Ketika Orang Jerman Dibuat Kagum Orang Indonesia
Insinyur Jerman dibuat kaget oleh berbagai fenomena yang ditemuinya di Indonesia. Kagum pada kreativitas orang Indonesia.
Ketika memulai tugasnya sebagai perwakilan perusahaan telekomunikasi Jerman Telefunken di Indonesia pada akhir 1963, Horst Henry Geerken kaget lantaran menemukan banyak hal baru. Udara panas dan bau rokok kretek di hampir tiap tempat yang disinggahinya amat mengganggunya.
Namun, hal yang paling sulit dipahaminya adalah kebiasaan “ngaret”, istilah untuk menamakan sikap tidak tepat waktu, orang Indonesia. Bukan perkara mudah baginya untuk bisa menyesuaikan diri dengan kultur tersebut.
“Di mata saya, jam karet melambangkan ketidakpedulian terbesar sehingga pada awalnya, saya sulit mengerti karakter orang Indonesia yang satu ini. Jam karet adalah idealisme orang Indonesia. Bagi kami, hal ini membuat pekerjaan jauh lebih sulit dan makan waktu. Salah satu aspek positifnya adalah kelenturan di mana beberapa masalah dapat diatasi dengan lebih mudah dibandingkan di negara-negara lain,” ujarnya dalam memoar berjudul A Magic Gecko: Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno.
Baca juga: Tokek… Tokek… Tokek…
Namun, Geerken akhirnya bisa beradaptasi dan mengatasi semua kendala itu. Dari 18 tahun masa tinggalnya di Indonesia untuk mengerjakan beragam proyek pemerintah Indonesia, Geerken berubah menjadi pengagum Indonesia. Dia kagum pada kekayaan alam Indonesia, pada tradisi-budayanya yang amat beragam, dan senang pada orang Indonesia yang umumnya ramah, sopan, setia, dan berselera humor tinggi.
“Di mana-mana di negara kepulauan ini, baik di kota besar maupun kota kecil, kita selalu berjumpa dengan orang-orang yang selalu punya bahan tertawaan. Sulit mencari orang Indonesia yang tidak punya selera humor,” ujarnya.
Humor berkesan didapatnya ketika berkenalan dengan Ir. Gunung Marpaung, kepala penerbangan sipil di Jakarta, saat mengerjakan proyek bandara internasional Tuban (kini Bandara Internasional Ngurah Rai) di Bali pada awal 1964. Pria berdarah Batak itu memperkenalkan dirinya berdarah Jerman meski berkulit gelap dan postur tubuhnya seperti orang Melayu kebanyakan. Pernyataan itu mengejutkan Geerken yang jelas tak paham arah omongan Marpaung sebagai banyolan “gaya Medan”. Dia baru paham ketika Marpaung menjelaskan lebih lanjut.
“Kakek saya makan misionaris Jerman,” kata Marpaung, dikutip Geerken.
Baca juga: Aksi Nommensen di Tanak Batak
Kesan baik yang didapat Geerken juga datang dari tingginya penguasaan orang-orang Indonesia pada pekerjaan dan kreativitasnya. Itu antara lain dilihatnya dari seorang pembantu di rumahnya yang bertugas sebagai koki. Meski tak pernah membaca resep, pembantu itu hapal begitu banyak cara memproses masakan dan cepat menguasai ketika diajarkan menu baru.
Kemampuan para dukun mengobati juga amat mengagumkan Geerken, yang antara lain didapatnya dari cerita seorang dokter di Kedubes Jerman yang mengalami kecelakaan mobil. Luka-luka sang dokter sembuh begitu diobati seorang dukun atas saran kawannya yang Indonesia.
“Setelah pulang, dokter itu bercerita panjang lebar tentang pengobatan ajaib ini. Luka itu tak kelihatan lagi 24 jam kemudian. Dia bisa meneruskan perjalanannya tanpa kesulitan. Katanya, hal ini mustahil dengan pengobatan Barat yang ortodoks,” ujar Geerken.
Baca juga: Kapal Perang Jerman Karam di Sukabumi?
Kreativitas orang Indonesia amat dikagumi Geerken. Yang paling berkesan adalah ketika dia bersama Sudjono, supir Geerken, ke Bali menggunakan mobil. Di tengah perjalanan, tangki mobil mereka bocor setelah menghantam batu besar. Alih-alih bingung, Sudjono bersikap tenang sambil berkata “tidak apa-apa” dan turun dari mobil.
Sudjono lalu mengambil sebuah pisang dari pohon yang banyak tumbuh di pinggir jalan. Pisang tersebut lalu diremasnya berbarengan dengan sepotong sabun sehingga bentuknya berubah menjadi seperti permen karet. Adonan itulah yang digunakan Sudjono untuk menambal tangki bahan bakar mobil. Hasilnya, ajaib, tangki tak bocor lagi bukan hanya bertahan sampai bengkel terdekat namun hingga mencapai Bali dan kembali lagi ke Jakarta.
“Orang Indonesia memang genius dalam soal improvisasi. Saya terus saja terkaget-kaget dengan keahlian dan kemampuan mereka mengatasi masalah yang paling sulit dengan cara yang paling sederhana,” kata Geerken.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar