Pierre Tendean dan Kelompok Berandalan
Bertugas sebagai ajudan jenderal tidak menghalangi niatnya untuk menertibkan lingkungan. Tidak peduli anak siapa, semua yang bikin onar dia amankan.
APRIL 1965, Pierre Tendean kedatangan kawan lama bernama Soesono. Pierre dan Soesono adalah sejawat seangkatan semasa menempuh pendidikan taruna di Akademi Teknik AD (Atekad, kini masuk satuan Zeni). Keberadaan Soesono di Jakarta sehubungan dengan tugas menjemput truk yang akan digunakan peletonnya di Sei Mencirim, Medan. Sebagai bentuk keramahan, Pierre mengajak Soeseno makan bakmi di Jalan Sambas, Blok M, Jakarta Selatan.
Setelah makan, perjalanan dilanjutkan ke paviliun dinas Pierre di Jalan Teuku Umar, Menteng yang juga kediaman Jenderal Abdul Haris Nasution. Pierre memang merupakan ajudan Nasution. Di tengah jalan, Soesono dikejutkan dengan temuan sepucuk pistol di lantai kabin belakang jip. Merasa heran dengan keberadaan senjata tersebut, Soesono menanyakannya kepada Pierre. Ditanya demikian, Pierre hanya tertawa.
“Kamu ikut aku ke Teuku Umar. Kita kerjai itu crossboy-crossboy (anak-anak berandalan). Sudah aku tangkap-tangkapi,” ujar Pierre ditirukan Soeseno sebagaimana dikisahkan dalam biografi resmi Pierre Tendean Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi suntingan Abie Besman.
Baca juga: Pierre Tendean, Si Galak yang Memikat
Crossboy yang dimaksud Pierre adalah kelompok pemuda badung yang suka meresahkan disekitar permukiman Menteng. Pierre memang dikenal tegas dalam menindak para pengganggu tersebut. Pasalnya, lingkungan tempat tinggal Nasution kerap diusik oleh kehadiran crossboy yang suka petantang-petenteng membawa senjata api. Sebagai ajudan yang bertugas menjaga Nasution sekeluarga, Pierre berkewajiban menertibkan mereka.
Selain crossboy, menurut Masykuri dalam biografi Pierre Tendean, banyak anak pembesar, termasuk anak Perwira Tinggi TNI yang suka kebut-kebutan di Jalan Teuku Umar. Pihak kepolisian pun seolah tidak berdaya entah karena kewalahan atau segan berurusan dengan pejabat. Tanpa sepengetahuan Nasution, Pierre berinisiatif menghentikan kebiasaan berandalan tanggung ini.
Meski lalu lalang dengan kecepatan tinggi, Pierre nekat saja menyetop pengendara ugal-ugalan yang ditemuinya. Diperintahkannya anak-anak muda tanggung itu turun dari mobil. Pierre lantas menahan dan menjemur mereka di pekarangan belakang rumah Nasution. Ada yang coba-coba menantang karena merasa anak tentara, malah dibentak balik oleh Pierre. Setelah itu, Pierre menelepon orang tua mereka masing-masing. Hanya anak-anak yang dijemput oleh orangtuanya yang akan dilepaskan.
“Mereka diminta menulis surat pernyataan dan bapaknya dipanggil. Para bapak mereka yang notabene pejabat negara, juga sungkan terhadap Pierre karena semua tahu prestasi Pierre dan di kalangan tentara juga mengetahui Pierre dipilih oleh Pak Nas untuk menjadi ajudannya,” kenang Hamdan Mansjur, ajudan Nasution dari Korps Kepolisian dalam biografi resmi Pierre Tendean.
Baca juga: Kisah Pierre Si Ajudan Tampan
Yanti Nasution, putri sulung Nasution mengingat kejadian bagaimana Pierre menangkapi anak-anak pejabat yang kebut-kebutan di Jalan Teuku Umar. Yanti yang waktu itu berusia 13 tahun menuturkan betapa paniknya anak para pembesar yang ditahan dan dihukum oleh Pierre. Jelas Yanti ingat karena sebagian besar adalah kawan sekolahnya.
“Berkat usaha Lettu Pierre ini, kebiasaan kebut-kebutan menjadi berkurang dan banyak orang yang menyatakan terimakasih kepadanya,” tulis Masykuri.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar