Fakta dan Dramatisasi The Professor and the Madman
Kisah filolog jenius perumus kamus bahasa Inggris Oxford yang jadi pasien rumahsakit jiwa diangkat ke layar perak. Peringatan spoiler!
DI sebuah lorong gelap ruang bawah tanah di London, Inggris pada suatu hari di tahun 1872, dr. William Chester Minor (diperankan Sean Penn) dituntun sipir menuju ruang sidang dengan raut wajah dingin. Ia didakwa membunuh seorang pria bernama George Merrett.
Namun karena pertimbangan ketidakwarasan Minor, hakim mengamini kesimpulan tak bersalah dari para juri. Minor lalu divonis tahanan di Rumahsakit Jiwa Broadmoor.
Kehebohan berita tentang kasus yang menjadi pemberitaan berbagai suratkabar itu sampai ke filolog James Murray (Mel Gibson). Tak dinyana, Murray di kemudian hari bersua langsung dengan Minor dalam misi besar merampungkan kamus besar bahasa Inggris terbitan Oxford University Press.
Begitulah prolog film drama The Professor and the Madman yang disajikan sutradara PB Shemran alias Farhad Safinia.
Adegan lantas beralih ke sebuah rapat di aula perpustakaan besar di Universitas Oxford. Para akademisinya sedang mendengarkan dengan seksama presentasi Murray.
Murray merupakan orang yang dipercaya memimpin perampungan proyek kamus The New English Dictionary on Historical Principles. Proyek tersebut mangkrak dua dekade meski telah dipegang para profesor di Universitas Oxford.
Pemilihan Murray tak lepas dari dukungan sahabatnya, Frederick James Furnivall (Steve Coogan). Furnivall percaya bahwa perumusan kamus itu butuh sebuah gebrakan dan metode-metode non-konvensional. Dalam pandangannya, orang yang tepat hanya Murray yang dikenalnya punya segudang pengetahuan linguistik meski putus sekolah sejak usia 14 tahun. Murray juga merupakan poliglot 11 bahasa yang fasih dialek Aramaik, Koptik, Vaudois, Teutonik, Syria, hingga Provençal meski tak punya satupun gelar sarjana. Dengan pengetahuan skill Murray itulah Furnivall mengajukan nama Murray.
Gebrakan Murray dimulai dengan mengajukan permohonan partisipasi semua orang yang hidup di bawah payung kolonialisme Britania Raya dan dilegitimasi Universitas Oxford. Dari semua kontribusi via surat yang datang kepadanya, Murray menyaringnya bersama tim yang ia bentuk. Istri dan 11 anaknya ada di dalam tim.
Meski begitu, tetap ada sejumlah kata yang sukar ditemukan definisinya oleh Murray dan timnya. Bahkan sampai membuatnya frustrasi. Di tengah kefrustrasian itu, muncullah beberapa kontribusi solutif dari seorang pasien RSJ Broadmoor. Kontributor itu adalah Minor.
Besarnya arti kontribusi Minor membuat Murray membulatkan tekad untuk menjenguk Minor ke RSJ Broadmoor. Di situlah kedua figur yang sangat berjasa meracik kamus Oxford bertatap muka.
Bagaimana kelanjutan drama yang menaungi keduanya? Baiknya Anda saksikan sendiri The Professor and the Madman yang sudah diputar di bioskop-bioskop sejak 10 Mei 2019 namun masih bisa ditonton secara streaming lewat Mola TV yang menayangkannya sejak 8 Oktober 2020.
Dramatisasi
The Professor and the Madman bisa jadi salah satu tontonan menghibur sekaligus mencerahkan di masa pandemi COVID-19 ini. Kamus hasil karya dua tokoh utama dalam film itu begitu lekat dengan kita mengingat sejak abad ke-20 kamus itu sudah tersebar luas, termasuk ke Indonesia. Belum lagi secara teknis, di mana pengambilan gambarnya sedari awal hingga akhir diproses dengan presisi oleh editor Dino Jonsater. Sisi entertainment kian kuat dengan iringan musik klasik dari komposer Bear McCreary. Penonton bakal terbawa ke suasana London era pertengahan abad ke-19.
The Professor and the Madman diadaptasi dari biografi dr. Chester Minor karya jurnalis Simon Winchester, The Surgeon of Crowthorne: A Tale of Murder, Madness and the Love of Words yang terbit 1997. Setahun kemudian, Mel Gibson mendapatkan hak untuk memfilmkannya walau upaya mengangkat kisahnya ke layar perak baru bisa digarap mulai 2016 dan rampung dua tahun kemudian. Sebelum memfilmkan, Gibson dan sang sutradara terlibat konflik dengan Voltage Pictures selaku distributor.
Lantaran dialihwahanakan dari buku ke layar lebar, dramatisasi dimasukkan demi menghasilkan racikan film yang menarik meski harus melenceng dari fakta. Penyebutan “profesor” pada tokoh Murray contohnya. Meski gelar profesi itu tak pernah disandang Murray, tim produksi berdalih memakai sebutan itu berdasarkan apa yang ditulis Winchester.
Winchester sendiri pada 1998 mengubah judulnya menjadi The Professor and the Madman: A Tale of Murder, Insanity, and the Making of the Oxford English Dictionary setelah menerima saran untuk edisi yang khusus dirilis di Amerika dan Kanada. Adalah Larry Ashmead, editor Penerbit Harper Collins, yang menyarankan Winchester mengubah judulnya agar kisah perumusan kamus itu lebih mengundang minat pembaca.
“Dia (Ashmead) bilang, ‘Saya bisa membuatnya laris. Kita bisa membuat kisah perumusan kamus menjadi cerita keren. Penerbit di Inggris menyebut The Surgeon of Crowthorne. Tapi tiada satupun di sini (Amerika) yang tahu di mana itu Crowthorne. Kita beri judul The Professor and the Madman.’ Tetapi saya katakan tidak ada seorang profesor di antara mereka. Namun Larry meyakinkan saya untuk tetap memakai judulnya dan hasilnya terjual jutaan copy,” tulis Winchester dalam kolom obituari mengenang Ashmead yang dimuat The Guardian, 28 September 2010.
Dramatisasi tak sesuai fakta lain adalah tentang pemberian terbitan pertama kamus Oxford yang memuat ribuan entri kontribusi Minor. Dalam film, kamus itu diberikan langsung oleh Murray saat menjenguk Minor di Broadmoor. Padahal, menurut Winchester dalam biografi Minor, kamus itu diberikan oleh Eliza Merrett, janda enam anak yang suaminya dibunuh Minor.
Dramatisasi tak sesuai fakta terpenting adalah soal asmara di antara Minor dan Eliza Merrett (diperankan Natalie Dormer). Minor kenal Eliza setelah dikenalkan sipir RSJ Broadmoor Muncie (Eddie Marsan). Muncie mendatangi Eliza untuk memberikan uang pensiunan Minor sebagai purnawirawan kapten Angkatan Darat Amerika, sesuai permintaan Minor.
Sebagaimana dituliskan Winchester, memang benar bahwa Minor rutin mengirimkan uang pensiunannya kepada Eliza semenjak jadi pasien di RSJ Broadmoor. Minor bahkan juga mengirimkan uang hibah dari ibu tirinya yang dikirimkan dari Amerika.
Namun, perkenalan Minor dan Eliza bukan diperantarai sipir RSJ, melainkan dari utusan Kedutaan Amerika di London. Setelah perkenalan itu, Eliza mengunjungi Minor di Broadmoor pada awal 1880. Keduanya akhirnya saling berkirim surat dan Eliza kemudian sering mengirimkan paket buku dari London ke RSJ Broadmoor. “Salah satu yang dikirimkannya adalah terbitan pertama Murray kamus edisi pertama yang diterbitkan pada April 1879,” tulis Winchester.
Baca juga: Seberg Melawan Arus
Dari hubungan itu, Minor perlahan jatuh hati pada Eliza. Dalam film, cinta yang dirasakan Minor tetap berkalang rasa bersalah. Karena itu Minor sampai melakoni autopenectomy (memotong alat kelamin sendiri) demi mencegah perasaannya terhadap Eliza bergulir lebih jauh.
Padahal menurut Winchester, Minor melakukannya setelah mengalami schizophrenia. Ia berhalusinasi melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Winchester tak pernah mengungkapkan ada hubungan lebih intim antara Eliza dan Minor.
“Tidak ada suasana khusus yang eksis dalam pertemuan antara Minor dan Eliza selain sekadar pertemuan biasa dan formal. Dalam setiap pertemuannya, Minor selalu mengemukakan rasa penyesalannya. Tetapi Eliza sudah memaafkan kejadian itu dan menerimanya dengan lapang dada. Eliza memahami bahwa pembunuhan itu terjadi ketika Minor tak mengetahui mana orang yang benar dan salah,” sambung Winchester.
Deskripsi Film:
Judul: The Professor and the Madman | Sutradara: Farhad Safinia (P.B. Shemran) | Produser: Nicholas Chartier, Gaston Pavlovich | Pemain: Mel Gibson, Sean Penn, Natalie Dormer, Steve Coogan, Ioan Gruffud, Stephen Dillane, Eddie Marsan, Jennifer Ehle | Produksi: Icon Entertainment International, Fastnet Films, Voltage Pictures | Distributor: Vertical Entertainment | Genre: Drama Biopik | Durasi: 124 Menit | Rilis: 10 Mei 2019, 8 Oktober 2020 (Mola TV).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar