Pada 1518, sebuah wabah aneh terjadi di Kota Strasbourg, di wilayah Kekaisaran Romawi Suci (kini masuk wilayah Prancis). Wabah ini bukan wabah penyakit seperti flu, infeksi, atau penyakit kulit menular lainnya, melainkan wabah yang membuat orang menari hingga meninggal dunia. Tragedi ganjil ini kemudian disebut sebagai choreomania atau wabah menari 1518.
Wabah menari dimulai pada 14 Juli 1518 ketika Frau Troffea, seorang warga Strasbourg keluar rumah dan menari di jalanan. Ia menari tanpa alasan yang jelas, tanpa musik dan tanpa henti. Troffea menari selama tiga hari hingga kakinya lecet-lecet dan berlumuran darah. Orang-orang mengira ia kerasukan setan. Ia pun lalu dibawa ke sebuah tempat suci di Pegunungan Vosges.
John Waller, ahli sejarah kedokteran di Michigan State University, dalam bukunya A Time to Dance, A Time to Die menyebut gejala yang dialami Troffea merebak cepat beberapa hari kemudian. Orang-orang mulai turun ke jalan dan mulai menari tanpa henti.
“Dalam sebulan, menurut salah satu kronik sejarah, sebanyak 400 orang mengalami kegilaan. Hingga suatu waktu di akhir bulan Juli, hanya seminggu atau lebih setelah Frau Troffea mulai menari, epidemi ini mengambil wajah baru yang lebih kejam,” tulis Waller.
Baca juga: Wabah-Wabah Penyakit Pembunuh Massal
Di musim panas yang menyiksa itu, mereka menari berhari-hari hingga kelelahan, kaki berdarah-darah, urat-urat terkoyak hingga terkena serangan jantung. Diperkirakan, setiap harinya ada 15 orang yang sekarat.
Dalam sebuah manuskrip yang ditemukan di arsip kota yang dikutip Waller, tercatat, “Ada wabah aneh baru-baru ini. Terjadi di kalangan rakyat jelata. Banyak orang mengalami kegilaan. Mulai menari. Mereka terus menari siang malam. Tanpa hambatan. Sampai mereka jatuh pingsan. Banyak orang kehilangan nyawa karenanya.”
Penelusuran Waller menunjukan bahwa wabah serupa ternyata pernah terjadi di Eropa. Namun, sebagian besar tidak diketahui apakah peristiwa tersebut merupakan kejadian nyata atau isapan jempol belaka. Sementara wabah menari di Strasbourg terjadi setelah ditemukannya mesin cetak sehingga terdapat beragam sumber yang mendokumentasikannya.
Baca juga: Catatan Ibnu Battuta tentang Wabah Penyakit Mematikan
Terkait penyebab wabah menari, ada dugaan bahwa epidemi ini bermula dari ergot. Ergot adalah penyakit jamur pada batang gandum lembab. Ergot dapat menyebabkan delusi, kejang-kejang dan guncangan hebat. Namun, korban-korban wabah menari ternyata tidak menunjukan gejala demikian.
“Tidak satu pun dari ciri-ciri ini dijelaskan oleh saksi wabah menari Strasbourg, dan tampaknya tidak mungkin bahwa menari akan dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama sementara menderita gejala-gejala ini,” tulis Dr. Marc Burton dalam artikelnya di pastmedicalhistory.co.uk.
Sejarawan lain menyebut peristiwa ini terkait dengan kultus sesat. Namun tak ada bukti memadai yang mendukung teori ini.
“Mungkin tidak pernah diketahui secara pasti apa yang menyebabkan wabah aneh dan ganjil ini tetapi hal itu berfungsi sebagai pengingat akan sifat aneh dan tak terduga dari jiwa manusia,” sebut Marc.
Sementara itu, Waller menyebut wabah menari berkaitan erat dengan perubahan kehidupan di Strasbourgh. Kala itu, dunia tengah mengalami ketidakpastian. Gagal panen, kelaparan, cacar dan berbagai penyakit mematikan muncul.
Baca juga: Wabah Penyakit Mematikan di Banten dan Jawa Tengah
Selain itu, tambah Waller, kondisi spiritual masyarakat saat itu juga perlu diteliti. Gabungan antara masalah duniawi dan spiritual ini yang kemungkinan menimbulkan tekanan-tekanan psikologis. Wabah tari, menurutnya, adalah respons terhadap kesengsaraan, sugesti, dan kepercayaan.
“Otak di bawah tekanan berat selalu menghasilkan sensasi dan perilaku tertentu, walaupun di luar kehendak sendiri, memunculkan pemikiran dan keinginan penderita serta masyarakat di sekitar mereka,” sebutnya.
Wabah menari mereda awal September 1518. Tak bisa dipastikan berapa korban meninggal. Sementara itu, wabah ini telah menyebabkan kekacauan dan huru-hara di beberapa kota di wilayah Kekaisaran Romawi Suci.