Menuju Kepunahan Mamalia Terbesar
Perburuan ikan paus terus terjadi untuk kebutuhan industri yang memanfaatkan tubuh dan bagian-bagian ikan paus. Ikan paus pun terancam punah.
DI perahu pertama yang berlayar mencari ikan paus, para pemburu berteriak: “Baleo..! Baleo..! Baleo..!” Teriakan itu pertanda kawanan koteklema atau paus sperma (catodon macrocephalus) menampakkan diri. Yang lainnya pun siap beraksi.
Perburuan paus dilakukan masyarakat Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur sejak lama. Dokumen Portugis pernah mencatatnya pada 1624 –dan empat abad kemudian masih berlangsung. Tradisi serupa juga dilakukan masyarakat adat di belahan bumi lainnya. Dan mereka melakukannya secara arif, tak berlebihan dan paus yang diburunya pun bukan jenis langka.
Ancaman sebenarnya justru datang dari industri yang memanfaatkan tubuh dan bagian ikan paus. Mereka tak henti memburu mamalia terbesar sejagat ini. Beberapa jenis ikan paus pun terancam punah. Padahal, paus berperan dalam menjaga ekosistem laut.
Daging Paus
Kojiki, kronik tertua Jepang yang ditulis pada abad ke-7 M, mencatat kegemaran Kaisar Jimmu (507–571 M) menyantap daging paus. Hingga kini, berbagai masakan dengan bahan baku daging ikan paus dikenal di beberapa tempat di dunia.
Spermatic
Sejak abad ke-19 cairan di bagian kepala ini –terutama paus sperma– digunakan pula sebagai salah satu bahan pembuat obat dan suplemen kesehatan, permen, detergen, bola golf, dan biodisel.
Tulang dan Gigi
Masyarakat Inuit yang bermukim di wilayah Amerika Utara memanfaatkan tulang ikan paus sebagai pisau. Sementara orang-orang Maori di New Zealand menjadikan gigi ikan paus sebagai perhiasan dan alat pembayaran. Tulang paus pada abad ke-18 dimanfaatkan sebagai rangka dari korset dan payung.
Lemak Paus
Sejak abad ke-10, produk tekstil, lilin, dan pelumas mesin terbuat dari lemak ikan paus –terutama paus sperma (catodon macrocephalus). Awal abad ke-19. Lemak paus dipakai sebagai bahan produk minyak goreng, margarin, suplemen makanan hewan peliharaan, semir sepatu, sabun, bahan bakar lampu minyak, dan bahan antikarat pada jam tangan, perhiasan, mesin, serta pelumas barang kulit. Abad ke-20–kini. Lemak paus digunakan sebagai bahan kosmetik seperti lipstik dan maskara, karena memberi efek mengkilap.
Ambergris
Selama ribuan tahun, ambergris atau cairan yang dihasilkan dari usus ikan paus digunakan untuk bahan parfum atau pengawet bau. Hingga kini, pembuat parfum berharga tinggi masih menggunakannya untuk mengurangi penguapan dan menjaga wangi parfum.
Baca juga: Pulau Liur Naga di Sumatra
Timeline Sejarah Perburuan Paus
Prasejarah. Berdasarkan penelitian arkeologis di situs petroglyps (ukiran batu) Bangu-Dae, Korea Selatan, perburuan paus diperkirakan sudah berlangsung sejak 6000 SM.
1000-an. Orang-orang Basque, yang berada di perbatasan Prancis dan Spanyol, mulai berburu paus di wilayah Teluk Biscay, operasi penangkapan ikan paus komersial pertama.
1600-an. Inggris, Belanda, Spanyol, dan Jepang mengirim ekspedisi pemburu paus ke kawasan Greenland, lautan Atlantik, Arktik, dan Pasifik.
1675. Perburuan paus oleh kelompok terorganisasi di Jepang yang kemudian berkembang menjadi industri perburuan paus.
1712. Awal Amerika mulai melakukan perburuan paus komersial.
1850. Kapal uap mulai digunakan untuk berburu paus.
1864. Svend Foyn, seorang Norwegia, menggunakan harpoon serupa rudal. Industri perburuan paus pun meningkat.
1923. Kapal disel, yang memiliki pabrik di dalamnya, berlayar berburu paus di lautan Antartika.
1937. Perjanjian Internasional untuk Mengatur Perburuan Ikan Paus ditandatangani di London. Namun, musim berikutnya, 46.039 ikan paus dibunuh di Antartika.
1945. Setelah sempat terhenti karena perang, perburuan paus besar-besaran dimulai lagi, didukung ledakan industri, teknologi, serta kapal dan peralatan yang memadai.
2 Desember 1946. 15 negara menandatangani Konvensi Internasional untuk Pengaturan Perburuan Paus (ICRW) di Washington DC, Amerika Serikat.
1972. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup memutuskan moratorium selama sepuluh tahun penangkapan ikan paus komersial.
1982. Untuk mempertegas regulasi dibentuklah Komisi Perpausan Internasional (IWC). Namun, hingga kini, upaya menghentikan perburuan paus masih menemui kendala.
Baca juga: Haus Berburu Paus
Perburuan yang Arif
Masyarakat Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur memiliki tradisi berburu ikan paus yang dikenal sebagai tradisi baleo (paus dalam bahasa Lamalera). Biasanya dilakukan saat air laut tenang, antara Mei–Oktober. Dokumen anonim Portugis tahun 1624 mencatat, penduduk Pulau Lewoleba, Lembata, memburu ikan paus menggunakan tombak bertangkai kayu (duri) yang memiliki tempuling (pisau tipis) dengan panjang sekira 20 cm.
Hingga kini tradisi ini masih berlangsung. Namun, penduduk setempat tetap menjaga kearifan lokal, sehingga tak melanggar larangan perburuan paus. Selain menggunakan alat tradisional, mereka tak berburu secara berlebihan, dan paus yang diburunya pun bukan jenis paus langka. Paus biru tidak pernah diburu karena dianggap paus penyelamat leluhur mereka dan karena paus jenis ini langka.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar