Lagu Buat Alex Kawilarang
Kendati berhadapan dalam perang, persahabatan antara eks kadet KMA Bandung tetap terjaga.
KETIKA masih berpangkat mayor (1946), demi suatu kepentingan Alex Evert Kawilarang ada di Jakarta. Berpenampilan sebagai orang sipil, ia menumpang sebuah becak untuk sampai ke tujuan. Tak dinyana, di depan Centraal Burger Ziekenhuis (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), becak yang ditumpanginya disalip sebuah jip militer berisi 4 serdadu KNIL.
Jip tersebut kemudian berhenti beberapa meter di depan becak yang ditumpangi Kawilarang. Para serdadu KNIL itu dalam gerakan kilat berloncatan dari kendaraan itu dan salah seorang dari mereka berdiri menghadang perjalanan Kawilarang.
“Saya kenal orang itu. Dia perwira KNIL Sam de Jong, teman sekelas saya semasa di KMA (Akademi Militer Kerajaan),” ungkap Kawilarang seperti tertulis dalam otobiografinya, Untuk Sang Merah Putih (disusun oleh Ramadhan K.H.)
Baca juga: Selalu Dikira Tentara Belanda
Kawilarang berpikir Sam pasti belum tahu dirinya sudah bergabung dengan TKR. Setelah keluar dari becak, dia kemudian mengulurkan tangannya kepada Sam sambil berbicara dalam bahasa Belanda.
“Halo Sam. Kok ada di sini? Aduh saya tidak berseragam KNIL karena masih sakit akibat ditangkap Kenpeitai,” ujar Kawilarang. Selintas muncul bisikan di pikirannya untuk tidak memberi kesempatan kepada Sam untuk bicara.
“Sam kau tinggal di mana? Nanti sore saya ke sana…”
“Ya, ya…” jawabnya sambl matanya terus mengawasi Kawilarang.
“Aduh Sam, saya belum bisa mendapat pekerjaan setelah disiksa oleh Jepang. Saya masih nganggur,” Kawilarang terus nyerocos.
Seperti tidak paham apa yang harus dilakukan, Sam de Jonge hanya bisa menganguk-anggukan kepalanya seraya bertolak pinggang. Kendati tidak terlihat memiliki niat jahat namun nampak sekali sikapnya pun agak kurang ramah terhadap Kawilarang. Sebelum kawan lamanya itu berubah pikiran, Kawilarang lantas cepat pamit. Maka selamatlah dia dari incaran kawan lamanya tersebut.
Baca juga: Misteri Penamparan Soeharto
32 tahun kemudian, soal pertemuan itu dibahas oleh Kawilarang dan Sam pada saat keduanya bertemu dalam reuni peringatan berdirinya KMA yang ke-150 di Breda, Belanda. Di luar perkiraan Kawilarang, ternyata Sam sebenarnya sudah tahu bahwa kawannya itu telah bergabung dengan tentara Republik.
“Kenapa kau tidak menangkap saya?” tanya Kawilarang
“Bagaimana bisa kawan menangkap sesama kawan di luar pertempuran?” jawab Sam. Ternyata solidaritas korps di KMA tetap terjaga kendati dalam kondisi mereka harus saling berhadapan sebagai musuh.
Penghargaan atas persahabatan satu korps juga diperlihatkan para perwira KNIL (yang pernah satu angkatan dengan Kawilarang) di medan pertempuran. Dalam otobiografinya, Kawilarang berkisah saat bergerilya di pelosok selatan Cianjur dia kerap mendapat kiriman lagu via Radio Angkatan Bersenjata Belanda.
“Maka di bulan Maret, 1947 saya dengar penyiar radio itu bicara dalam bahasa Belanda: Dan sekarang untuk Letnan Kolonel Alex Kawilarang dari TNI, dari kawan-kawan lamanya, inilah (lagu) ‘Lay that pistol down’…” tutur Alex Kawilarang.
Sejak itulah, sang overste hampir tiap dua minggu sekali rutin mendapat kiriman lagu-lagu yang sedang populer. Belakangan Alex mendengar bahwa permintaan tersebut berasal dari teman-teman sekelasnya di KMA sebelum perang.
Baca juga: Alex Kawilarang, Kisah Patriot yang Dicopot
Kendati menjadi musuh, kawan-kawan Alex Kawilarang sangat memahami dan menghormati pilihan lelaki asal Minahasa itu untuk bergabung dengan TNI. Dalam memoarnya, Ed Mahler menulis kesan pribadi mengenai pilihan kawan seangkatannya di KMA tersebut.
“Lex Kawilarang tentunya memiliki alasan tersendiri untuk memilih pihak Indonesia. Memang pada saat itu saya sempat tidak bisa memahami bahwa di tahun 1946 kami telah saling berperang dengan sengit dan penuh keyakinan,” ujar Mahler seperti dikutip Gert Oostindie dalam Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar