Sebelum Jack Ma Tiba
Jack Ma menambah deretan nama tokoh yang pernah menjadi penasihat pemerintah Indonesia. Tak jauh dari urusan ekonomi.
TAWARAN dari pemerintah Indonesia untuk menjadikannya sebagai penasehat e-Commerce Indonesia akhirnya diambil Jack Ma, orang terkaya di Tiongkok. Kesediaan Jack Ma dinyatakan usai pertemuannya dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Beijing, Tiongkok. Pertemuan itu merupakan kelanjutan dari pertemuan tahun lalu.
Tawaran dari pemerintah Indonesia dilakukan menyusul keluarnya Peraturan Presiden No. 74/2017 mengenai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017-2019 atau juga disebut SPNBE 2017-2019, yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi berbasis elektronik.
Jack Ma adalah pendiri dan executive chairman Alibaba, raksasa e-commerce asal Tiongkok. Di Indonesia, Alibaba menanamkan dana besar di Lazada dan Tokopedia.
Merekrut ahli asing untuk membantu memetakan jalan perekonomian nasional bukanlah hal baru. Pada 1950-an, pemerintah Indonesia meminta Hjalmar Schacht, ahli keuangan Jerman, untuk memberikan resep untuk memulihkan perekonomian Indonesia yang masih terpuruk usai pengakuan kedaulatan.
Hjalmar Schacht pernah menjabat presiden Reichsbank dan menteri ekonomi pada masa Kanselir Adolf Hitler. Dia dikenal dunia karena berhasil menjinakkan hiperinflasi yang melumpuhkan Jerman, menstabilkan mark (mata uang Jerman), dan memotong angka pengangguran. Usai perang, dia bergiat sebagai konsultan ekonomi dan keuangan untuk negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.
Baca juga: Hjalmar Schacht Melawan Hitler
Schacht tiba di Jakarta pada 3 Agustus 1951. Setelah tiga bulan mempelajari bahan-bahan yang didapatkan dari sejumlah kementerian, berdiskusi dengan banyak pihak, dan mengunjungi beberapa daerah, Schacht menyelesaikan laporannya pada 9 Oktober 1951.
Tak sampai di situ. Schacht membuat saran-saran praktis mengembangkan sumber daya alam. Saran itu dipakai dalam industri pertambangan melalui apa yang dikenal sebagai “production-sharing agreement” (PSA) atau kontrak bagi hasil produksi, formula khas Indonesia yang diadposi banyak negara. Schacht mendorong pengusaha-pengusaha Jerman untuk berinvestasi di Indonesia. Dia juga membantu Indonesia memenangkan kasus lelang tembakau di Bremen, Jerman, tahun 1959.
Sumitro Djojohadikusumo, kendati membantahnya, punya andil dalam mendatangkan Hjalmar Schacht. Saat itu dia penasehat Menteri Keuangan Jusuf Wibisono. Sumitro pula, kali ini sebagai menteri keuangan, yang mendorong kedatangan ahli-ahli asing untuk membantu Biro Perantjang Negara (kini, Badan Perencana Pembangunan Nasional atau Bappenas). Yang terkemuka adalah Benjamin Howard Higgins, ahli keuangan Kanada. Selain Indonesia, Higgins menjadi penasihat ekonomi untuk pemerintah Kanada, Australia, Amerika Serikat, Libya, Malaysia, Filipina, Sri Lanka, Yunani, Brasil, dan lain-lain.
Higgins tiba pada Juli 1952. Dia jadi penasehat kebijakan fiskal untuk membantu mempersiapkan pembentukan Biro Perantjang Negara tahun 1952 dan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama tahun 1956.
Berikut ini laporan khusus Hjalmar Schacht:
Tambahkan komentar
Belum ada komentar