Bayi Perempuan di Tengah Wabah Pes
Ketika menangani wabah pes di Malang, Cipto Mangunkusumo menemukan bayi perempuan malang. Dinamai sesuai penyakit itu: Pesjati.
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih membayangi dunia, kabar bahagia datang dari pasangan suami-istri dari India. Preeti Verma dan Vinay Verma dari negara bagian Chhattisgard dianugerahi bayi kembar, laki-laki dan perempuan, Jumat, 27 Maret 2020.
Si kembar kemudian diberi nama Covid dan Corona. Pasangan itu mengatakan bahwa nama-nama itu diberikan untuk mengingatkan mereka atas kesuliatan yang dihadapi sebelum melahirkan di tengah lockdown nasional di India.
“Persalinan terjadi setelah menghadapi beberapa kesulitan dan karenanya suami saya dan saya ingin menjadikan hari itu berkesan,” kata Preeti Verma sebagaimana diberitakan dailymail.co.uk.
Baca juga: Sudah Kena Pes Tertimpa Apes
Nama bayi yang terinspirasi dari wabah penyakit juga pernah terjadi di Indonesia. Tepatnya di Kota Malang ketika wabah pes menyerang pada 1910.
Cerita bermula kala banyak dokter Eropa yang menolak untuk menangani penyakit ini. Pemerintah Belanda pun kewalahan. Dokter Cipto Mangunkusumo kemudian tergerak untuk turut memberantas wabah ini dan menawarkan diri ke pemerintah Belanda.
“Ia segera mengirim kawat dengan pemerintah untuk masuk dinas pemerintah dan ditempatkan di daerah wabah itu. Tawaran ini diterima pemerintah,” tulis Soegeng Reksodihardjo dalam biografi Dr. Cipto Mangunkusumo.
Cipto begitu nekat dan cukup membahayakan dirinya sendiri ketika turun ke lapangan. Ia masuk ke pelosok-pelosok desa tanpa alat pelindung apapun bahkan sekadar penutup hidung dan mulut.
“Begitulah penyerahan Cipto secara total kepada yang Mahakuasa dan Mahaadil, dalam melakukan tugasnya sebagai dokter,” sebut Soegeng.
Wabah pes ini ternyata mempertemukan Cipto dengan seorang bayi yang di kemudian hari menjadi anak angkatnya. Saat itu, Cipto tengah berada di sebuah desa yang diserang pes. Dari sebuah gubuk yang hampir separuhnya terbakar, ia mendengar tangis seorang bayi. Bayi itu tampaknya telah yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal ditelan wabah.
“Dipungutlah bayi peremuan itu menjadi anak Cipto dan diberi nama Pesjati. Anak ini kemudian dibesarkan dan dididik oleh Cipto bersama istri Cipto, yakni Nyonya de Vogel,” ungkap Soegeng.
Nama Pesjati (baca: Pesyati) diberikan untuk mengenang wabah pes kala itu. Nama ini di kemudian hari berubah menjadi Pestiati.
Pada 1927, ketika Cipto dibuang ke Banda Neira, Pestiati juga turut bersamanya. Hingga usia 18 tahun, Pestiati kemudian dikirim kembali ke Jawa untuk melanjutkan sekolahnya. Ia kemudian mengenyam pendidikan di Sekolah Kepandaian Puteri.
Setelah lulus, Pestiati menikah dengan pemuda bernama Pratomo. Nama Pratomo kemudian juga disematkan dalam namanya yakni Pestiati Pratomo. Dalam pernikahan Pestiati, Cipto secara langsung menjadi walinya.
“Cipto sempat pula bergaul dengan cucu-cucunya setelah Cipto dari pembuangannya pada tahun 1940. Mereka adalah anak-anak dari Ibu Pesjati Pratomo. Di antara cucu-cucu itu ada yang sempat belajar di Amerika Serikat sebagai ahli dalam bidang psikologi,” sebut Soegeng.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar