Butuh Uang, Presiden Lelang Barang
Jokowi lelang motor, Sukarno lelang peci. Ini prank ala M. Nuh dan Anang.
Motor listrik Gesits milik Presiden Joko Widodo dilelang dalam acara konser virtual "Berbagi Kasih Bersama Bimbo" pada Minggu, 17 Mei 2020. Motor bertanda tangan Jokowi itu laku Rp2,5 miliar.
Pemenangnya M. Nuh yang disebut sebagai pengusaha dari Jambi. Ternyata, setelah ditelusuri, ia adalah buruh harian lepas. Ia mengira telah menang hadiah dalam acara lelang itu. Warganet pun menyebutnya telah nge-prank Jokowi.
Kejadian serupa tapi tak sama pernah dialami Presiden Sukarno. Sama-sama lelang di bulan puasa, bedanya Jokowi melelang motornya untuk warga terdampak pandemi virus corona (Covid-19) sedangkan Sukarno melelang peci untuk zakat fitrah.
Baca juga: Presiden Suka Momotoran
Sukarno tak punya uang menjelang lebaran. Ia meminta bantuan orang kepercayaannya, Roeslan Abdulgani. Roeslan mulai dekat dengan Sukarno saat menjabat sekretaris jenderal Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Setelah itu, ia menjabat menteri luar negeri, wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung, menteri penerangan, dan wakil perdana menteri.
Roeslan disebut sebagai orang yang mampu menangkap kebijakan dan doktrin politik Sukarno, yaitu Manipol Usdek (Manifestasi Politik/UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia), untuk disampaikan kepada masyarakat. Sehingga dia dijuluki Jubir Usman (Juru Bicara Usdek Maniol).
Roeslan juga mampu mendapatkan uang untuk Sukarno. Caranya dengan melelang peci bekas Sukarno.
Sukarno memang bukan yang pertama memakai peci. Sebelumnya, tokoh-tokoh pergerakan telah memakainya. Namun, Sukarno-lah yang mempopulerkannya. Dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menyebut peci sebagai "ciri khas saya... simbol nasionalisme kami".
Baca juga: Nasionalisme Peci Sukarno
Sukarno menunjukkannya pertama kali di usia 20 tahun dalam rapat Jong Java di Surabaya, Juni 1921: "…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia merdeka."
Tentu saja peci yang dipakai Sukarno sangat berharga dan pasti diminati banyak orang. Sehingga barang itulah yang diminta Roeslan dari Sukarno untuk dilelang. Roeslan menceritakan lelang itu dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno karya Kadjat Adra'i.
"Saya punya usul Bung," kata Roeslan. "Saya minta pecinya satu yang pernah dipakai Bung Karno untuk dilelang."
"Laku berapa Cak?" tanya Sukarno.
"Sudahlah, serahkan saja soal itu ke saya. Yang penting kan beres," kata Roeslan.
Roeslan kemudian menyerahkan peci Sukarno itu kepada keponakannya, Anang Toyib, pengusaha peci merek Kuda Mas yang selalu dipakai Sukarno.
Para pengusaha Gresik dan Surabaya antusias mengikuti lelang peci Sukarno itu. Alangkah terkejutnya Roeslan karena Anang melelang tiga peci.
Baca juga: Roeslan Abdulgani yang Bertahan di Dua Zaman
Biar hasil lelang dapat besar, Anang nge-prank peserta lelang. Anang berkilah seraya bertanya: "Saudara-saudara, sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya sudah tidak tahu lagi mana yang asli. Yang penting, ikhlas atau tidak?"
"Ikhlaaas," sambut hadirin.
"Alhamdulillah," kata Anang.
Lelang tiga peci itu menghasilkan Rp10 juta. Semuanya diserahkan kepada Roeslan.
Roeslan pun menanyakan kepada Anang, "Aslinya kan satu?"
"Betul, yang dua itu rencananya akan saya kirimkan ke Bung Karno," jawab Anang.
"Tetapi kok semuanya jelek, Nang?" tanya Roeslan.
"Memang saya bikin supaya kelihatan jelek," kata Anang. "Peci itu saya ludahi, saya kasih air, saya kasih minyak, pokoknya agar peci-peci itu sudah pernah dipakai Bung Karno."
Baca juga: Keindahan dalam Kartu Lebaran
Roeslan menceritakan kelakuan Anang itu kepada Sukarno.
"Kurang ajar Anang," kata Sukarno sambil tertawa. "Kalau begitu, yang berdosa saya atau Anang, Cak?"
"Ya, Anang," jawab Roeslan.
"Kalau begitu biarin aja," kata Sukarno.
Sukarno memberi tahu Roeslan bahwa uang itu untuk zakat fitrah. Ia menyuruh Roeslan membagikannya kepada orang-orang miskin di makam Sunan Giri.
Kumpulan tulisan Hendri F. Isnaeni bisa dibaca di sini.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar