Telepon Umum Primadona yang Kini Dilupa
Cerita tentang telepon umum. Sempat jaya di masa lalu namun akhirnya menyerah juga karena berbagai faktor.
Didik (43), masih ingat betul bagaimana kenangan dia bersama telepon umum. Ketika itu benda yang didominasi warna biru tersebut benar-benar menjadi primadona bagi siapapun. “Wah ini benda dulu yang paling dicari ini, dulu saya masih ingat sekali tahan ngantri demi bisa menelpon disini,” ujarnya. Telepon umum yang dimaksud oleh Didik sendiri hingga kini masih berdiri tegak di kawasan Taman Mataram Jakarta Selatan, persisnya di samping SMKN 15. “Cerita lainya disini itu dulu ada orang gila, suka mainan ini. Kalo dia udah mainan ini kita kesel sendiri karena dia ngomong sendiri dan lama, sedangkan kita nungguin banyak urusan penting,’ lanjutnya sambil ketawa.
Telepon umum bermula saat pertama kali ditemukan oleh William Gray tahun 1889 dan berkembang pesat pada tahun 1892, hingga jumlahnya mencapai 81.000 buah di Amerika Serikat. Telepon umum sendiri mulai ada di Indonesia sejak tahun 1980-an, ide itu berasal dari para karyawan Perumtel yang baru saja pulang dari perjalanan dinas mereka di London. Mereka sangat kagum melihat baiknya layanan dan ketersediaan telepon umum di negara itu yang mana pada akhirnya menginspirasi mereka untuk menerapkannya di Indonesia.
Ide awalnya adalah mereka mengusulkan agar Perumtel membuat telepon umum berjenis kartu. Tapi gagasan itu diragukan oleh Direktur Umum Perumtel saat itu Willy Moenandir. Pasalnya, ketersediaan dan persebaran kartu akan menjadi PR baru bagi perusahaan mereka. Selain itu tentu saja masyarakat kita yang masih awam dengan telepon umum.
Akhirnya sebagai solusi pada tahun 1981 Perumtel meluluskan ide mereka membuat telepon umum namun dengan jenis yang berbeda. Bukan menggunakan kartu melainkan koin. Fenomena telepon umum mencapai puncak di dekade 1980 hingga 1990-an. Kala itu pemandangan puluhan orang mengantre di telepon umum adalah hal yang biasa. Bahkan lantaran banyaknya telepon umum yang terpasang, Telkom sampai mempunyai unit khusus untuk mengurusi segala keperluan telepon umum.
Namun kisah telepon umum itu kini sudah berhenti. Telepon umum di kawasan Gelora Bung Karno misalnya, perangkat dan tudungnya masih ada. Namun sudah tertutupi oleh ilalang. Bahkan beberapa telepon umum malah bernasib lebih buruk. Seperti di kawasan Senen dan Bendungan Hilir. Telepon umum disana hanya tersisa tudungnya saja, sedangkan gagang telepon hilang entah kemana. Selain karena tergerus oleh zaman, telepon umum semakin tersingkir karena tindakan vandalisme. Ada yang ditempeli permen karet, dimasukan koin yang dilubangi kemudian ditarik kembali, hingga koin yang dicuri. Itu semua akhirnya membuat cerita telepon umum harus berhenti pada masa kini.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar