Feng Shui dari Makam sampai Nasib
Ilmu tata letak ala Tiongkok ini masih populer. Bisa mendatangkan nasib baik.
PADA 1980, Denys Lombard mengunjungi tempat seorang pemahat nisan di Surabaya dan menyaksikan sebuah kompas Cina (luopan) yang masih baru dan diimpor dari Taiwan.
Luopan biasa dipakai untuk menunjuk arah, sedangkan untuk ukuran dipakai penggaris khusus dengan panjang 43 sentimeter. Kedua alat ini dipakai dalam ilmu ruang Cina atau fengshui.
“Teknik-teknik itu telah diperkenalkan di Jawa paling tidak sejak abad ke-17,” tulis Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya.
Fengshui didasari gagasan kuno bahwa manusia harus hidup selaras dengan kosmos, khususnya aturan-aturan pembangunan rumah. Stephen Skinner dalam The Living Earth of Manual Feng Shui mencatat, eksistensinya berasal dari zaman Tao pada 1300 SM.
Dalam Feng Shui: Chinese Vaastu for Better Living and Prosperity, Bhojraj Dwivedi menulis, awalnya fengshui digunakan untuk menentukan letak makam. Orang Tionghoa meyakini bahwa roh orangtua atau leluhur dapat mengalirkan chi yang dapat memberikan pengayoman, perlindungan, dan berkah kepada keturunannya. Itulah kenapa makam orang Tionghoa rata-rata bagus, bahkan mewah, dan berada di tempat yang nyaman.
Baca juga: Menggali sejarah pemakaman
Biasanya, tanah-tanah untuk makam itu dimiliki Kongkoan atau dewan yang terdiri dari para mayor, kapten, dan letnan cina. “Tanah dengan fengshui baik biasanya dijual kepada anggota masyarakat yang berada, sedangkan yang sisanya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu secara cuma-cuma,” tulis Myra Sidharta dalam pengantar buku Riwayat Semarang karya Liem Thian Joe.
Dari makam, fengshui merambah ke rancangan rumah atau ruko dan kota. Sekarang engshui bahkan merambah sampai ke soal cinta, logo, dan peruntungan di tiap tahun.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar