Bruce Lee dalam 10 Fakta (Bagian I)
Legenda sejuta umat yang mengubah wajah beladiri dan industri film. Apa saja 10 kisah menariknya?
KIPRAHNYA memang tidak panjang, kematiannya pun sudah nyaris setengah abad. Namun, warisan yang ditinggalkan Bruce Lee masih bertahan hingga kini.
Bruce Lee telah menjadi ikon beladiri modern dan film laga di berbagai penjuru dunia. Visinya yang jauh ke depan membuka banyak pintu inspirasi bagi banyak orang untuk lebih membuka pemikiran baik urusan beladiri maupun perfilman.
Kepeloporan dan kiprah Bruce Lee itulah yang mendorong “Talk to Crew” Historia mengangkat tema “Anak Silat Ngomongin Bruce Lee” pada Kamis (21/7/22) lalu untuk memperingati 49 tahun wafatnya (20 Juli 1973) sang legenda.
Ada banyak warna yang membentuk “lukisan” kehidupan pribadi maupun karier Bruce Lee. Berikut empat di antara 10 fakta figur sang “Naga” yang dicintai beragam lapisan masyarakat dunia itu:
DNA Seniman dalam Darah Blasteran
Bruce Lee lahir di Jackson Street Hospital, San Francisco, Amerika Serikat pada pukul enam pagi 27 November 1940. Saat dilahirkan, ibunya, Grace Lee, tak didampingi suaminya, Lee Hoi-chuen. Sang suami masih disibukkan oleh agenda pertunjukan opera Kanton di New York. Oleh orang tuanya, bayi itu lalu dinamai Lee Jun Fan.
“Artinya (bahasa Kanton) ‘kembali lagi’ karena dia merasa putranya akan kembali lagi untuk hidup di Amerika. Salah satu perawat (sumber lain mengatakan seorang dokter) mengusulkan nama berbahasa Inggris ‘Bruce’ tetapi nama itu tak pernah digunakan sampai dia sekolah di La Salle College beberapa tahun kemudian,” ungkap Linda Lee, istri Bruce Lee, dalam biografi yang dituliskannya bersama Mike Lee, The Bruce Lee Story.
Usai tour Amerika setahun sang ayah, Bruce pun dibawa pulang ke Hong Kong. Masa kecil Bruce, pasca-Perang Dunia II, terbilang berkecukupan. Dia mendapat pendidikan yang baik. Ayahnya yang blasteran Inggris dan ibunya setengah Jerman (beberapa sumber menyebut Inggris) menyekolahkan Bruce ke Tak Son School, lalu sekolah Katolik La Salle College, walau kemudian pindah ke sekolah yesuit St. Francis Xavier.
Baca juga: Enam Aktor Asia Pemilik Piala Oscar
Lantaran ayahnya berkecimpung di dunia seni peran dan hiburan, Bruce sejak bayi sudah ikut muncul di layar. Orok Bruce diikutsertakan main sebagai figuran di film Golden Gate Girl (1941) oleh ayahnya.
Penampilan “serius” aktor cilik berjuluk “Siu-lung” (naga kecil) itu terjadi saat menginjak usia sembilan tahun. Bruce saat itu menjadi pemeran pembantu utama bersama ayahnya di film The Kid (1950).
“Hingga usia 18 tahun, Bruce sudah tampil di 20 film, termasuk peran utamanya di film terakhir sebagai aktor cilik, The Orphan. Ibunya berkisah Bruce menikmati jadi aktor cilik. ‘Biasanya ia dijemput mobil (tim produksi) jam dua pagi dan dia selalu berangkat dengan ceria. Saya tak pernah kesulitan membangunkannya setiap akan membuat film walau ceritanya lain jika saya harus membangunkannya setiap kali akan sekolah,’” imbuh Linda.
Naga Kecil yang Tengil
Kendati disekolahkan orangtuanya di tempat yang bonafid, prestasi akademik Bruce tidak cemerlang. Ia bahkan sampai pindah dari sekolah Katolik yang sangat ketat kedisplinannya di La Salle College ke sekolah Yesuit, St. Francis Xaverius. Temperamennya yang terbilang “sumbu pendek” juga membuatnya acap terlibat perkelahian di jalan.
“Terlepas dari kesuksesannya sebagai aktor cilik, Bruce menjadi pemimpin geng anti-Inggris di sekolahnya. Biasanya habis jam pelajaran, ia melampiaskan temperamennya kepada anak-anak Inggris di King George V School. Dari hinaan verbal diakhiri perkelahian di lapangan belakang sekolah. Perkelahian yang baru berakhir jika salah satu pihak kewalahan atau sampai datangnya polisi,” tulis Bruce Thomas dalam Bruce Lee: Fighting Spirit.
Situasi di Hong Kong perlahan berubah memasuki 1950-an. Banyak pengungsi dari daratan Cina membanjiri Hong Kong gegara berkuasanya rezim komunis di daratan. Tak terkecuali sejumlah pemuda anggota geng yang berafiliasi dengan perguruan kungfu ikut. Alhasil, Bruce si pembuat onar mulai sering kalah saat berkelahi. Ia pun memerlukan belajar beladiri.
“Dia tak tertarik dengan tai chi yang diajarkan ayahnya. Justru ia menemui seorang kawannya, William Cheung, untuk minta dikenalkan kepada Ip Man, gurunya. Mulanya Bruce tertarik pada wing chun sekadar untuk tarung jalanan,” lanjut Thomas.
Baca juga: Perjalanan Hidup Ip Man
Nahas bagi Bruce, Ip Man menolak mengajarkan wing chun padanya. Perkaranya karena Bruce blasteran Jerman-Inggris dan dianggap orang non-Cina. Kala itu, masih terdapat aturan yang melarang kungfu diajarkan kepada orang non-Cina.
Untungnya Cheung berkeras membantu Bruce. Berkat bujukannya, Ip Man mau menerima Bruce sebagai salah satu muridnya. Bruce bahkan seperti keruntuhan durian gegara murid lain tak berkenan latihan bareng dengannya yang blasteran. Bruce pun dilatih Ip Man tanpa teman, ibarat les private.
“Mungkin tidak lebih dari enam orang dari segenap perguruan wing chun yang dilatih secara personal atau bahkan secara terpisah oleh Ip Man. Bruce salah satunya,” kenang Cheung, dikutip majalah Black Belt edisi khusus kolektor musim panas 1993.
Dari pelatihan langsung oleh Ip Man itu, Bruce akhirnya bisa mendapat lebih banyak.
“Di bawah arahan Ip Man, akhirnya dia juga menyerap nilai-nilai yang lebih baik dari seni beladiri itu,” lanjut Thomas.
Juara Tinju dan Dansa Cha-Cha
Latihan wing chun di bawah bimbingan Ip Man bukan membuatnya tambah humble, justru menjadikan Bruce kian arogan. Padahal, sang grandmaster sudah berusaha menyalurkan energi para muridnya ke jalan benar semisal dengan ikut kompetisi pertarungan resmi.
Bruce pada akhirnya juga ikut kompetisi tinju amatir antarsekolah. Debutnya terjadi di Hong Kong High School Championship tahun 1958. Bruce langsung menjuarai turnamen itu usai meng-KO lawannya yang pemuda kulit putih di final. Ia menang lantaran memakai teknik wing chun.
“Sebelumnya saya tak pernah latihan tinju tapi saya memutuskan untuk masuk (turnamen) di masa SMA karena saya merasa wing chun saya sudah lumayan dan sepertinya juga tidak ada perbedaan jauh antara seni beladiri saya dan tinju. Saya mempelajari pukulan straight di wing chun dan saya menganvaskan lawan saya dengan pukulan itu,” kata Bruce dikutip M. Uyehara, salah satu sahabat dan murid Bruce Lee, dalam Bruce Lee: The Incomparable Fighter.
Baca juga: Jurus-Jurus Penghabisan Ip Man
Di tahun itu pula Bruce dikenal sebagai pedansa yang gemilang. Ia menang kontes Colony Cha-Cha Championsip.
“Setahun setelah mulai latihan kungfu (wing chun) dia juga belajar menari cha-cha. Mungkin salah satu alasannya karena ia naksir pasangan dansanya, Pearl Cho, meski di lain pihak juga (dansa) itu berpengaruh pada footwork dan keseimbangannya. Dia juga juara karena tak pernah setengah hati belajar dansa bersama sesama murid wing chun, Victor Kan di klub malam ‘Champagne’ di Tsimshatsui. Bruce punya catatan ratusan langkah dansa yang berbeda di dompetnya,” sambung Thomas.
Dari Mata Turun ke Hati
Tubuh tegap berbalut pakaian necis dan paras tampan Bruce menyedot perhatian gadis 17 tahun bernama Linda Emery, siswi SMA James A. Garfield, Seattle, Amerika, di suatu hari pada tahun 1962. Linda tak peduli cowok itu tengah digandeng cewek saat melewatinya dan teman-temannya di lorong sekolah.
“Saya sedang ‘ngerumpi’ dengan teman-teman saat saya melihatnya dan penasaran: ‘Siapa tuh?’ Kebangetan gantengnya dengan memakai topi dan mantel beige panjang dan menggandeng cewek Jepang alumnus SMA Garfield. Satu teman saya, Sue Ann Kay, merespon: ‘Oh, doi Bruce Lee. Dia mengajar filsafat Cina di kelas Pak Wilson.’ Itu pertamakali saya melihat dia walau butuh beberapa bulan kemudian bisa berkenalan secara resmi,” kenang Linda.
Saat itu Bruce sudah tiga tahun merantau di “Amrik”. Hobinya berkelahi dengan geng lain makin menjadi. Orangtuanya sudah jenuh melihat Bruce acap pulang dengan luka-luka atau mendengar laporan korban yang dihajar Bruce.
“Suatu kali Bruce menghajar seorang bocah sampai dilaporkan ke polisi. Ibu sampai harus menandatangani dokumen yang menyatakan ibu akan bertanggungjawab penuh asalkan jangan dipenjara. ‘Seorang polisi bilang, ‘jika dia (Bruce) terlibat satu perkelahian lagi, saya akan membuinya.’ Lalu ibu mengusulkan Bruce mengambil paspor Amerika. Ayah setuju, mengingat jika tetap di Hong Kong, prospek Bruce untuk meneruskan kuliah tidaklah menjanjikan,” kenang Robert Lee, adik Bruce Lee, dalam Bruce Lee: The Immortal Dragon.
Baca juga: Wing Chun Lahir dari Masa Pergolakan
Sebelum kuliah di Seattle, Bruce ke San Francisco pada April 1959 untuk tinggal dengan kakaknya, Agnes Lee. Setelah lulus di Edison Technical School, Bruce meneruskan kuliah ke tiga jurusan (seni teater, filsafat, dan psikologi) sekaligus di University of Washington.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Bruce membuka kwoon (sekolah kungfu) di kampusnya yang ia namai Lee Jun Fan Gung Fu Institute. Salah satu muridnya adalah Sue Ann. Sue Ann belajar kungfu kepada Bruce ternyata hanyalah modus untuk bisa mencomblangi Linda dengan Bruce.
“Pada suatu hari Minggu medio Agustus 1963 di pecinan, saya diajak Sue Ann masuk ke rubanah tempat dia latihan. Begitu Sue Ann memberi hormat, Bruce turut menyapa dan menyambut kami masuk ke kelasnya dan mulai ikut latihan. Siapa sangka setahun setelah itu saya menikah dengan seorang Bruce Lee,” tambah Linda.
Baca juga: Serba-serbi Superhero Pertama Asia
Sejoli itu kawin lari pada Agustus 1964 karena pernikahan lintas-ras masih dilarang di Amerika. Baik Linda dan Bruce sebisa mungkin menutupi hubungan mereka sampai mereka kabur dari Seattle ke Oakland, California.
“Dia ingin segera punya anak. Saat saya mengandung pun dia sudah memilih nama untuk anak laki-laki tanpa memikirkan nama anak perempuan. Anak laki-laki sangat penting baginya. Kakaknya, Peter, boleh saja jadi favorit ayahnya tapi Bruce ingin memberikan cucu laki-laki pertama,” imbuhnya.
Bersama Bruce, Linda melahirkan dua anak, Brandon Bruce Lee yang lahir pada 1965 dan Shannon Emery Lee empat tahun berselang. Di kemudian hari keduanya mengikuti jejak Bruce mendalami beladiri dan terjun ke perfilman.
Baca juga: Bruce Lee dalam 10 Fakta (Bagian II – Habis)
Tambahkan komentar
Belum ada komentar