Kisah Anjing Piaraan Sukarno
Hadiah persahabatan dari orang Belanda yang belajar bahasa Jawa. Jadi teman pelipur lara Bung Karno selama pengasingan di Bengkulu.
Biduk rumah tangga Bung Karno goyah sewaktu masa pengasingannya di Bengkulu. Dia kerap bersitegang dengan istrinya Inggit karena kehadiran Fatmawati, gadis yang mondok di rumah mereka. Konflik suami-istri itu membuat hari-hari di rumah terasa hampa.
Dalam otobiografinya, Sukarno mengakui kegalauan hatinya.Untuk melegakan batin, Sukarno mencari keasyikan dengan bekerja. Mulai dari mengerjakan rencana rumah untuk rakyat, aktif dalam organisasi Muhammadiyah, hingga mengajar bahasa Jawa.
“Akupun menerima calon menantu dari Residen sebagai murid dalam pelajaran bahasa Jawa, karena dia bekerja sebagai asisten kebun di suatu perkebunan teh dan para pekerjanya berasal dari Jawa,” kata Sukarno kepada Cindy Adams dalam otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Jimmy, demikian Sukarno memanggil sahabat Belanda nya yang asisten kebun teh itu, berguru kepada Sukarno karena hanya orang buangan itulah yang menguasai bahasa Jawa.
Baca juga:Diplomasi Persahabatan ala Sukarno
Namun menurut L.G.M Jacquet dalam bukunya Aflossing van de Wacht, sejatinya Jimmy memiliki nama asli: Jaap Kruisweg. Pada 1939, Jacquet bertugas sebagai aspiran kontelir bertepatan dengan pengasingan Sukarno di Bengkulu. Sebagai pejabat kolonial, Jacquet tentu mengenal secara pribadi baik Sukarno maupun Jimmy alias Jaap Kruisweg.
“Berkat kesan-kesan yang dituliskan seorang pejabat kolonial, kita beroleh pemandangan tentang kehidupan, pikiran, dan sifat Sukarno pada masa itu,” tulis Rosihan Anwar dalam Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925—1950.
Ketika Jimmy hendak menikah dengan putri Residen Hooykaas, Sukarno diminta sebagai saksi. Akan tetapi, Residen Hooykaas lah yang menolak permintaan itu. Seraya meminta maaf, Hooykaas mengatakan, “Tidak mungkin seorang tawanan utama negeri ini menjadi wali dalam perkawinan anak saya.”
Baca juga: Sang Orator Keluar dari Penjara
Meskipun demikian, Hooykaas mengundang Sukarno untuk menghadiri upacara pernikahan Jimmy dan putrinya. Menurut Rosihan, Jacquet mempunyai foto resepsi pernikahan tersebut. Dalam potret itu, dapat dikenali dengan jelas sosok Sukarno.
Selama setahun, Sukarno memberi pelajaran bahasa Jawa tanpa memungut bayaran. Sebagai ucapan terimakasih, Jimmy menghadiahi Sukarno dengan dua ekor anjing jenis Dachshaund. Sukarno begitu menyayangi sepasang piaraannya ini sampai dibawa tidur bersama kala malam.
“Aku memanggilnya dengan mengetuk-ngetukkan lidahku. ‘Tuktuktuk’ dan karena aku tidak pernah memberinya nama, lalu binatang-binatang ini dikenal sebagai ‘Ketuk Satu’ dan Ketuk Dua,” kenang Sukarno.
Baca juga: Mengapa Orang Batak Suka Daging Anjing?
Fatmawati dalam Catatan Kecil Bersama Bung Karno membedakan Ketuk Satu dan Ketuk Dua dari warnanya. Seekor berwarna hitam sedangkan seekor lagi berwarna kuning. Dua piaraan tersebut pernah dijadikan oleh Sukarno untuk menyentil kaum beragama yang kolot dan konservatif.
Dalam Pandji Islam edisi Maulid April 1940, Sukarno membuka tulisannya dengan kejadian Ratna Djuami yang berteriak panik karena salah satu Ketuk itu menjilati air dalam panci. Sukarno lantas meminta anak angkatnya itu untuk membuang air lalu mencuci panci bersih-bersih dengan sabun dan kreolin. Ratna terheran-heran dengan amanat Sukarno sambil menerangkan perintah Nabi bahwa yang najis harus dibasuh tujuh kali, diantaranya satu kali dengan tanah.
“Ratna, di zaman Nabi belum ada sabun dan kreolin! Nabi tidak bisa memerintahkan orang memakai sabun dan kreolin,” demikian tamsil Sukarno dalam artikelnya bertajuk “Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Udara.“
Baca juga: Sukarno dan Anjingnya
Masa pengasingan Sukarno di Bengkulu berakhir seturut dengan pendudukan tentara Jepang. Sukarno dikembalikan ke Batavia. Tidak lupa, dua anjing itu dibawa serta merantau ke Jawa.
“Ternyata Bung Karno selamat sampai di Jawa, tak ketinggalan kedua ekor anjingnya,” kenang Fatmawati.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar