Masuk Daftar
My Getplus

Sukarno dan Gerakan Hidup Bersih

Gerakan membiasakan hidup bersih pada dekade 1960-an. Berhasil karena momen satu dasawarsa KAA.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 04 Jul 2020
Sukarno sedang menyiram tanaman

Kebiasaan hidup bersih dan sehat menjadi cara mencegah penyebaran Covid-19. Protokol kesehatan pemerintah memuat jenis-jenis kebiasaan itu. Antara lain memakai masker jika bepergian, mencuci tangan dengan air dan sabun atau antiseptik, membersihkan lingkungan secara rutin, dan memakan makanan bergizi.

Jauh hari sebelum pandemi ini melanda, anjuran membiasakan hidup bersih dan sehat pernah bergaung kuat pada dekade 1960-an. Ceritanya saat itu Indonesia tengah giat membangun karakter dan kepribadian nasionalnya. Selain itu, Indonesia akan menjadi tuan rumah satu dasawarsa Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1965.

Presiden Sukarno berulang kali berpidato tentang revolusi menu makan dari beras menuju keberagaman pangan. Dia mempraktikkan makan jagung bersama bahan pangan lainnya. “Campur menumu! Saya sendiri sedikitnya seminggu sekali makan jagung, dan badanku, lihat, adalah sehat,” kata Sukarno.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sukarno dan Gerakan Makan Jagung

Makanan bergizi membantu kesehatan rakyat terjaga. Tapi sehat saja tak cukup. Sukarno getol menganjurkan rakyat menerapkan hidup bersih. Dia kecewa bila melihat lingkungan kotor.

Pernah suatu hari dalam dekade 1950-an, dia melihat kamar mandi kotor. “Dengan tak pikir panjang lagi, Bung Karno kemudian menyingsingkan lengan baju untuk membersihkan kamar itu sendiri,” catat Permata, 25 September 1954, mengutip keterangan Dullah, asisten sekaligus pelukis istana.

Dalam pandangan Sukarno, kebersihan adalah pangkal kesehatan. Dia mengatakan pula kebersihan sebagai bagian dari kepribadian nasional. “Lha kepribadian nasional Indonesia itu apa, Saudara-Saudara? Saudara-Saudara sudah bisa tahu sendiri, antara lain kita cinta kepada kebersihan,” kata Sukarno dalam rapat raksasa di Istora, Jakarta, 22 Februari 1965.

Sukarno bercerita bahwa kebiasaan hidup bersih sebenarnya tertanam kuat dalam perilaku leluhur rakyat Indonesia. Dia menukil salah satu bagian dari kitab Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca.

Baca juga: Nama Sebenarnya Penulis Nagarakrtagama

Seingat Sukarno, bagian itu menceritakan perjalanan Raja Airlangga dari Wilwatikta (nama lain Majapahit) –sekarang termasuk dalam wilayah Jawa Timur– menuju ke wilayah Jawa Timur lainnya. Segalanya serba bersih. Penduduknya, kota-kotanya, desa-desanya, jalan-jalannya, dan pagar-pagarnya.

“Kepribadian Indonesia pada waktu itu begitu. Wanitanya terpelihara baik, rumah-rumahnya terpelihara baik, jalan-jalannya terpelihara baik, pagar-pagarnya terpelihara baik. Jadi kehendakku ialah agar supaya bangsa Indonesia itu kembali begitu, Saudara-Saudara,” ujar Sukarno.

Sukarno merasa miris bila membandingkan kebiasaan hidup bersih leluhur Indonesia dengan kebiasaan rakyat Indonesia pada masanya. Seperti ada jarak antara yang lampau dan yang kini. Kebiasaan hidup bersih di kalangan rakyat menjauh dari realitas keseharian. Dia melihatnya dari situasi kota Jakarta dan Bandung.

“Baru-baru ini surat-surat kabar memberitakan bahwa PJM Presiden kurang puas dengan keadaan kota Bandung, tetapi sebenarnya PJM Presiden lebih prihatin lagi terhadap situasi kebersihan di Jakarta,” catat Djaja, 23 Januari 1965.

Baca juga: Kelola Sampah untuk Cegah Musnah

Sukarno menyoroti kotornya gang dan jalanan kota Jakarta sehingga orang asing pun bilang, “very dirty, very dirty.” Dia malu punya kota-kota yang kotor. Maka dia mengajak tiap orang untuk membersihkan lingkungan dan dirinya. “Jadi kebersihan adalah satu keseluruhan, bahkan sampai ke dalam hati kita, bersih, suci, cinta kepada kebersihan,” terang Sukarno.

Sukarno memaksudkan bersih-bersih itu bukan hanya menjelang peringatan satu dasawarsa KAA saja, tetapi juga mesti berlanjut hingga setelahnya. Sampai cinta kebersihan itu tumbuh kembali menjadi kepribadian nasional. Peringatan satu dasawarsa itu untuk momentum saja.

“Jikalau aku memakai Dasawarsa A-A untuk pada waktu itu kita harus sebersih-bersihnya, sebaik-baiknya, itu sekadar sebagai waktu komando,” jelas Sukarno.

Baca juga: Revolusi Amerika dalam Pidato Sukarno di KAA

Seruan itu bergerak ke arah tindakan praktis. Kepala Rukun Kampung dan Rukun Tetangga mengorganisasi kerja bakti warga. “Berkat dorongan dari rapat raksasa itu perhatian rakyat kepada soal kebersihan telah menjadi makin meluas dan mendalam,” ungkap Djaja, 6 Maret 1965.

Program Operasi Bersih muncul di mana-mana di pelosok Jakarta. Tiap minggu, mulai pukul 06.00 sampai 09.00, warga keluar rumah membersihkan jalan, selokan, dan pekarangannya masing-masing. Truk swasta hilir mudik mengangkut sampah dari permukiman.

Menjelang gelaran satu dasawarsa KAA pada 18 April 1965, Jakarta terlihat kinclong. Jalan-jalan diperbaiki, sampah-sampah diangkuti, dan selokan-selokan dibersihkan. Gerakan Operasi Bersih berhasil. Tapi harapan Bung Karno meleset. Gerakan ini hanya marak sebelum peringatan dasawarasa KAA.

Selepas itu, masyarakat kembali melupakan kebersihan. Berkali-kali gerakan ini bergulir kembali pada rezim yang berbeda. Tapi sering hanya seremonial belaka menyambut peristiwa tertentu.

TAG

sukarno sampah

ARTIKEL TERKAIT

Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno Anak Presiden Main Band Pengawal-pengawal Terakhir Sukarno* Membidik Nyawa Presiden Sukarno Sukarno, Patung, dan Patung Sukarno Salam Nasional Pekik Merdeka