Sejarah Air Minum Kemasan
Air minum kemasan dirintis oleh seorang Belanda. Sukses dipasarkan oleh pengusaha Tionghoa yang terinspirasi orang kena diare.
Penyanyi Raisa Andriana tampil dalam iklan air minum Aqua. Dia mengunggah iklan itu dalam akun twitter-nya pada 1 September 2020. Dalam iklan itu, Raisa menuang air dari galon ke baskom. Warganet menanggapi cuitan itu dengan pertanyaan, siapa yang mengangkat galonnya ya?
Raisa kemudian menjawab rasa ingin tahu warganet. Dia mengunggah video suaminya, Hamish Daud, sedang mengangkat galon. Itulah Raisa. Tapi tulisan ini bukan soal dia. Ini tentang sejarah air minum kemasan di Indonesia dan pengusahanya.
Perintis air minum kemasan di Indonesia bernama Hendrik Freerk Tillema, seorang Belanda kelahiran 1870. Dia memperkenalkan Hygeia, produk air minum kemasannya ke penduduk Hindia Belanda di Semarang pada 1910-an. Sumber airnya dari pegunungan di Jawa Timur.
Tillema mempromosikan produknya tak tanggung-tanggung. Dia tercatat sebagai orang pertama dalam sejarah Hindia yang menggunakan balon-balon gas untuk mengiklankan air minumnya. "Sialnya, harga air ini terlalu mahal bagi orang pribumi," catat Rudolf Mrazek dalam "Kenecisan Indonesia: Politik Pakaian pada Akhir Masa Kolonial 1893–1942", termuat di Outward Appearances suntingan Henk Schulte Nordholt.
Enam puluh tahun kemudian, Tirto Utomo (bernama Tionghoa Kwa Sien Biauw) meniru jejak Tillema. Dia mengeluarkan produk air minum kemasan bernama Aqua di bawah bendera perusahaannya, PT. Golden Mississippi yang didirikan pada 23 Februari 1973.
Semula Tidak Laku
Cerita itu berawal dari ketidaksengajaan. Ketika masih menjadi pegawai Pertamina pada 1971, dia bertugas menghadiri sebuah rapat negosiasi gas alam cair dengan rombongan Raymond Todd, ketua delegasi sebuah perusahaan asal Amerika Serikat. Tapi rapat batal terlaksana. Tirto justru pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istri tamunya.
“Istri tamunya itu menderita diare berat. Usut punya usut, kedapatan bahwa para tamu itu telah melakukan kesalahan besar: minum air dari keran,” tulis Bondan Winarno dalam “Pada Mulanya, Seorang Kawan Diserang Diare”, termuat di Prisma, No. 5, Mei 1987.
Baca juga: Segarnya Sejarah Es di Indonesia
Tirto berpikir tentang cara menyediakan air minum yang bersih dan sehat untuk masyarakat. “Untuk lebih meyakinkan tentang idenya, Tirto berbagi cerita pada sahabat dekatnya yang akrab disapa Kang Ibrahim Martalogawa, sewaktu mereka asyik bermain golf bersama,” catat Muhammad Henaldy dalam Perjalanan Penuh Karya Tirto Utomo Pendiri Aqua Menjadi yang Terbaik.
Tirto sudah bisa membayangkan komposisi air minum tersebut. Tanpa aroma, warna, gula, dan pengawet. Benar-benar air bening. Dan untuk kemasannya, dia akan menggunakan botol berbahan kaca. “That’s a good idea!” jawab Kang Ibrahim.
Keinginan Tirto menyediakan air minum bersih dan sehat sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Saat itu orang perlahan sadar pentingnya hidup sehat. Apalagi saat itu muncul laporan tentang pencemaran dalam air tanah di kota-kota besar Indonesia.
Baca juga: Sejarah Fanta pada Masa Perang
“Orang mulai mengurangi minum minuman olahan yang mengandung gula, bahan pengawet, dan citarasa buatan. Dan orang tidak lagi sekadar minum air putih, tetapi air putih yang bersih, sehat, dan aman,” tulis Bondan.
Aqua keluar kali pertama pada 1974. Sebelum keluar, produk itu melalui penyinaran ultraviolet dan ozonisasi untuk memastikan bebas dari kontaminasi zat apapun. Sumber airnya berasal dari pegunungan.
Meski gaya hidup sehat sedang jadi tren, orang tetap heran melihat air minum kemasan. “Tak heran bila Tirto pun menghadapi kesulitan memasarkan produknya,” catat Bondan.
Baca juga: Kisah Coca-Cola di Bawah Panji Nazi
Agar produknya laku dan sejalan dengan citra yang ingin ditampilkan, Tirto mewanti-wanti pegawainya untuk menerapkan kebiasaan hidup sehat dan bersih di kantor dan rumahnya masing-masing. Sekecil apapun kebiasaan itu.
Maka karyawan tak boleh buang puntung rokok sembarangan. Biarpun sepuntung. “Tirto pun menjadi berang bila melihat ada puntung rokok atau kotoran lain di lingkungan perusahaannya,” tulis Bondan.
Mulai Pakai Plastik
Sasaran pembeli utama Aqua pada awal perkembangannya adalah orang asing. Tapi mereka juga tak berminat membeli. “Karena mereka masih meragukan kualitas produk Indonesia,” terang Henaldy.
Hingga 1978, Tirto masih kesulitan menjual Aqua berbahan kaca. Pasarnya sangat terbatas. Hanya kalangan atas dan sedikit pekerja asing. Dia lalu mencoba kemasan berbahan plastik. Cara ini terbukti ampuh.
“Botol plastik sungguh merupakan revolusi. Bila dulu dengan botol beling pemasaran kami hanya bersifat lokal, kini dengan botol plastik kami bisa menembus wilayah-wilayah yang tadinya tak terjangkau,” kata Tirto kepada Bondan.
Baca juga: Cola Islami Melawan Hegemoni
Dari botol-botol plastik kecil, Tirto membuat jenis kemasan lainnya: galon. Kehadiran galon bersamaan dengan dispenser. Keduanya disediakan oleh Aqua. Bedanya, dispensernya disewakan, sedangkan galonnya dijual.
Tapi penggunaan plastik memiliki sejumlah persoalan. Sejak industri plastik berkembang di Indonesia pada 1960-an, perdebatan telah muncul menyangkut penggunaannya.
“Bahwa pada waktu ini manusia sudah mengenal ribuan macam plastik. Masing-masing dengan kebaikan-kebaikan dan kekurangan-kekurangannya untuk membuat ribuan, laksaan, bahkan jutaan macam barang,” tulis Djaja, 19 Oktober 1962.
Baca juga: Awal Mula Barang Plastik di Indonesia
Bahan plastik mudah ditembus bebauan yang keras. Inilah masalah pertama penggunaan plastik. Bila botol plastik Aqua diletakkan di samping durian, ia akan ketularan baunya. Begitu juga oleh bau tanah, minyak, dan deterjen.
“Dari segi kualitas, kami sendiri sebenarnya lebih suka menjual Aqua dalam beling,” kata Tirto kepada Bondan. Tapi kalau ini diberlakukan, penjualan Aqua akan terbatas. Ini berarti juga hanya segelintir masyarakat dapat menikmati air minum bersih dan sehat.
Menggunakan botol plastik menjembarkan jangkauan penjualan Aqua dan meluaskan kesempatan masyarakat untuk menikmati Aqua. Orang mulai menggandrungi air minum kemasan. Bahkan kebiasaan baru ini jadi gengsi dan simbol status. Penggunaan plastik mensyaratkan tanggung jawab perisoal pengolahan limbahnya. Tapi itu tak mengurangi minat pengusaha lain untuk bermain dalam pasar air minum kemasan.
Tulisan ini diperbarui pada 3 September 2020.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar