Freddie Mercury yang Tiada Dua
Musikalitas dan style-nya tiada dua. Sampai kini Freddie Mercury masih dipuja jutaan penggemar, tak terkecuali di Indonesia.
SEJAK berita film biopik Freddie Mercury, Bohemian Rhapsody, menyebar, nama vokalis band legendaris Queen itu kembali jadi buah bibir. Para fans Queen maupun Freddie di Indonesia ikut memperbincangkannya.
“Kualitasnya itu lho. Musikalitasnya tinggi. Notasi lagu (yang, red.) dia buat juga unik. Enggak seperti rata-rata vokalis rock. Gaya dan kostumnya juga unik dan modis,” ujar musisi Ophie Danzo kepada Historia.
Opini senada juga diungkapan Paulus Sugito, fans Freddie dan Queen yang lain. “Musiknya bikin hilang kantuk kalau sedang nyetir. Hampir semua lagunya up beat. Apalagi dengar suara khas Freddie yang enggak ada yang bisa menyamakan. Penampilan kostum dan gayanya juga enggak mau mengikuti gaya orang lain, justru jadi trend-setter,” kata wiraswastawan berusia 42 tahun itu.
Maka ketika Bohemian Rhapsody sampai di Indonesia, 2 November 2018, para fans Freddie pantang melewatkannya. “Buat penggemar yang tidak mengalami era itu (Freddie masih hidup), nonton filmnya jadi dapat banget atmosfer dan auranya,” sambung Paulus yang masih menyimpan empat kasetnya.
Baca juga: Kisah Hidup Freddie Mercury Diangkat ke Layar Perak
Ophie malah berkesempatan nonton premier-nya seminggu sebelum diputar di bioskop-bioskop Indonesia. “Dapat undangan, sama musisi-musisi lain. Mantap banget, inspired banget filmnya. Terutama buat para musisi-musisi sekarang, bisa lihat sejarahnya dan semangatnya. Karena Queen ini kan awalnya band biasa saja yang main di bar-bar,” ujar Ophie.
Semangat Freddie dan Queen itulah yang menginspirasi Ophie dalam bermusik. Kekagumannya pada Freddie dan Queen tumbuh sejak dia menjadi vokalis “interim” Brawijaya Band pada 1993 karena vokalisnya merantau ke Amerika Serikat untuk kuliah.
“Sebenarnya dari 1980-an sudah tahu Freddie. Tapi ya paling cuma kenal lagu ‘Bohemian Rhapsody’ dan ‘Love of My Life’. Dari 1993 diajak main bareng Brawijaya Band untuk acara bertema Queen di Wisma Bakri (Jakarta). Langsung dikasih PR mempelajari lagu-lagu Queen. Juga saat bareng Second Born Band banyak mainin lagu-lagu Queen. Nah semangat Queen itu juga yang kita ambil saat kita tampil,” imbuh vokalis rock yang tenar saat bersama band Voodoo itu.
Musikalitas dan spirit yang unik itu tak lepas dari latar belakang Freddie dkk. yang memang jempolan di dunia akademis. “Mereka kan aslinya otaknya cerdas semua. Kan memang latar belakang akademisnya keren-keren,” tambah Ophie.
Brian May (gitaris) merupakan PhD di bidang astrofisika, Roger Taylor (drummer) pernah mencicipi pendidikan kedokteran gigi di London Hospital Medical College sebelum beralih ke jurusan biologi di East London Polytechnic. Sementara, John Deacon (bassist) merupakan insinyur elektro lulusan Chelsea College London; dia membuat ampli Deacy Amp yang –lalu dikembangkan bersama May– menjadi pilar suara khas bernuansa orkestra pada banyak lagu Queen. Freddie sendiri lulusan Desain Seni dan Grafis Ealing Art College (kini University of West London). Tapi itu hanya satu dari segelintir fakta-fakta menarik tentang Freddie. Berikut beberapa fakta lainnya:
Kelainan Membawa Berkah
Freddie lahir dengan kelainan pada giginya, dia punya empat gigi seri tambahan (hyperdontia). Tak pelak, sejak kecil Freddie acap jadi sasaran bully kawan-kawannya sehingga dia tumbuh jadi remaja pemalu. Namun, di kemudian hari hyperdontia justru membawa berkah buat vokal Freddie. “Membuat mulutku punya lebih banyak ruang dan artinya range (vokal) yang lebih,” kata Freddie yang diperankan Rami Malek dalam film Bohemian Rhapsody (2018). Maka itu, Freddie tak pernah mau membetulkan giginya ke dokter gigi.
Menurut David Bret dalam Living on the Edge: The Freddie Mercury Story, suara Freddie aslinya bertipe bariton. Namun Freddie mampu mencapai nada rendah bass (F2) sampai nada tinggi sopran (F6). Lead singer The Who Roger Daltrey sampai memuji vokal Freddie. “Dia penyanyi rock and roll terbaik sepanjang masa. Dia bisa menyanyikan lagu manapun dengan gaya apapun. Dia bisa mengubah gaya vokal dari satu titik ke titik lain dan itu sebuah seni. Dia sungguh brilian,” ujarnya dalam sebuah wawancara kepada Jim O’Donnell 2013 silam.
Anak Pengungsi Berdarah Parsi
Freddie lahir di Stone Town, Kesultanan Zanzibar (kini Tanzania), 5 September 1946 dengan nama Farrokh Bulsara. Orangtuanya, Bomi dan Jer Bulsara, berasal dari Gujarat, India dan berdarah Parsi serta menganut Zoroaster (agama kuno Persia). Lesley-Ann Jones dalam Mercury: An Intimate Biography of Freddie Mercury mengupas, Freddie besar di Bombay (kini Mumbai) dan sudah getol dengan musik rock and roll sejak usia 12 tahun dengan membentuk band The Hectics. Pada Februari 1963, Freddie pindah ke Zanzibar mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai kasir di sebuah Pengadilan Tinggi Kolonial Inggris di Zanzibar.
Setahun kemudian, Freddie dan keluarganya mesti mengungsi ke Feltham, Inggris, akibat Revolusi Zanzibar yang banyak memakan korban para imigran Arab dan India. Sembari meneruskan pendidikan, Freddie nyambi kerja di Bandara Heathrow sebagai kuli angkut bagasi. Kala merintis kebintangannya bersama Queen, medio 1970, Freddie resmi mengganti menjadi Freddie Mercury. Freddie merupakan nama panggilannya kala di sekolah asrama di India dan Mercury adalah planet terdekat dari matahari dan dalam kepercayaan Zoroaster merupakan lambang pembawa kebenaran dan cinta.
Pencetus Nama dan Lambang Queen
Queen terbentuk dari lungsuran anggota Smile yang ditinggal vokalis utamanya, Tim Staffell. Mereka pertamakali tampil di Prince Consort Road, 18 Juli 1970 dengan nama Queen, yang dicetuskan Freddie. “Nama itu terdengar sangat megah. Nama yang kuat, sangat universal dan sangat dekat dengan kami,” sebut Freddie dalam Queen: Uncensored on the Record.
Selain memberi nama pada bandnya, Freddie juga mendesain logo Queen. Logo kreasi Freddie itu berangkat dari logo zodiak keempat personel Queen. Kesemuanya dibentuk Freddie laiknya lambang Kerajaan Inggris dengan tambahan seekor burung phoenix di atas lambang Q sebagai inisial Queen. Lambang ini diciptakan Freddie sebelum Queen menelurkan album pertamanya yang rilis pada 13 Juli 1973.
Kolektor Perangko
Freddie punya hobi tak lazim bagi kebanyakan rockstar, yakni mengoleksi perangko. Disitat dari situs The British Postal Museum and Archive (BPMA), 5 September 2012, Freddie sudah mulai mengoleksi perangko sejak usia sembilan tahun. Tidak hanya perangko-perangko asal Inggris dan negara-negara persemakmurannya, beberapa dari koleksinya juga berasal dari Eropa Timur. Kegemarannya itu menurun dari sang ayah yang juga filatelis.
Ketika Freddie meninggal pada 24 November 1991, album koleksi perangkonya tak ikut dikremasi bersamaan dengan jasadnya sebagaimana lazimnya penganut Zoroaster yang dikremasi bersama barang-barang miliknya. Ayah Freddie memutuskan untuk tetap menyimpannya. Pada 17 Desember 1993, BPMA membelinya. Uang hasil penjualannya didonasikan keluarga Freddie kepada Mercury Phoenix Trust, yayasan amal peduli pengidap HIV/IDS yang didirikan Brian May, Roger Taylor, Jim Beach (manajer terakhir Queen), dan Mary Austin (eks-tunangan Freddie).
Cinta Mati Freddie
Akhir 1970-an, cerita-cerita tentang orientasi seksual Freddie yang menyimpang mulai berhamburan. Pada akhirnya, Freddie diketahui punya pasangan pria bernama Jim Hutton meski pernikahan sesama jenis di Inggris saat itu masih dilarang. Gara-gara itu pula Freddie lantas terjangkit AIDS.
Meski begitu, Freddie tak pernah bisa melepas satu nama perempuan dari hatinya: Mary Austin. “Semua pacarku (kekasih gay) bertanya kenapa mereka tak bisa menggantikan Mary, sederhananya mustahil. Bagiku, dia seperti istri. Bagiku, hubungan kami laiknya pernikahan. Kami saling percaya dan itu sudah cukup bagiku. Aku tak bisa jatuh cinta pada pria sebagaimana aku jatuh cinta padanya,” kata Freddie dalam sebuah wawancara pada 1985, dikutip Lesley-Ann Jones dalam Mercury: An Intimate Biography of Freddie Mercury.
Mary sendiri mantan pacar Brian May (gitaris Queen) dan baru bertemu Freddie pada 1969. Mereka berpacaran setelah pertemuan pertama. Tiga tahun berselang, Freddie melamarnya. Walau Mary bersedia, mereka tak pernah menikah lantaran pada 1976 Freddie mengakui dirinya biseksual.
Meski gagal menikah, Mary dan Freddie tetap bersahabat. Setelah Freddie meninggal, Mary mewarisi mansion mewah Freddie Garden Lodge di Kensington. Kisah cinta mereka diabadikan Freddie dalam tembang “Love of My Life”.
Hari-Hari Terakhir Freddie
Pada April 1987, Freddie didiagnosis positif mengidap AIDS kendati isu tentangnya sudah mengorbit di berbagai media massa pada Oktober 1986. Bantahan berulangkali yang dibuat Freddie akhirnya tak berarti ketika The Sun pada November 1990 mengabarkan bahwa Freddie mengidap penyakit serius. Dalam konferensi pers tanggal 22 November 1991, Freddie pun mengakuinya. Dia selalu menyembunyikannya karena itu persoalan pribadi, bukan konsumsi publik.
Kondisi fisik Freddie makin memprihatinkan seiring perjalanan waktu. Selain didampingi Jim Hutton, pacar gay-nya yang tinggal serumah, Freddie sering dijenguk Mary Austin. Mary ikut menemani Freddie hingga kepergian abadinya pada malam 24 November 1991. Resminnya, kematian Freddie disebabkan pneumonia, salah satu kondisi komplikasi dari AIDS. Sebagai penganut Zoroaster, Freddie lalu dikremasi di West London Crematorium. Dalam wasiatnya, Freddie berpesan agar abunya disimpan oleh Mary untuk kemudian dikubur di suatu lokasi tersembunyi.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar