Sintong Dikerjai Tape Recorder Kala Berupaya Merebut RRI
Tak mendapat perlawanan saat merebut RRI, Sintong Panjaitan mendapati laporannya ditolak Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Ternyata ada yang tak beres.
Jakarta, 1 Oktober 1965. Di markas RPKAD (kini Kopassus) Cijantung, Letda Sintong Panjaitan (di kemudian hari menjadi penasehat militer Presiden Habibie) telah menyiapkan semua keperluan operasi yang akan dijalaninya secara lengkap. Di ranselnya telah ada amunisi untuk garis pertama dan logistik untuk tiga hari.
Namun, dia cemas menanti kepastian tanggal tugas berupa operasi penerjunan infiltrasi di Kuching, Sarawak, Malaysia itu. “Sintong memperkirakan pelaksanaannya mungkin pada tanggal 2 atau 3 Oktober. Sebab pada tanggal 1 Oktober, seluruh anggota Kompi Tanjung harus benar-benar sudah dalam keadaan siap tempur,” tulis Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.
Sintong akan memimpin Pleton 1 Kompi Feisal Tanjung. Namun karena status kompi itu dalam operasi tersebut berupa sukarewalan Dwikora, para personil harus menanggalkan semua atribut resmi personil RPKAD mereka, tak terkecuali kartu anggota. Karena itulah seragam dan semua perlengkapan resmi mereka tinggalkan di asrama Batalyon 3 RPKAD di Kandang Menjangan, Kartosuro.
Baca juga: Baret Merah Bikin Inggris Berdarah-darah
Usai apel pagi 1 Oktober, Sintong diberitahu Lettu Faisal Tanjung yang telah mendapat briefing dari Dan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie bahwa operasi penerjunan ke Kuching dibatalkan. Kompi Tanjung pun dikembalikan sebagai kompi reguler dan akan ditugaskan dalam operasi penumpasan gerombolan G30S yang kabarnya masih belum jelas benar pagi itu.
Tugas baru itu membuat Sintong dan semua personil di Kompi Tanjung kalang kabut. Seragam dan semua atribut resmi mereka semua ada di Kartosuro. Mereka akhirnya terpaksa mengenakan seragam perpaduan atasan loreng “darah mengalir” RPKAD yang diberikan mako Cijantung dan bawahan celana hijau sukarelawan Dwikora ketika berangkat ke Makostrad, Jalan Merdeka Timur, untuk menjalankan tugas.
Pangkostrad Mayjen Soeharto menugaskan Kolonel Sarwo untuk merebut RRI dan kantor Telkom. Perintah Soeharto kemudian diturunkan Sarwo Edhie ke Mayor C.I Santoso, lalu ke Lettu Feisal Tanjung. Lantaran informasi intelijen mengabarkan bahwa saat itu RRI hanya dijaga 10-an sukarelawan Pemuda Rakyat, bukan lagi oleh Banteng Raiders, Feisal akhirnya hanya perlu menggunakan kompi Sintong untuk merebut RRI.
Selepas magrib, Sintong memimpin Pleton 1 berjalan kaki menuju RRI. Tak ada perlawanan sama sekali sehingga satu demi satu personil Pleton 1 bisa memasuki gedung RRI. Setelah pengecekan ruangan demi ruangan selesai, Sintong melaporkan lewat radio kepada Lettu Feisal bahwa misinya telah berhasil.
Laporan Sintong itu sontak mengagetkan Kolonel Sarwo yang memantau di ruangan bersama Feisal sambil mendengarkan siaran RRI. “Apa? RRI sudah diduduki? Coba kamu periksa semua ruangan duu. Itu aktivitas mereka masih di dalam!” kata Sarwo.
Sintong pun bingung dibuatnya karena merasa sudah memeriksa semua ruangan dan tak menemukan seorangpun yang masih beraktivitas. Setelah mengulangi pemeriksaan, Sintong kembali melaporkan telah menguasai sasaran.
“Laporanmu tidak benar. Kamu bersihkan dulu dengan bersih. Jangan buru-buru kamu lapor. Kamu tangkap dulu semua orang yang berada di situ!” kata Kolonel Sarwo menjawab laporan Sintong.
Dalam kebingungannya, Sintong tak sengaja melihat pita tape recorder sedang berputar di alat pemutarnya. “Jangan-jangan ini yang menjadi masalah. Kalau begitu Pak Sarwo menyangka masih ada anggota G30S/PKI yang melakukan siaran, berasal dari suara tape recorder ini,” kata Sintong. Merasa sudah menemukan biang keroknya, Sintong pun berupaya menghancurkan tape player itu menggunakan popor senapannya. Namun dia dicegah seorang karyawan RRI yang segera mematikan tape player tersebut.
Baca juga: Agus Hernoto, Legenda Kopassus
Setelah semua selesai, Sintong mempersilakan Kapuspen AD Brigjen Ibnu Subroto, yang karena khawatir minta Sintong mengulangi pemeriksaan keamanan, masuk ruang siaran untuk membacakan teks pidato Pangkostrad Mayjen Soeharto. Usai siaran, beberapa perwira senior RPKAD tiba di sana. Salah seorang di antaranya langsung mengolok-olok Sintong. “Ah, kampungan kamu itu. Masa kamu tadi tidak tahu kalau siaran G30S/PKI itu berasal dari tape recorder,” kata perwira itu.
Tak ingin kehilangan muka, Sintong pun menjawab olok-olok itu. “Ya, tapi tadi saya mendapat perintah mencari orangnya.” Sontak semua yang ada di ruangan tertawa.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar