top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Menikmati Pameran “Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak”

Berkunjung ke pameran seni yang digagas oleh empat kurator beda negara. Salah satu usaha agar seni tetap hidup ditengah pandemi.

27 Feb 2022

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Salah seorang pengunjung saat menikmati karya pada pameran Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )

Sejak 28 Januari 2021, Galeri Nasional, Jakarta, menggelar pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak”. Memang, karena masih dalam keadaan pandemi COVID-19, pameran tidak bisa optimal. Ada pembatasan kunjungan yang membuat masyarakat tidak bisa bebas untuk datang menikmati pameran secara langsung.  Pun begitu, penyelenggaraan pameran ini tetap diapresiasi dan dipandang sebagai angin segar bagi para pegiat seni untuk tetap berkarya, berbagi perspektif  dan semangat. 


Para pengunjung saat melihat berbagai karya di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Para pengunjung saat melihat berbagai karya di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )

Pameran yang juga diprakarsai Goethe-Institut Indonesien ini menghadirkan berbagai karya seniman baik dari dalam maupun luar negeri. Itu karena proyek ini merupakan bagian dari Collection Entanglement and Embodied Histories, yang adalah proyek dialog kuratorial jangka panjang. Dalam hal ini Goethe-Institut, melakukan kerja sama dengan institusi di Jerman, Thailand, Singapura serta Indonesia. Dan museum-museum yang terlibat-pun punya sepak terjang yang tentu saja luar biasa dalam bidang kesenian, adalah Hamburger Bahnhof Museum, Singapore Art Museum, MAIIAM Contemporary Art Museum, dan tentu saja Galeri Nasional Indonesia sendiri.


Seorang pengunjung saat melihat berbagai karya di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Seorang pengunjung saat melihat berbagai karya di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah satu karya yang dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah satu karya yang dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Karya Teddy S yang dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Karya Teddy S yang dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )

Mendatangi pameran yang digelar hingga 13 Maret  2022 ini seperti masuk ke lorong waktu. Awalnya kita akan disuguhi pameran yang kental dengan nuansa masa kini seperti karya milik Nguyen Trinh Thi yang berjudul “Eating Needs No Explenation”. Seniman asal Vietnam ini dengan sangat baik menggabungkan instalasi video dan seni pertunjukan dalam mengkritik cara pemerintah mereka yang kerap melakukan pengawasan dan intimidasi yang sudah berlangsung sangat lama di Vietnam.Pada pameran ini ditampilkan pula karya seniman legendaris Basuki Abdulah yang berjudul “Kakak dan Adik” dan patung buatan Dolorosa Sinaga berjudul “Solidaritas” yang sarat makna. 


Patung karya Dolorosa Sinaga yang dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Patung karya Dolorosa Sinaga yang dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Karya milik Nguyen Trinh Thi yang dipamerkan di Galeri Nasiona. ( Foto : Historia/Fernando Randy)
Karya milik Nguyen Trinh Thi yang dipamerkan di Galeri Nasiona. ( Foto : Historia/Fernando Randy)

Yang tentu saja menarik perhatian tentu saja karya Teddy S yang karyanya dijadikan tajuk besar pameran, yaitu “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak”. Pada karyanya ini, Teddy menampilkan kepala-kepala ayam, yang dibentuk sedemikian rupa sehingga seperti barisan kelompok paduan suara. Dari dunia fotografi Ary Sendy turut serta dengan merekam berbagai perubahan yang ada disekitar kita. “Sangat menarik bagaimana perubahan justru sebenarnya terus ada didekat kita, dan saya memotret banjir kanal timur yang merupakan jalur saya pulang dan pergi,” ujar pria yang akrab disapa Jimged ini. 


Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Karya fotografi milik Ary Sendy yang dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Karya fotografi milik Ary Sendy yang dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )

Karena pameran ini dikuratori oleh 4 orang yang berbeda membuat narasi dan alur pameran sendiri menjadi sangat menarik dan beragam namun tetap menjadi kesatuan. Adalah Anna-Cathrina Gebbers dari Jerman, June Yap asal Singapura, Gridthiya Gaweewong dari Thailand, dan Grace Samboh dari Indonesia. Para kurator juga menggagas program lain untuk mendukung pameran, antara lain diskusi daring dan luring, tur dengan sepeda, dan pemutaran film. Dengan adanya pameran ini sekali membuktikan bahwa seni bisa menjadi salah satu senjata ampuh bagi semua lapisan masyarakat untuk sejenak melupakan pandemic yang tentu saja seperti belum ingin pergi. 


Para pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Para pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah satu karya yang ikut dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah satu karya yang ikut dipamerkan di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )
Salah seorang pengunjung saat menikmati karya di Galeri Nasional. ( Foto : Historia/Fernando Randy )

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

He was Sukarno's confidant in the fight for West Irian. He traveled the world to “fight” in the diplomatic arena, but that journey almost ended tragically.
Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Wanita Perkasa Pembela Jelata

Wanita Perkasa Pembela Jelata

S.K. Trimurti pejuang perempuan yang komplet, disegani kawan maupun lawan. Dia seorang pendidik, wartawan, pengarang, politisi, dan menteri perburuhan pertama.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
Biarkan Batin Melayang

Biarkan Batin Melayang

Zaman berubah. Kekuasaan berganti. Namun, S.K. Trimurti mampu melewatinya tanpa membuatnya tersingkir dari sejarah.
bottom of page