Upaya Raja Kretek Mengatasi Pemalsuan Rokoknya
Upaya mengatasi pemalsuan rokok milik raja kretek Nitisemito. Mulai dari memproduksi bungkus rokok di Jepang hingga memberi hadiah kepada yang melaporkan.
Perusahaan rokok kretek merek Bal Tiga milik raja ketek Nitisemito gencar melakukan promosi dengan berbagai cara. Mulai dari menukarkan bungkus rokok dengan beragam hadiah, mengerahkan penjual es krim keliling, membuka stan atau kios di pasar malam, iklan di media massa dan papan reklame, hingga menyebarkan pamflet menggunakan pesawat terbang. Popularitas rokok kretek Bal Tiga di pasaran mengakibatkan munculnya produk-produk rokok tiruan.
Menurut cucu Nitisemito, Alex Soemadji Nitisemito, untuk mengatasi pemalsuan, perusahaan rokok kretek Bal Tiga memberikan kode pada bungkus rokok yang hanya diketahui oleh perusahaan. Perusahaan juga mengerahkan para petugas berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari tahu ada tidaknya rokok palsu di pasaran. “Sementara pengawasan dilakukan secara ketat, maka rokok palsu yang beredar di pasaran menjadi berkurang,” tulis Alex dalam Raja Kretek Nitisemito.
Namun, upaya tersebut kurang mencapai sasaran. Petugas mengalami kesulitan karena luasnya peredaran rokok yang mencakup berbagai wilayah di Indonesia. “Sedikit kendor pengawasan maka rokok-rokok palsu itu mulai beredar lagi,” tulis Alex.
Baca juga: Kisah Nitisemito, Anak Lurah Jadi Raja Kretek
Perusahaan rokok kretek Bal Tiga kemudian memutuskan untuk mengganti bungkus rokok dengan bungkus cetakan Jepang yang huruf dan gambarnya timbul. Pada masa itu, menurut Alex, belum ada percetakan di Indonesia yang sanggup membuat seperti itu, sehingga perusahaan memutuskan untuk mencetaknya di Jepang. Dengan cara ini, maka pembeli dapat membedakan rokok palsu dan asli, sehingga dapat mencegah pemalsuan.
Di sisi lain, menurut Mark Hanusz dalam Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes, sistem abon yang sempat digunakan perusahaan rokok kretek Bal Tiga turut memungkinkan terjadinya pemalsuan. Istilah abon berasal dari kata Belanda, abonemen yang berarti subscription atau langganan. Sistem ini dapat disebut sebagai salah satu contoh pertama outsourcing di Hindia Belanda. Cara kerjanya mengacu pada sistem produksi di mana bagian dari proses manufaktur disubkontrakkan kepada pihak lain yang bertanggung jawab untuk mempekerjakan tenaga kerja dan mengirimkan produk jadi ke pabrik.
“Di bawah sistem abon, abon akan mengambil campuran tembakau dan bahan lainnya dari Nitisemito dan membawanya kembali ke desanya, di mana ia akan mendistribusikannya ke tenaga kerja berbasis rumahan,” tulis Hanusz.
Abon dapat juga dikatakan sebagai perantara antara buruh dengan perusahaan. Abon bertanggung jawab mempekerjakan dan memecat pekerjanya –yang disebut kernet– yang dibayarnya berdasarkan upah per satuan. Ketika para pekerja telah menyelesaikan pekerjaannya, abon akan mengumpulkan semua klobot yang telah tergulung dan kembali ke pabrik untuk menerima komisinya.
Dengan menerapkan sistem abon, menurut Hanusz, Nitisemito dapat meningkatkan produksinya secara besar-besaran. Namun, akibat sistem ini juga perusahaan dihadapkan pada sejumlah persoalan, mulai dari beberapa abon yang mengambil campuran tembakau perusahaan dan membungkusnya dengan kertas pesaing, hingga pemalsuan produk.
“Pesaing akan membayar mereka untuk memalsukan campuran Nitisemito dengan campuran yang lebih rendah (kualitasnya), yang kemudian akan merusak reputasi Nitisemito sebagai penyedia bahan rokok pilihan yang dapat diandalkan,” tulis Hanusz.
Guna mengatasi masalah pemalsuan itu, perusahaan rokok kretek Bal Tiga menawarkan hadiah untuk setiap paket produk penipu yang diserahkan ke perusahaan. Agar lebih menarik perhatian publik, di sejumlah stan atau kios rokok kretek Bal Tiga di pasar malam dipasang spanduk pengumuman: “Siapa pun yang memberikan informasi tentang kemasan palsu merek kami berhak mendapatkan hadiah dua ratus”.
Sementara itu, menurut Alex, agar dapat melakukan pengawasan secara langsung dalam produksi, perusahaan rokok kretek Bal Tiga kemudian membangun pabrik di atas tanah seluas 6 ha atau 60.000 m2. Tanah itu berada di Desa Jati Kudus di pinggir jalan raya antara Kudus dan Semarang. Pemindahan perusahaan dalam satu atap membuat aktivitas di pabrik begitu sibuk oleh para pekerja. Pada pagi hari, mereka berbondong-bondong menuju tempat bekerja, dan sore hari mereka ramai-ramai meninggalkan pabrik untuk beristirahat.
“Keadaan ini makin bertambah ramai setelah perusahaan-perusahaan rokok lain mengikuti jejak perusahaan rokok Bal Tiga Nitisemito, yaitu memindahkan perusahaan pada satu atap,” tulis Alex.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar