Jepang dari Isolasi hingga Industri
Jepang berhasil membangun dan mengejar ketertinggalan dari Barat setelah mengisolasi diri dan hancur karena perang.
PADA 8 Juli 1853, empat kapal uap dan sebuah kapal Induk, USS Powhatan, tiba di Pelabuhan Edo, Tokyo. Armada kapal itu, yang kelak dikenal dengan nama armada Kapal Hitam (kurofune), dipimpin seorang perwira Angkatan Laut Amerika Komodor Matthew C. Perry.
Orang-orang Jepang terkesima. Tak pernah mereka menyaksikan sesuatu seperti itu sebelumnya. Mereka mengira kapal-kapal itu adalah ular-ular naga berukuran maha besar yang mendenguskan asap karena marah. Mereka belum tahu kapal uap telah diciptakan. Mereka kian terkejut ketika tahu bahwa armada kapal itu diperlengkapi senjata berukuran besar. Sejak 1639, pemerintahan militer Tokugawa menerapkan politik isolasi (Sakoku) yang membatasi secara ketat pengaruh asing yang masuk ke dalam negeri.
Dengan kekuatan senjata, armada Kapal Hitam memaksa Jepang menerima kedatangannya. Tahun berikutnya Amerika dan Jepang menandatangani sebuah traktat kerjasama, yang mengakhiri 2,5 abad politik isolasi, juga meruntuhkan kekuasaan Dinasti Tokugawa pada 1868.
Jepang memasuki era baru, mulai membuka diri. Kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh pemerintahan militer dikembalikan kepada kaisar. Kaisar menjadi kepala negara, namun pemerintahan dan politik dijalankan sekelompok intelektual Jepang. Negeri Matahari Terbit mencanangkan program reformasi besar-besaran dengan semboyan “Negara yang Kaya dan Angkatan Bersenjata yang Kuat” (fukoku-kyohei). Tujuan utamanya menciptakan sebuah bangsa yang mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa Barat. Reformasi itu kemudian dikenal dengan nama Restorasi Meiji.
Restorasi ini merupakan sebuah perombakan besar-besaran terhadap nyaris setiap aspek kehidupan di Jepang. Sistem pembagian kerja berdasarkan kelas dihapuskan, wajib belajar diberlakukan, wajib militer menjadi satu keharusan, parlemen (Diet) dibentuk berdasarkan sebuah konstitusi baru yang diberlakukan pada 1889.
Untuk mengejar ketertinggalannya dari Barat, Jepang mendatangkan lebih dari 3.000 tenaga ahli dari Barat dengan beragam keahlian. Tenaga ahli itu bertugas mengajarkan sains modern, bahasa asing, dan teknologi. Pemerintah Meiji juga mengirimkan ribuan siswa untuk belajar di luar negeri.
Sistem perbankan modern dibentuk untuk merangsang berbagai jenis bisnis yang baru berkembang di Jepang. Roda perekonomian digerakkan dengan mengimpor bahan mentah dari luar negeri dan kemudian mengekspor produk yang sudah jadi. Restorasi Meiji berhasil menjadikan Jepang sebagai negara Asia pertama yang sukses mengusung industrialisasi. Kondisi ini tetap dipertahankan setelah masa Meiji berakhir pada 1912. Penekanan terhadap pertumbuhan ekonomi tetap menjadi fokus Jepang pada masa Taisho (1912-1926).
Militer Jepang juga ikut tumbuh dan mendorong Jepang melakukan ekspansi militer ke berbagai negara: China, Taiwan, Korea, dan kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ia juga menjadi salah satu alasan keikutsertaan Jepang dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 menghentikan semuanya. Jepang luluh-lantak. Infrastruktur rusak parah.
Pemerintah Jepang harus membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran. Awalnya, mereka mendapat banyak bantuan dari Amerika. Namun tak ada yang mengira perbaikan ekonomi Jepang bisa dicapai dalam waktu relatif singkat. Pada 1960 saja kondisi ekonominya sudah menyamai keadaan sebelum perang. Ini membuat banyak orang terkejut dan menyebutnya sebagai keajaiban. Pertumbuhan cepat ini terus berlangsung hingga 1990-an.
Menurut R. Taggart dalam The Weight of The Yen, salah satu kunci kesuksesan Jepang terletak pada kemampuannya merencanakan secara detail langkah-langkah bisnis yang harus diambil dalam 20-50 tahun ke depan. Mereka merencanakan secara teliti cara-cara terbaik merebut pasar. Taktik yang biasa dipakai adalah membanjiri pasar dengan barang-barang yang sudah dikenal pasar tapi lebih berkualitas.
Jepang memulai kemajuan ekonominya dengan meniru barang-barang yang sudah ada. Mereka membuat imitasi kasar dari kamera-kamera Jerman seperti Leica dan Rolliflex. Tapi mereka terus meningkatkan kemampuan untuk memproduksi benda-benda tersebut, sehingga menghasilkan barang-barang dengan kualitas yang lebih tinggi. Pada akhirnya perusahaan Jepang malah mampu berinovasi dan mengalahkan barang produksi Barat. Perlahan tapi pasti Jepang mulai merebut pasar di banyak lini, terutama peralatan optik, elektronik, dan industri otomotif.
Salah satu contoh keberhasilannya, mobil-mobil Jepang menyerbu pasar Amerika pada 1970-an. Jepang yang semula hanya meniru, berhasil mengembangkan mobil-mobil hemat bahan bakar berukuran kecil dengan harga lebih murah. Saat itu pemerintah Amerika mulai sadar lingkungan dan menerapkan serangkaian kebijakan yang mewajibkan penghematan bahan bakar, pengendalian emisi, sekaligus menerapkan standar keselamatan yang lebih tinggi. Tapi produsen mobil Amerika tak siap menghadapi perubahan kebijakan itu.
Satu dekade kemudian, mobil-mobil Jepang mengambil-alih posisi pertama dalam industri mobil dunia. Di Amerika sendiri, satu dari empat mobil yang terjual adalah mobil Jepang. Detroit, pusat industri mobil Amerika, kalang-kabut. Bahkan Chrysler, salah satu perusahaan mobil terbesar Amerika, nyaris gulung tikar.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar