Eksotiknya Akar Sejarah Karnaval Rio
Karnaval terbesar dunia paling dinanti jutaan warga Brasil dan turis global. Bermula dari tradisi pendatang Romawi yang dilestarikan kaum kolonial.
JUTAAN orang sudah bersiap menyambut pesta jalanan terbesar di dunia, Carnaval do Rio de Janeiro alias Karnaval Rio di Brasil. Ajang itu menghadirkan parade ribuan penari dan peserta karnaval berkostum flamboyan, glamor, eksotis hingga vulgar. Tahun ini karnaval itu “direcoki” kecemasan akan virus corona yang tengah mewabah di 27 negara dan menjangkiti sekira 60 ribu orang di seluruh dunia.
Karnaval Rio biasanya digelar tahunan selama sepekan, dimulai setiap hari Jumat jelang ibadah puasa prapaskah (51 hari sebelum Paskah) dalam Katolik, agama yang dianut mayoritas rakyat Brasil. Untuk tahun ini, Karnaval Rio rencananya dihelat sepanjang 21-26 Februari 2020.
“Memang wabah virus (corona) itu mengkhawatirkan karena akan ada banyak orang bepergian ke sana-sini dan juga banyak turis datang ke sini dari segenap penjuru dunia,” terang pejabat dinas kesehatan kota Rio de Janeiro Patricia Guttman, dikutip Daily Mail, Kamis (13/2/2020).
Baca juga: Wabah-Wabah Penyakit Pembunuh Massal
Meski hingga saat ini belum ditemukan kasus virus corona di “Negeri Samba”, setidaknya 34 dari 60 ribu orang yang terjangkit di seluruh dunia merupakan warga Brasil di luar negeri.
“Namun kami siap untuk (menggelar) karnaval,” tegas Guttman. Sebagai langkah pencegahan, pemerintah kota Rio sudah menyiapkan 120 kamar karantina di berbagai rumahsakit serta melatih tenaga-tenaga medis untuk mendeteksi gejala-gejala virus corona. Tak ketinggalan, para tenaga medis yang bersiaga dalam karnaval bakal dilengkapi masker dan pakaian khusus antivirus siap pakai jika terdeteksi ada kasus virus corona.
Secuil Tradisi Romawi hingga Portugis
Hingga zaman kiwari, belum ada peneliti yang bisa memastikan detailnya sejak kapan akar Karnaval Rio berhulu. Namun beberapa bukti mengejutkan. Festival semacam itu, kata bukti-bukti tersebut, sudah ada sejak eksisnya permukiman penjelajah Romawi di beberapa wilayah di Brasil sejak tahun 19 SM. Mereka datang jauh sebelum bangsa Portugis yang dipelopori Pedro Álvares Cabral pada tahun 1500.
Maka ada kisah perayaan semacam Karnaval Rio berawal dari pesta yang acap digelar para pendatang Romawi di Rio, dalam rangka perayaan penghormatan terhadap Bacchus, dewa anggur. Kisah ini diperkuat oleh penemuan sejumlah artefak dari bangkai kapal era Romawi pada 1976 di Teluk Guanabara oleh beberapa nelayan pemburu lobster.
Sejarawan Gary Fretz menyimpulkan dalam esainya “The First Europeans to Reach the New World”, dikutip Frank Joseph dalam The Lost Colonies of Ancient America, bahwa orang Eropa pertama yang datang ke Brasil tak lain adalah bangsa Romawi, bukan bangsa Portugis di permulaan abad ke-16. Seiring dengan bermukimnya bangsa Romawi, sejumlah tradisi seperti perayaan pemujaan Dewa Bacchus, turut mereka sebarkan.
Baca juga: Klenik di Balik Final Italia vs Brasil
Semua bermula karena garam, komoditas paling berharga bagi manusia di zaman itu. “Bangsa Romawi punya tempat produksi garam yang besar di Ilha do Sal (pulau garam, kini Pulau Sal) di Kepulauan Cape Verde, 350 mil lepas pantai Afrika Barat. Lokasinya terletak dalam garis lurus arus gelombang panas dan angin kering dari Gurun Sahara yang sangat mudah bisa membawa kapal garam Romawi terdampar ke Teluk Guanabara,” ujar Fretz.
Setelah Romawi runtuh, tradisi itu turut terhenti. Perayaan besar semacam pesta serupa dan jadi cikal bakal Karnaval Rio adalah perayaan Entrudo yang dibawa bangsa Portugis. Perayaan itu asalnya merupakan tradisi dari Kepulauan Madeira dan Cape Verde. Beberapa sumber menyebut bahwa Entrudo sudah sering digelar di Brasil sejak abad ke-16, setelah kedatangan Cabral.
Meski begitu, ungkap John J. Crocitti dan Monique Vallance pada risetnya yang disusun dalam Brazil Today: An Encyclopedia of Life in the Republic, gelaran Entrudo pertama yang tercatat arsip sejarah Portugis terjadi pada 1641. Seperti halnya Karnaval Rio saat ini, Entrudo juga digelar jelang puasa prapaskah.
“Perayaannya dihelat di jalan-jalan, di mana orang-orang menggelar perang air yang mereka saling lempar dengan ember, limões de cheiro, semacam bola lilin yang diberi pengharum, dan tak ketinggalan perang telur dan tepung,” jelas Crocitti dan Vallance.
Entrudo mulanya sekadar perayaan bagi kelas menengah bangsa Portugis dan para budak. Oleh karenanya Entrudo acap dihelat dengan parade kreasi kostum glamor para budak meniru para tuan mereka.
Seiring dihapuskannya perbudakan di Brasil pada 1888, Entrudo tak lagi hanya dinikmati kelas pekerja, warga kulit hitam, dan mulattos (blasteran Afro-Eropa). Kaum elit ikut menikmatinya.
Pasca-kemerdekaan Brasil pada 1822 yang mengakibatkan ditinggalkannya warisan Portugis, mereka membuat perayaan yang lebih teroganisir pengganti Entrudo. Ranchos carnavalescos, misalnya. Di awal abad ke-20, perayaan ranchos carnavalescos masih tertular pengaruh tradisi kaum Afro-Brasil era perbudakan, yakni blocos dan cordões. Pengaruh itu dipertahankan hingga kini sebagai ciri khas Karnaval Rio.
Sejarawan Brasil Ana Lucia Araujo dalam Public Memory of Slavery memaparkan, blocos adalah semacam kirab kreasi kontemporer raksasa yang diusung, dan cordões adalah parade penari yang memakai kostum-kostum glamor, flamboyan, dan vulgar. Keduanya dibawakan oleh Escola de Samba atau sekolah Samba, organisasi kontes kostum yang berdiri sejak 1928.
“Escola de Samba mayoritas terdiri dari warga Afro-Brasil, kegiatan mereka dimasukkan secara resmi ke perayaan karnaval oleh pemerintahan (presiden) Getúlio Vargas. Di periode yang sama, Komisi Pariwisata Brasil juga mulai mensponsori Escola de Samba jelang persiapan parade sepanjang tahun,” ungkap Araujo.
Sejak saat itu, Karnaval Rio tak hanya sekadar perayaan jelang puasa prapaskah, namun juga ajang kontes kostum dan kirab. Meski mulanya Karnaval Rio digratiskan untuk umum, namun per 1961 ia menjadi tontonan berbayar.
Baca juga: Pesta Petasan Memakan Korban
Tambahkan komentar
Belum ada komentar