942, majalah-majalah perempuan yang terbit pada 1920 hingga 1930 seperti De Huisvrow, Pedoman Istri, dan Doenia Istri, juga ikut mendorong lebih jauh perkembangan kuliner di Hindia Belanda. Resep-resep Eropa yang menggunakan bahan pangan seperti anggur merah, margarin, mentega, cokelat, vanila, susu, keju, roti, dan aneka tepung diperkenalkan ke khalayak luas.
“Dengan begitu kebiasaan mengkonsumsi makanan Eropa terus berkembang dan menyebar di berbagai kalangan keluarga Eropa dan keluarga bangsawan kaya, khususnya yang tinggal di perkotaan,” jelas Pipit.
Baca juga: Menikmati Sejarah Kue Pai
Kedatangan perempuan Eropa ke Hindia Belanda yang semakin bertambah juga membuat bahan pangan kian beragam. Didukung sarana transportasi yang semakin baik, sehingga pengiriman bahan baku untuk membuat camilan dan masakan Eropa jadi lebih mudah. Termasuk di antaranya mentega dan keju sebagai bahan utama membuat nastar.
Maraknya iklan bahan masakan Eropa mendorong bumiputra semakin membuka diri terhadap makanan-makanan Barat. Beberapa iklan, misalnya produk mentega, bahkan menggunakan bahasa Jawa dan Melayu dengan model perempuan Jawa berkebaya.
“Hal ini merepresentasikan adanya upaya dari para pengusaha makanan di Hindia Belanda untuk memberi pengaruh terhadap masyarakat bumiputra agar larut dalam kebiasaan dan budaya makan yang dibawa dari Eropa,” jelas Pipit.
Bagaimanapun asal-usulnya yang bergaya Eropa, kue ananastaart atau nastar telah identik dengan perayaan-perayaan di Indonesia. Khususnya waktu menyambut Idulfitri, nastar dibuat dan dijual di banyak tempat. Stoples-stoples berisi nastar selalu tersaji di rumah-rumah untuk menyambut tamu.
Baca juga: Mencicipi Masakan Kuno
Tambahkan komentar
Belum ada komentar