Masuk Daftar
My Getplus

Selayang Pandang Kisah Mampang

Tiga versi asal usul Mampang Prapatan: persimpangan, sungai, dan pohon.

Oleh: Randy Wirayudha | 02 Feb 2018
Jalan Mampang Prapatan Raya di Jakarta Selatan. Foto: Randy Wirayudha/Historia.

RENCANA pergantian nama Jalan Mampang Prapatan Raya dan Jalan Warung Buncit Raya menjadi Jalan Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution dihentikan karena mendapat penolakan dari komunitas warga Betawi. Sebagaimana Warung Buncit, asal usul Mampang Prapatan juga ada tiga versi.

Versi pertama dalam buku 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe karya Zaenuddin MH. Mampang Prapatan berakar dari kata “Mampang” yang artinya terpampang atau terlihat jelas dan “Prapatan” yang artinya simpang atau pertemuan empat jalur. Jadi, Mampang Prapatan adalah persimpangan empat jalur yang terpampang jelas oleh para pengendara.

Lain lagi dengan versi Rachmat Ruchiat, budayawan dan penulis buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta. Menurutnya, kata “Mampang” berasal dari nama sebuah kali atau sungai yang berhulu di kawasan Ragunan (kini Kebun Binatang Ragunan) hingga bermuara di Kali (Sungai) Krukut, sebagai tanda batas kekuasaan tuan tanah Belanda.

Advertising
Advertising

“Dari hulu sampai muara Mampang tersebut tercatat tanggal 2 Desember 1695, sebagai milik tuan tanah Belanda bernama asli Hendrik Lucasz Cardeel alias Pangeran Wiraguna,” kata Rachmat kepada Historia (Baca: Dari Wiraguna ke Ragunan).

Setelah sang tuan tanah tiada, tanah di sekitar aliran Kali Mampang dipecah-pecah jadi tanah-tanah partikelir. Sementara Mampang dan Ragunan, pada akhir abad ke-19, dimiliki dua tuan tanah bumiputra.

“Berdasarkan Regeerings Almanak tahun 1881, Mampang tercatat sebagai tanah partikelir yang dikuasai tuan tanah bernama Said Aidit dan Said Hoesin,” kata Rachmat.

Yahya Andi Saputra punya versi lain. Menurut budayawan dan ketua Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta tersebut, Mampang asal katanya dari nama sebuah pohon.

“Mampang asalnya nama pohon. Dulu sudah cukup lama ada, walau kita belum riset mendalam tentang sejak kapan adanya. Intinya, keberadaan pohon-pohon Mampang itu sebagai penanda pemeliharaan lingkungan hijau,” kata Yahya kepada Historia.

Selama beberapa waktu belakangan ini, kawasan Mampang Prapatan menjadi satu dari sekian simpul kemacetan di Jakarta Selatan. Tak hanya karena tingginya volume kendaraan di jam-jam sibuk, namun juga karena adanya proyek underpass. Belum lagi kawasan itu turut disesaki sejumlah bangunan pertokoan.

Padahal sampai tahun 1975, menurut sejarawan-cum-wartawan senior Alwi Shahab, kawasan itu masih sangat sepi meski sudah ada jalan beraspal. Namun, di kedua sisi jalan, masih berupa hutan. Dalam tulisannya di Republika, 24 Juli 2005, Alwi menguraikan kawasan Mampang hingga Warung Buncit, masih sekadar “diramaikan” kebun-kebun belimbing, empang dan sejumlah peternakan sapi.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Lika-liku Sejarah Pipa Bukan Belanda yang Kristenkan Sumatra Utara, Tetapi Jerman Antara Lenin dan Stalin (Bagian I) Situs Cagar Budaya di Banten Lama Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Perupa Pita Maha yang Karyanya Disukai Sukarno Musik Rock pada Masa Orde Lama dan Orde Baru Pasukan Kelima, Kombatan Batak dalam Pesindo Tertipu Paranormal Palsu Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi”