top of page

Sejarah Indonesia

Akar Sejarah Tawar Menawar

Akar Sejarah Tawar Menawar

Bukan perempuan kalau membeli tidak menawar. Bangsa Eropa dibuat ketakutan.

28 Februari 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pasar Bolu di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. (Micha Rainer Pali/Historia.ID).


SELAIN dikenal cerdas dan hemat dalam mengurus keuangan, perempuan Asia, termasuk Indonesia, sejak dulu menguasai kegiatan di pasar. Dalam transaksi jual-beli, mereka selalu berusaha mendapatkan harga semurah mungkin. Tawar-menawar pun menjadi identik dengan mereka.


Menurut Titi Surti Nastiti, arkelolog dan epigraf Pusat Arkeologi Nasional, tidak ditemukan data arkeologis terkait kegiatan jual-beli dan tawar-menawar di pasar pada masa Mataram kuno. “Namun, dengan bantuan studi etnoarkeologi yang dilakukan di pasar-pasar tradisional, kegiatan tawar-menawar muncul berdampingan dengan aktivitas pasar tradisional,” kata Titi kepada Historia.


Dari catatan orang-orang Eropa yang singgah di Nusantara dapat diketahui kegiatan perempuan di pasar. Misalnya, Antonio Galvao, seorang panglima armada Portugis yang menjadi gubernur ketujuh Portugis di Maluku (1536-1540), mencatat peran perempuan Maluku dalam perniagaan. “Wanitalah yang melakukan tawar-menawar, membuka usaha, membeli dan menjual,” tulis Galvao, dikutip sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.


Di Sumatra, menurut Anthony Reid, sebuah puisi Minangkabau terkenal yang ditulis pada 1820-an, menganjurkan agar kaum ibu mengajarkan anak-anak gadisnya “mengamati turun-naiknya harga.” Ini menjadi bekal bagi si gadis ketika berbelanja ke pasar.


Seperti halnya perempuan Maluku dan Sumatra, perempuan Jawa juga berperan penting di pasar. Menurut Thomas Stanford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811-1816), sudah lazim bagi suami mempercayakan seluruh urusan keuangan kepada istrinya. “Hanya perempuan yang pergi ke pasar dan melakukan seluruh urusan jual-beli. Sudah umum diketahui bahwa kaum lelaki Jawa sangat bodoh dalam mengurus uang,” tulis Raffles dalam The History of Java.


Tidak hanya di pasar, perempuan juga dapat melakukan transaksi perdagangan dalam skala besar. Jeronimus Wonderaer, seorang pedagang Belanda yang mengujungi Cochin-China (Vietnam) pada 1602, melaporkan bahwa para pedagang Belanda dan Inggris melakukan tawar-menawar harga rempah-rempah dengan seorang pedagang perempuan terkemuka (coopvrouw) dari kota Kehue (Hue atau Sinoa, sebutan Portugis).


Perempuan tersebut merupakan wakil dari suatu perusahaan milik dua perempuan bersaudara dan seorang saudara lelaki yang mampu menyuplai rempah-rempah dalam jumlah besar. “Wanita itulah yang melakukan tawar-menawar dan si pria hanya mendengarkan serta setuju,” tulis Wonderaer, dikutip Anthony Reid.


Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia Jilid 2, menyebut praktik tawar-menawar sebagai “ciri kekunoan yang ada di mana-mana.” Di Jawa, seperti halnya di banyak negara Asia dan di tempat lain, jika kita kecualikan toko serba ada modern, tidak terdapat daftar harga dan segala transaksi hanya terjadi setelah ada perdebatan yang relatif panjang. Dalam kesempatan itu, masing-masing pihak dapat menunjukkan bakatnya secara terang-terangan.


“Bangsa Eropa sering kali jengkel menghadapi permainan ini, karena mereka tidak dibekali keterampilan itu –paling tidak karena bahasa– dan seringkali mereka menjadi korban. Secara umum, mereka menolak cara penilaian ‘menurut pandangan klien’, yang mereka anggap barbar dan menakutkan,” tulis Lombard.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page