Dulu Cabbage Patch Kids, Kini Labubu
Jauh sebelum boneka Labubu viral hingga membuat orang antre berjam-jam, sebuah boneka menghebohkan masyarakat AS hingga memicu pertikaian karena saling berebut untuk mendapatkan boneka itu.
BONEKA Labubu tengah menjadi sensasi dunia. Boneka bertelinga panjang yang berujung lancip dan memiliki senyum nakal yang dihiasi dengan gigi-gigi runcing itu merupakan bagian dari The Monster, sekelompok karakter fiksi dalam buku cerita anak-anak yang diciptakan oleh Kasing Lung pada 2015. Seniman asal Hong Kong itu terinspirasi dari dongeng Nordik dan mitologi Viking. Setelah dirilis, The Monster sukses menarik perhatian masyarakat hingga menarik minat Pop Mart, perusahaan mainan karakter yang terkenal dengan konsep blind box, untuk memproduksi dan menjualnya dalam bentuk mainan tahun 2019.
Di antara sejumlah karakter The Monster, Labubu yang paling terkenal. Popularitasnya semakin meningkat setelah bintang K-Pop Lalisa Manoban atau Lisa Blackpink mengunggah video tengah memeluk dan memegang boneka Labubu di akun media sosialnya beberapa waktu lalu. Unggahan wanita yang memiliki pengikut mencapai 104 juta di Instagram itu segera menarik perhatian banyak orang dari berbagai negara yang langsung memburu boneka tersebut.
Tak butuh waktu lama hingga Labubu menjadi tren global. Tak hanya di Indonesia, demam Labubu juga melanda negara lain seperti Malaysia, Thailand, Jepang, hingga Cina. Antrean mengular di sejumlah toko Pop Mart. Orang-orang rela antre berjam-jam demi mendapatkan boneka yang dijual dengan harga bervariasi, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah tergantung jenis dan ukurannya.
Baca juga:
Kegilaan terhadap boneka bukan kali ini saja terjadi. Pada 1980-an, para orang tua di Amerika Serikat rela mengantre berjam-jam, bahkan hingga berdesakan dan saling dorong demi mendapatkan sebuah boneka yang menjadi impian hampir seluruh anak-anak di Negeri Paman Sam. Boneka itu adalah Cabbage Patch Kids. Kendati dikritik sejumlah pihak karena tampilannya yang biasa-biasa saja –bahkan disebut tidak rupawan– boneka ini menjadi populer karena dua hal, yakni memiliki penampilan berbeda satu sama lain, dan memasarkan boneka dengan konsep adopsi.
Penampilan berbeda pada masing-masing Cabbage Patch Kids dikarenakan boneka itu di masa-masa awal kemunculannya pada akhir 1970-an diproduksi dengan tangan atau handmade. Dengan mengandalkan teknik cetakan jarum yang diajarkan oleh ibunya, Xavier Roberts mulai membuat Cabbage Patch Kids. Setiap boneka yang dibuatnya memiliki tampilan dan gaya berpakaian yang unik, sama seperti orang sungguhan.
Awalnya, Roberts menyebut boneka-boneka itu Little People Original dan memasarkannya terutama kepada para penggemar seni dan kerajinan. Sejak awal kemunculan boneka tersebut, pria kelahiran 31 Oktober 1955 itu selalu menolak untuk menyebut Little People sebagai boneka. Ia justru memperlakukan mereka layaknya seorang bayi atau “manusia kecil”. Hal ini pula yang mendorong Roberts mengubah stannya di pameran menjadi agen adopsi boneka.
“Dengan mengenakan topi koboi khasnya, Roberts berbicara kepada anak-anak di pameran kerajinan tentang tanggungjawab memiliki Little Person. Ketika dia yakin mereka siap, ia meminta anak-anak mengisi dokumen adopsi sebelum membawa pulang boneka-boneka itu,” tulis Sharon M. Scott dalam Toys and American Culture: An Encyclopedia.
Seiring dengan popularitas yang meningkat, Roberts kemudian membuka Babyland General Hospital di kota kelahirannya, Cleveland, Georgia, pada 1979. Di dalamnya, ratusan boneka-boneka ciptaannya menunggu dengan sabar di kamar bayi untuk diadopsi. Untuk lebih mendukung, Roberts dan pegawainnya mengenkan jas lab putih saat mengantarkan boneka-boneka bayi dari induk kubis raksasa. Pengunjung rumah sakit diizinkan untuk menamai “bayi-bayi” yang baru lahir.
Di sisi lain, Christopher Byrne menjelaskan dalam Toy Time! pada periode itu pula Roberts mulai mengganti nama boneka-bonekanya dari Little People menjadi Cabbage Patch Kids. Perubahan nama itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya sengketa karena Fisher Price, perusahaan AS yang memproduksi mainan edukasi untuk bayi hingga anak prasekolah, juga memiliki nama Little People. Di tengah proses mencari nama baru itulah ia memiliki ide tentang anak-anak yang berasal dari ladang kubis.
Baca juga:
“Di Babyland General, anak-anak dapat melihat boneka yang akan mereka adopsi yang ‘dilahirkan’ di kebun sayur yang ditata dengan cermat. Oleh karena itu, mereka diberi nama Cabbage Patch Kids,” tulis Byrne. Selain itu, seperti halnya bayi sungguhan, setiap boneka yang dipasarkan Roberts juga dilengkapi dengan akta kelahiran dan surat-surat adopsi.
Aktivitas di Babyland General menarik perhatian para orang tua di seluruh Amerika Serikat yang segera berdatangan ke sana untuk mendapatkan salah satu boneka. Minat terhadap boneka ini juga menarik Coleco, perusahaan mainan, untuk membeli hak paten boneka ini dan memproduksinya secara massal. Pihak perusahaan menyadari bahwa sebagian besar daya tarik boneka-boneka itu adalah fakta bahwa masing-masing boneka tersebut berbeda, seperti halnya setiap anak sungguhan, dan Coleco menemukan cara untuk membuat setiap boneka menjadi unik dengan memvariasikan warna mata, kulit, rambut, lesung pipi, letak freckles, bentuk mulut, hingga pakaian boneka. Kemampuan manufaktur Coleco yang canggih memungkinkan perusahaan meniru jenis variasi yang dicapai Roberts dengan boneka buatan tangannya.
Tak hanya itu, Coleco juga mempartahankan taktik pemasaran dengan menggunakan sistem adopsi. Mereka melampirkan “akta kelahiran” yang realistis dan dokumen adopsi yang meminta “orang tua” untuk mengangkat tangan kanan mereka di depan orang lain untuk berjanji menjaga Cabbage Patch Kids dengan sepenuh hati. Selain itu, setiap boneka juga dilengkapi dengan kartu yang menggambarkan ciri-ciri kepribadian khusus. “Lebih jauh lagi, ketika anak-anak mengirimkan bukti adopsi, boneka tersebut akan mendapatkan kartu yang dipersonalisasi pada hari ulang tahun pertama boneka itu,” tulis Byrne.
Keputusan untuk memproduksi massal Cabbage Patch Kids ternyata sangat tepat. Sebab, ketika boneka-boneka itu mulai menyerbu toko-toko mainan di penjuru negeri Paman Sam, kegaduhan akibat boneka ini terjadi di mana-mana. Pada minggu-minggu sebelum Natal 1983, permintaan mencapai puncaknya. Orang-orang berkumpul di berbagai toko, saling berebut untuk mendapatkan boneka ini sebagai hadiah Natal. Richard A. Johnson mengisahkan dalam American Fads bahwa seorang wanita di Wilkes Barre, Pennsylvania, mengalami patah kaki saat ia terjebak di tengah-tengah seribu pembeli yang telah menunggu selama delapan jam untuk mendapatkan Cabbage Patch Kid di sebuah pusat perbelanjaan.
“Insiden yang paling terkenal adalah ketika sebuah stasiun radio Milwaukee menyiarkan bahwa dua ribu boneka akan dilemparkan dari pesawat B-29 yang berputar-putar di atas County Stadium. Para pembeli hanya perlu memegang kartu American Express dan mengacungkannya ke udara. Dua lusin orang yang tertipu, dengan mata tertuju ke langit, muncul dalam cuaca dingin yang menusuk tulang untuk mendapatkan Cabbage Patch Kids,” tulis Johnson.
Selama tahun 1980-an, perkelahian di antara para ibu yang memperebutkan Cabbage Patch Kids mewarnai pemberitaan di televisi pada musim Natal. Para orang tua seakan kehilangan akal sehatnya ketika berusaha mendapatkan boneka yang diidam-idamkan anak mereka. Rak-rak yang disediakan untuk Cabbage Patch Kids segera kosong tak lama setelah terisi penuh.
Menurut Byrne, pemberitaan mengenai demam Cabbage Patch Kids yang melanda Amerika Serikat membuat boneka ini menjadi mainan pertama yang berhasil menciptakan sebuah tren besar tahun 1980-an dan 1990-an. Tak hanya itu, boneka ini juga sukses mendominasi kehidupan masyarakat dengan munculnya berbagai produk yang mengasosiasikan diri dengan Cabbage Patch Kids. Dan bukan hanya di kalangan anak-anak; fantasi memiliki bayi yang unik begitu menggoda sehingga beberapa orang dewasa memperlakukan boneka-boneka ini seolah anak adopsi sungguhan.
Baca juga:
“Selain itu, demam Cabbage Patch juga mendobrak hal-hal yang sebelumnya dianggap tabu. Untuk pertama kalinya, anak laki-laki menganggap fantasi menjadi orang tua itu menarik, dan banyak orang tua yang membeli boneka-boneka itu untuk anak laki-laki mereka. Anak laki-laki mengadopsi boneka? Dunia memang sedang berubah,” tulis Byrne.
Besarnya permintaan terhadap Cabbage Patch Kids yang menyebabkan kelangkaan di sejumlah toko mainan tak hanya mendorong munculnya calo dan pengepul yang menjual boneka ini dengan harga berkali-kali lipat, tetapi juga melahirkan tiruan-tiruan yang lebih murah dan dalam jumlah banyak. Di antara boneka-boneka tiruan itu adalah Flower Kids, Pumpkin Kids, Blossom Babies, dan Cauliflower Babies, yang mengenakan pakaian rajutan Italia dan keluar dari “kembang kol” plastik mereka sendiri. Roberts kemudian membawa beberapa peniru ke pengadilan, menuntut beberapa produsen dengan tuduhan pemalsuan dan yang lainnya dengan pelanggaran hak cipta.
Kendati begitu populer di kalangan masyarakat, Cabbage Patch Kids nyatanya tak mampu mempertahankan penjualannya, dan justru mengalami penurunan di pengujung tahun 1980-an. Pada 1986, Coleco telah memproduksi boneka-boneka itu secara berlebihan. Meski ada upaya untuk memperbaiki lini produk dengan menambahkan fitur-fitur baru, demam Cabbage Patch Kids pada akhirnya berakhir, dan Coleco menyatakan bangkrut pada 1988.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar