Batik ala Bung Karno
Sukarno memerintahkan Go Tik Swan membuat batik Indonesia. Batik baru yang melambangkan semangat kebangsaan.
SUDAH rahasia umum apabila Presiden Sukarno bukan hanya cakap dalam berpolitik melainkan pula mumpuni dalam soal seni. Bakat seninya sudah tampak sejak kuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini ITB). Hampir semua bidang seni menjadi perhatian khusus Sukarno. Mulai dari seni dua dimensi seperti lukisan, batik, hingga seni tiga dimensi seperti patung dan karya arsitektur.
Soal batik, Sukarno pernah melontarkan gagasan soal batik Indonesia. Bung Besar menginginkan batik yang menampilkan nilai seni budaya sebagai jati diri bangsa sekaligus menyuarakan pesan persatuan Indonesia; sehingga batik di kemudian hari tidak lagi dikenal sebagai batik dari daerah penghasil batik tetapi batik yang mencerminkan persatuan Indonesia.
Baca juga: Jejak Islam di Batik Besurek
"Bung Karno memerintahkan kepada Go Tik Swan untuk menemukan batik Indonesia," kata Yuke Ardhiati, arsitek sekaligus pengajar di Universitas Pancasila, dalam diskusi virtual bertema "Bung Karno Sang Arsitek" yang dihelat Historia.id, Selasa, 2 Juni 2020. Go Tik Swan atau Panembahan Hardjoanagoro semula adalah penari yang kemudian menjadi pengusaha batik di Surakarta.
Batik Indonesia
Kedekatan Sukarno dengan Go Tik Swan tidak dibina dalam semalam. Perkenalan itu dimulai saat Dies Natalis Universitas Indonesia yang ke-5, jatuh pada 9 Februari 1955. Kala itu, Go Tik Swan bersama-sama mahasiswa lainnya mengadakan pementasan tari Gambir Anom di Istana Negara. Tari Gambir Anom adalah sebuah repertoar tari gaya Surakarta yang bertema gandrung (asmara).
Sukarno yang hadir pada malam itu menonton pertunjukan hingga rampung dan terkesan kepada Go Tik Swan. Sejak itulah, keduanya akrab dan Bung Besar kerap meminta bantuan Go Tik Swan untuk melayani tamu-tamu negara yang berkunjung di Istana Merdeka. Semakin lama Sukarno paham bahwa Go Tik Swan adalah keturunan keluarga pengusaha sekaligus pembatik.
Baca juga: Cinta Mati Batik Betawi
Rustopo dalam bukunya Menjadi Jawa: orang-orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998, menerangkan bahwa Go Tik Swan adalah keturunan dari Tjan Sie Ing yaitu seorang pemuka Tionghoa sejak zaman Pakubuwana IX dan X yang mendapat pangkat Luitenant der Chinezen van Surakarta oleh pemerintah kolonial Belanda. Maka, ketika Sukarno meminta Go Tik Swan untuk membuat batik Indonesia, ia bukan sembarang pilih orang. Sukarno menginginkan batik baru yang bukan batik Solo, Yogyakarta, Pekalongan, Lasem, atau Cirebon.
"Ketika mendengar permintaan itu, Pak Go Tik Swan sempat panas dingin. Beliau akhirnya mencari ke beberapa daerah," ungkap Yuke yang menulis buku Bung Karno Sang Arsitek.
Baca juga: Mengenang Batik Kenangan
Pemuda Tionghoa kelahiran 11 Mei 1931 ini pun melakukan penelitian ke seantero sentra-sentra batik. Dari Surakarta, ia menuju sentra batik di Palmerah, Jakarta, lalu ziarah ke makam Luar Batang. Kemudian ia meneruskan ke utara dan ke timur menuju Cirebon dengan berkunjung ke sentra batik milik Haji Madmil dan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati.
Go Tik Swan meneruskan perjalanan ke Pekalongan, lalu terus ke Demak dan ziarah ke makam Sunan Kalijaga. Ia melanjutkan perjalanan hingga Tuban dan menyepi di makam Sunan Bonang lalu kembali ke Surakarta.
Upaya "laku" ini ternyata belum mendapatkan hasil. Go Tik Swan bahkan sempat ke Bali bersama Tjan Tjoe Sim, ahli sastra Jawa, ke rumah pelukis Walter Spies. Ia masih buntu. Hingga suatu ketika Go Tik Swan menerima wahyu.
Menurut Wenda Widyo Saksono dalam skripsi berjudul Peranan Go Tik Swan Hardjonagoro dalam Mengembangkan Batik di Surakarta 1955-1964, pada suatu malam, ketika Go Tik Swan duduk sendirian di bagian depan rumah (pendapa) yang setengah terbuka, dari jauh kelihatan bulan bergerak menuju kehadapannya. Bulan itu semakin dekat, semakin besar, sinarnya semakin terang. Sampai di hadapannya sinar bulan itu pecah dan hilang masuk ke dalam tubuh Go Tik Swan. Setelah peristiwa itu, Go Tik Swan sudah memiliki "wujud" batik Indonesia sesuai permintaaan Sukarno dan mulai memproduksinya di Kratonan 101.
Baca juga: Batik Tionghoa: Canting dari Sungai Kuning
"Akhirnya Go Tik Swan menemukan bahwa batik Indonesia adalah perpaduan batik klasik dan batik pasisiran. Perpaduannya lewat warna. Batik klasik warnanya cokelat hitam dan kebiruan, sedang batik pasisiran kaya warna. Sejak itu, semua anak dan istri Bung Karno dibikinkan batik Indonesia oleh Go Tik Swan," ujar Yuke.
Di sini nyata terlihat Sukarno sebagai pemberi ide atau penggagas mampu menggugah seorang seniman seperti Go Tik Swan untuk membuat karya, dalam hal ini batik, dengan napas keindonesiaan.
"Batik Indonesia yang digagas Sukarno ini sangat indah. Batik ini bisa dibuat lagi oleh pembatik masa kini," pungkas Yuke.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar