Wejangan Istri untuk Perwira Penjudi
Jenderal pemberang ini, pernah mengabiskan waktu di meja taruhan karena hidup susah sebagai tentara yang dikucilkan oleh Presiden Sukarno.
SUATU hari, Brigjen Kemal Idris mendapat panggilan tugas ke Kongo sebagai Komandan Pasukan Garuda III – kontingen pasukan perdamaian Indonesia untuk PBB. Selama setahun, Kemal berdinas di negara konflik yang terletak di Afrika bagian tengah itu. Setelah misi selesai, Kemal ditarik pulang ke Indonesia pada 1963. Pangkatnya diturunkan setingkat menjadi kolonel.
“Setelah kembali dari Kongo, saya tidak langsung ditugaskan, tetapi tetap istirahat di rumah. Saya tidak bekerja, gaji kecil, sedangkan harga barang sangat mahal,” kenang Kemal dalam otobiografinya Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi.
Menurut Kemal, penugasannya ke Kongo adalah sekadar usaha untuk menyenangkan dirinya. Dalam catatan Markas Besar Angkatan Darat, Kemal punya reputasi kurang baik. Dia termasuk perwira yang tidak disukai, khususnya oleh Presiden Sukarno. Kemal pernah mengarahkan moncong meriam ke arah Istana Negara saat terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952. Akibatnya, karier militer Kemal macet. Untuk kenaikan jabatan, namanya tergolong perwira yang kurang diperhitungkan.
Baca juga: Ketika Sukarno Buang Muka
Terlilit hidup sulit karena gaji kecil bikin Kemal gelap mata. Agar dapur rumahnya tetap ngebul, Kemal nekat mencari tambahan pundi-pundi dengan main judi. Kemal menyelenggarakan perjudian di rumahnya sehingga dapat uang tong – uang tarikan yang diberikan kepada tuan rumah. Kalau lagi menang judi, Kemal menyetorkan setengahnya kepada sang istri, Winoer Idris.
Lambat laun, persoalan ekonomi, perkara kalah-menang main judi bikin emosi Kemal tidak stabil. Kemal sering naik pitam dan membentak anaknya yang masih duduk di bangku SMP. Perubahan perilaku Kemal jadi perhatian istrinya. Sekali waktu, Kemal dipanggil oleh istrinya dan kemudian terjadilah perbincangan.
“Perlu kamu ketahui, keadaan yang hadapi sekarang merupakan konsekuensi sikap kamu,” kata Winoer kepada Kemal. Pernyataan itu dilanjutkan dengan ultimatum:
“Kalau kamu tidak tahan dengan keadaan seperti ini, segera pergilah ke Istana. Temui Sukarno. Jilati pantatnya bersih-bersih. Setelah itu pasti hidup kita akan baik. Kalau ternyata hal itu kamu lakukan, saya tidak akan respek pada kamu seumur hidup,” demikian pesan istri Kemal.
Betapa tertegun Kemal mendengar curahan hati sang istri. Kemal menyadari kekeliruannya. Dia pun insaf dan berjanji menghentikan kegemaran berjudi. Kemal ingin hijrah dan mencari kesibukan baru. Kemal sempat terpikir untuk berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Untuk menambah biaya rumah tangga, istrinya ikutan banting tulang menjual koran atau botol bekas kepada tukang loak yang melintas di depan rumah.
“Akhirnya mata saya terbuka melihat kenyataan yang ada di sekeliling saya. Ini membangkitkan semangat baru dalam hidup saya,” tutur Kemal.
Belum sempat Kemal berkuliah, datanglah Kolonel Suwardoyo, asisten personel Kostrad. Suwardoyo merupakan utusan Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Suwardoyo menyampaikan pesan Soeharto yang mengajak Kemal bergabung ke Kostrad. Kehadiran Kemal dibutuhkan sebagai pengganti Brigjen Rukman, wakil Soeharto sebelumnya.
"Soeharto tahu riwayat hidup Kemal, seorang pejuang berwatak pemberang, berpendirian tegas, dan tidak kenal kompromi," tulis Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto.
Baca juga: Kemal Idris, Jenderal Gusar Pengirim Pasukan Liar
Pada 1964, Kemal mendampingi Soeharto sebagai Kepala Staf Kostrad. Pangkatnya naik lagi jadi brigjen. Selama di Kostrad, karier militer Kemal mulai menanjak. Kemal terlibat dalam Operasi Dwikora “Ganyang Malaysia” dengan wilayah komando operasi di Sumatra. Kemal juga berperan dalam “Operasi Khusus (Opsus)” yang berujung pada penyelesaian sengketa Indonesia dan Malaysia.
Tidak hanya di medan tempur, Kemal turut “bermain” di gelanggang politik. Kemal menyokong dan melindungi gerakan mahasiswa yang getol berdemonstrasi menuntut Sukarno lengser. Kemal pula yang mengirimkan pasukan liar saat Sukarno menyelenggarakan sidang kabinet pada 11 Maret 1966. Puncaknya, Kemal naik menjadi panglima di Kostrad dan membantu Soeharto naik ke tampuk kekuasaan.
Menurut Salim Said, Kemal Idris adalah king maker (orang di balik layar) terpenting dalam masa peralihan menuju rezim Orde Baru. “Beliau memimpin Kostrad sebagai King Maker senior yang berhasil menyingkirkan Sukarno dan menaikan Soeharto,” tulis Salim Said.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar