Cerita Kumis Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah
Kemenangan Raja Haji Fisabilillah atas Belanda ditetapkan sebagai hari jadi Kota Tanjungpinang. Namun, akhirnya dia gugur dalam pertempuran melawan Belanda.
PADA 6 Januari 2016, Kota Tanjungpinang berusia 232 tahun. Penetapan hari jadi tersebut pada 1989. Tanggal tersebut merujuk pada peristiwa sejarah kemenangan Raja Haji Fisabilillah atas Belanda di Pulau Penyengat pada 6 Januari 1784.
Opu Daeng Celak alias Engku Haji adalah bangsawan Bugis yang bermigrasi ke Riau dan memperoleh gelar Yang Dipertuan Agung (pembantu sultan dalam urusan pemerintahan) Kerajaan Riau-Johor. Ketika dia wafat tahun 1744, anaknya, Raja Haji yang berusia 19 tahun diangkat menjadi Engku Kelana. Tugasnya mengatur pemerintahan dan menjaga keamanan seluruh wilayah Kerajaan Riau-Johor. Dia juga teribat dalam pertempuran melawan Belanda dalam Perang Linggi (1756-1758).
Menurut buku Jejak Pahlawan dalam Aksara yang diterbitkan Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia dan Departemen Sosial Republik Indonesia, sejak Raja Haji menjadi Yang Dipertuan Muda IV tahun 1777, Kerajaan Riau-Johor mengalami kemajuan pesat dalam bidang ekonomi, pertahanan, sosial-budaya, dan spiritual.
Raja Haji mengadakan perjanjian dengan Belanda. Salah satu isinya mengenai kapal asing yang disita Belanda atau Kerajaan Riau-Johor harus dibagi dua. Perjanjian tersebut dilanggar Belanda. Usaha Raja Haji mengadakan pembicaraan dengan Gubernur Belanda di Malaka mengalami kegagalan.
Pada 6 Januari 1784, pasukan Belanda mendarat di Pulau Penyengat. Pasukan Raja Haji berhasil mengalahkannya sehingga pasukan Belanda ditarik ke Malaka pada 27 Januari 1784. Raja Haji dibantu pasukan Sultan Selangor, menyerang Belanda di Malaka pada 13 Februari 1784. Dalam situasi kritis, pasukan Belanda mendapat bantuan dari armada yang dipimpin oleh Jacob Pieter van Braam, yang sedianya akan berlayar ke Maluku.
“Pertempuran meletus pada 18 Juni 1784, Raja Haji gugur dalam pertempuran tersebut bersama kurang lebih 500 orang pasukannya,” demikian tertulis dalam Jejak Pahlawan dalam Aksara.
Muhammad Sani, walikota Tanjungpinang (1985-1993) mengatakan bahwa Raja Haji telah ditetapkan sebagai Pahlawan Maritim Nasional dari Provinsi Kepulauan Riau, namun pengusulan sebagai Pahlawan Nasional sempat terhenti. Setelah menjabat Kepala Biro Bina Sosial Kantor Gubernur Kepulauan Riau, Sani mendapat tugas dari Wakil Gubernur Riau, Rustam S. Abrus, untuk mengurus kembali pengajuan Raja Haji sebagai Pahlawan Nasional.
Sani kemudian mengadakan seminar kepahlawanan Raja Haji. Untuk keperluan seminar itu, dibuatlah lukisan Raja Haji oleh Arius. “Saya selaku penanggung jawab seminar memberikan contoh gambar. Saya lupa di mana gambar itu saya kutip. Gambar tersebut saya serahkan kepada Arius,” kata Sani dalam memoarnya, Untung Sabut.
Gambar yang diserahkan Sani tidak berkumis. Tetapi, terjadi kejutan saat pembukaan seminar. Waktu selubung penutup lukisan dibuka oleh Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Riau, Baharuddin Yusuf, wajah Raja Haji berubah. Ada kumis melintang di wajahnya.
“Semua orang terkejut. Termasuk saya. Karena semua orang tahu gambar yang saya berikan tidak berkumis,” ujar Sani.
Baharuddin Yusuf tak kehilangan akal. Dia berusaha meredakan keterkejutan para peserta seminar, dengan mengatakan, “Inilah gunanya seminar, untuk mencari mana yang betul, wajah Raja Haji berkumis atau tidak berkumis.” Peserta pun tertawa.
Pemerintah menetapkan Raja Haji Fisabilillah sebagai Pahlawan Nasional pada 1997. Cucunya, yaitu Raja Ali Haji, yang disebut sebagai Bapak Bahasa Indonesia, juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2004.
[pages]
Tambahkan komentar
Belum ada komentar