Layar Kehidupan Robert De Niro
Aktor watak yang jadi langganan nominasi Piala Oscar. Karier De Niro yang tak terbelenggu batas-batas genre merentang lebih dari setengah abad.
SUDAH 55 tahun ia berkecimpung di industri layar perak. Usianya kini sudah menginjak 77 tahun. Kendati demikian, Robert De Niro belum akan tutup layar kariernya. Sepanjang masih bisa bernafas, sang aktor kondang nan eksentrik itu masih akan menggeluti dunia peran.
Hingga tahun ini De Niro sedikitnya sudah membintangi 129 film sejak 1965. Film terakhirnya yang rilis 12 Oktober adalah film bergenre komedi kelam The Comeback Trail. Sebelumnya, pada 2019, De Niro bergabung di proyek film garapan sineas legendaris Martin Scorsese, The Irishman. Film ini sukses besar di pasaran global meski De Niro gagal menyabet satupun Piala Oscar walau mendapat sembilan nominasi.
Kini De Niro kembali bekerjasama dengan Scorsese dalam film yang masih tahap pra-produksi bertajuk Killers of the Flower Moon. Film ini diprediksi baru akan rampung dan rilis pada 2022.
“Bersama Scorsese sudah 10 film, termasuk Flower Moon. Selalu senang dan hebat rasanya bisa bekerja lagi dengan Martin. Saya beruntung punya hubungan pekerjaan dengan dia dan dalam sedemikian waktu selalu spesial. Tidak ada rahasia apapun di antara saya dengan Martin. Hubungan spesial itu terjadi begitu saja,” tutur De Niro dalam diskusi daring “Living Live” yang dipandu aktor Reza Rahadian dan eks Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal di Mola TV, Rabu (16/12/2020) malam.
Keluarga Seniman
Dalam diskusi itu, aktor gaek berdarah Italia itu juga berbagi kisah tentang bagaimana ia pertamakali terjun ke dunia akting sejak usia dini. Darah seninya tak lain diturunkan ayah dan ibunya yang menekuni seni lukis kala De Niro lahir pada 17 Agustus 1943 di New York, Amerika Serikat.
De Niro merupakan anak tunggal pasangan Robert Henry De Niro Sr. dan Virginia Holton Admiral. Henry punya darah Irlandia dan Italia, sementara Virginia keturunan Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Keduanya sama-sama pelukis. Ketika De Niro berusia dua tahun, rumahtangga Henry-Virginia retak. Mereka bercerai setelah Henry menjadi gay. Meski akhirnya berpisah, Henry tetap tinggal tak jauh agar hubungannya dengan putra semata wayangnya tetap dekat.
Ketika bersekolah di Public School 41, De Niro terjun ke dunia seni peran dengan mengikuti kelas akting di Dramatic Workshop.
“Saya belajar akting sejak kecil dari usia 10. Lalu sempat berhenti ketika berumur 15. Tetapi saya mulai lagi untuk akting pada usia 18 tahun. Orangtua saya karena mereka juga seniman, tentunya tidak melarang dan justru mendukung. Orangtua saya mengatakan bahwa semua orang bisa menjadi aktor asal mau banyak belajar dan bekerja keras,” ujar De Niro.
Baca juga: Sharon Stone dalam Bayang-bayang Simbol Seks
Setelah lulus dari Rhodes Preparatory School di usia 18 tahun, De Niro mulai membidik masa depannya dari atas panggung teater sebelum beralih ke layar kaca dan kemudian layar lebar. Menurut Shawn Levy dalam De Niro: A Life, minat itu bermula dari getolnya De Niro terhadap sejumlah program di TV yang tengah jadi tren baru di Amerika medio 1963.
“Ketika itu saya sedang memerhatikan sebuah acara TV dan saya bilang, ‘jika para aktor ini bisa punya mata pencaharian seperti ini, di mana akting mereka juga tidak bagus, maka saya tentu bisa tampil lebih baik dari mereka,” ujar De Niro dikutip Levy.
Baca juga: Warna-warni Kehidupan Sean Connery
Ia pun mengejar karier itu dengan belajar akting di HB Studio dan Lee Strasberg’s Actors Studio. Pada 1965 De Niro mendapat peran figuran di film pendek Encounter. Film berdurasi panjang pertamanya adalah Three Rooms in Manhattan.
Seiring waktu, De Niro mulai mendapat peran yang lebih besar. Pada 1973, ia bertemu dan bekerjasama dengan Scorsese lewat film bergenre kriminal Mean Streets.
Sejatinya, De Niro dan Scorsese bukan dua orang yang belum saling kenal sama sekali. Disebutkan Andrew J. Rausch dalam The Films of Martin Scorsese and Robert De Niro, dua orang keturunan Italia yang tumbuh di New York itu saling kenal wajah namun tak pernah berteman dekat. Mereka baru saling mengenal nama dan akrab kala bertemu di casting yang digelar tim produksi Scorsese.
“Kita pernah beberapakali juga bertemu dan saling sapa di acara makan malam dan dansa (komunitas) Amerika-Italia. Kita punya teman-teman yang saling mengenal satu sama lain,” kata De Niro dikutip Rausch.
Baca juga: Pelaut yang Menaklukkan Hollywood
Sejak saat itu, Scorsese yang tahu beberapa film yang dibintangi De Niro mempercayakan salah satu peran utama di Mean Streets. Keputusannya tak keliru lantaran filmnya cukup sukses.
Dari ongkos produksi hanya 500 ribu dolar, Mean Streets meraup keuntungan hingga 3 juta dolar. Kelak pada 1997, rol master film aslinya dilestarikan US National Film Registry ke Library of Congress karena filmnya dianggap punya pesan budaya, historis, dan estetika yang signifikan.
Langganan Nominasi Oscar
Film yang meroketkan nama De Niro tak lain adalah film racikan Francis Ford Coppola, The Godfather Part II (1974). Coppola sudah membidik nama De Niro lantaran pernah ikut casting di film epik kriminal pertamanya, The Godfather (1972). Maka ketika menggarap prequelnya, Coppola sudah mencanangkan keputusannya memilih De Niro untuk memerankan tokoh utama Vito Corleone di masa muda.
Karakter kondang itu sebelumnya dimainkan aktor ternama Marlon Brando di The Godfather (1972). Namun, kata De Niro dalam diskusi di atas, dia mengaku tak banyak meniru Brando ketika memerankan Corleone di masa muda.
“Sebelumnya saya tak pernah bertemu Marlon. Untuk menciptakan gaya karakternya saya hanya melihat lewat film pertamanya yang diputar kembali. Secara teknis saya sedikit mengambil gayanya tapi tidak dengan mimiknya. Saya punya gaya sendiri yang kemudian saya sesuaikan,” sambung De Niro.
Baca juga: Riwayat Bruno Ganz Si Pemeran Hitler
Tantangan lain yang membutuhkan pendalaman dalam memerankan Corleone adalah soal bahasa. Kendati punya leluhur Italia dan bisa sedikit bahasanya, De Niro tak bisa santai karena karakter Corleone merupakan mafia Italia berwatak dan punya dialek khas Sisilia.
“Saya harus mempelajari dialek Sisilia karena di Italia punya beberapa dialek berbeda. Salah satu caranya, saya belajar dari seorang Sisilia di Los Angeles dan juga memperhatikan cara dia berbicara,” lanjutnya.
Saat The Godfather Part II dirilis ke pasar, ia tak kalah meledak dari film pertamanya. De Niro bahkan meraih Piala Oscar pertamanya di kategori aktor terbaik lewat The Godfather Part II. Bersama Brando, De Niro membuat rekor pertama sebagai sepasang aktor yang memenangkan Piala Oscar dengan memerankan satu tokoh fiktif yang sama.
Baca juga: Mengenang Sutradara Legendaris Bernardo Bertolucci
Sejak kemenangan pertamanya itu, De Niro hampir tak pernah absen jadi langganan nominasi, baik di Academy Awards (Piala Oscar) maupun Golden Globe lewat kiprahnya di beragam genre film. De Niro memenangkan Piala Oscar keduanya sebagai aktor terbaik lewat drama biopik olahraga Raging Bull (1980).
Raging Bull mengangkat riwayat Giaccobe ‘Jake’ LaMotta, petinju yang lantas jadi komika atau pelawak stand up-comedy. Ide film ini berasal dari De Niro setelah terpukau dengan kisah hidup LaMotta yang dibacanya dari memoar berjudul Raging Bull: My Story. De Niro lantas menyarankan Scorsese untuk mau mengangkatnya ke layar perak.
Sembari syuting film The Deer Hunter, De Niro mempersiapkan fisiknya untuk film LaMotta. Oleh keluarga LaMotta, De Niro diberikan beberapa rekaman asli LaMotta ketika sedang berlatih untuk dipelajari gaya bertarungnya di atas ring kendati De Niro juga tak menirunya mentah-mentah.
“Saya bertemu, menghabiskan waktu, dan dilatih LaMotta sendiri. Saya juga bertemu mantan istrinya sebagai salah satu upaya meneliti lebih dalam tentang Jake. Tapi pada akhirnya Anda harus punya interpretasi sendiri terhadap kehidupan dia. Juga saya tambahkan beberapa improvisasi, seperti ketika adegan dia di dalam penjara. Saya berimprovisasi menghantamkan kepala ke tembok karena saya ingin memperlihatkan keadaan seseorang yang sangat emosional dan batinnya yang sangat terbebani,” tambah De Niro.
Kini di usia senjanya, De Niro mulai selektif terhadap tawaran-tawaran film mengingat fisiknya tak lagi seperti dulu. Ia lebih sering hadir dalam film-film bergenre komedi, seperti waralaba Meet the Parents (2000), Meet the Fockers (2006), dan Little Fockers (2010), dan The Comedian (2016).
“Film komedi pertama saya The King of Comedy (1982) juga dikerjakan bersama Martin (Scorsese). Lalu juga ada trilogi Meet the Parents. Saya memang ingin membuat film komedi yang berbeda. Saya suka keeksentrikan masing-masing karakternya,” tandasnya.
Baca juga: Layar Lebar Chadwick Boseman
Tambahkan komentar
Belum ada komentar