PADA 25 Juli 1978, sesaat sebelum tengah malam, lahirlah bayi perempuan di Rumah Sakit Umum Daerah Oldham, Manchester, Inggris. Berat bayi itu 2,61 kg dan dikeluarkan dengan operasi caesar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bayi itu normal. Kondisi ibunya pun baik. Bayi dari pasangan Lesley dan John Brown itu diberi nama Louise Joy Brown. Dialah bayi tabung pertama di dunia.
Lesley mengidap blocked fallopian tubes atau tertutupnya saluran telur sehingga tak terjadi pembuahan karena sel telur dan sperma tak bertemu. Ini menjadi penyebab utama ketidaksuburan perempuan. Pada 10 November 1977, Lesley mendapat penanganan fisiolog Universitas Cambridge, Inggris, Robert G. Edwards dan ahli bedah kandungan Patrick Steptoe. Akhir November 1977, dengan menggunakan teknologi in vitro fertilization (IVF), embrio yang telah dibuahi di laboratorium ditanamkan di rahim Lesley. Dia hamil dan delapan bulan kemudian melahirkan.
Teknologi IVF mendapat tantangan. Saat itu, tak satu pun agama-agama utama memiliki kebijakan resmi pada inseminasi buatan ini. Gereja Katolik Roma mengajukan keberatan terkuat. Uskup Agung St. Andrews dan Edinburgh, Kardinal Gordon Gray berkata, “Saya punya keraguan serius tentang kemungkinan implikasi dan konsekuensi untuk masa depan,” katanya seperti dikutip news.bbc.co.uk, 25 Juli 1978.
Namun Edwards dan Steptoe tak gentar. Pada 1980, mereka mendirikan Bourn Hall Clinic di Cambridge, klinik pertama di dunia untuk terapi IVF. Steptoe menjadi direktur medis sampai kematiannya pada 1988, dan Edwards sebagai kepala penelitian hingga pensiun. Ginekolog dan ahli biologi sel dari seluruh dunia dilatih di klinik ini. Di sini pula metode IVF secara terus-menerus disempurnakan. Berkat ketekunan para ilmuwan tersebut, teknik bayi tabung semakin baik sehingga memiliki tingkat keberhasilan 1:5 atau tak beda dengan peluang kehamilan dengan hubungan badan secara alami.
Atas jasanya, Edwards dianugerahi Nobel Kedokteran 2010. Sayang, Komite Nobel tak memberikan penghargaan kepada orang yang telah meninggal sehingga Steptoe tak disebut sebagai penerima penghargaan.
Dalam pernyataan pers, 4 Oktober 2010, Komite Nobel Kedokteran menyatakan bahwa lebih dari 10% pasangan tak subur ada di seluruh dunia. Bagi kebanyakan dari mereka, ini adalah kekecewaan besar dan, untuk beberapa kasus, menjadi penyebab trauma psikologis seumur hidup. Di masa lalu, kedokteran memiliki kemampuan terbatas untuk membantu orang-orang ini. Setelah Edwards menemukan terapi IVF, situasinya sama sekali berbeda.
Edwards lahir pada 27 September 1925 di Manchester, Inggris. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di Manchester Central High School, dia menjadi tentara di Angkatan Darat Inggris dan terlibat dalam Perang Dunia II. Selesai dinas, dia belajar Ilmu Biologi di University Wales, Bangor, dan meraih gelar sarjana dengan spesialisasi utama Zoologi, dan spesialisasi kecilnya Botani. Selanjutnya dia belajar di Institute of Animal Genetics and Embryology pada Faculty of Science Universitas Edinburgh Skotlandia, tempat dia meraih gelar Ph.D pada 1955.
Mulai 1950-an, Edwards dan Steptoe memulai penelitiannya tentang pembuahan manusia dan menciptakan teknologi bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) untuk menyelesaiakn masalah ketidaksuburan. Pada 1958 Edwards sempat menjadi staf ilmuwan di National Institute for Medical Research di London hingga dia bergabung dengan Universitas Cambridge sebagai direktur riset pada 1963. Dia juga menjadi editor beberapa jurnal ilmiah terkemuka di bidang pembuahan. Saat ini, dia menjadi profesor emeritus di Universitas Cambridge.
Teknologi IVF juga hadir di Indonesia. Ketika Sudraji Sumapraja menjabat wakil direktur medis Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita, niat mengembangkan bayi tabung mulai dirintis. Pada 1 April 1987 dikembangkan Program Melati atau Melahirkan Anak Tabung Indonesia. Mereka menerapkan teknologi bayi tabung, bekerjasama dengan Universitas Erasmus di Belanda.
“Upaya merintis bayi tabung di Indonesia terinspirasi dari naskah pidato Prof Dr Ing BJ Habibie tentang alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang,” tulis Suara Pembaruan, 27 Jul 2006.
Pada 2 Mei 1988 lahirlah bayi laki-laki bernama Nugroho Karyanto, anak dari pasangan Markus dan Chai Ai Lian di RSAB Harapan Kita. Secara mengejutkan, bayi tabung kedua lahir kembar tiga: Melati, Suci, dan Lestari, pada 27 Maret 1989.
“Ketika Louise Brown merayakan ulang tahun ke-21 di tahun 1999, waktu itu ada 300.000 perempuan di seluruh dunia yang mengandung melalui IVF,” tulis news.bbc.co.uk, 25 Juli 1978.
Sekarang, di seluruh dunia, ada sekitar empat juta manusia lahir berkat teknologi bayi tabung. Diperkirakan seribu di antaranya lahir di Indonesia –termasuk Yusuf Ivander Damares, anak dari pasangan “Ratu Ngebor” Inul Daratista dan Adam Suseno. Banyak dari mereka sekarang sudah beranjak dewasa dan menjadi orangtua.
Dua tahun sejak penemuan teknologi ini hingga sekarang, para ulama di Indonesia tak mempersoalkan keberadaan bayi tabung, sepanjang sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri yang sah.
Pada 2004, Louise Brown menikah dengan Wesley Mullinder. Edwards hadir di acara pernikahan itu. Dua tahun kemudian, Louise Brown melahirkan anak secara normal, yang diberi nama Cameron.
“Ini mungkin bukti terbaik bagi keselamatan dan keberhasilan terapi IVF. Hari ini, visi Robert Edwards menjadi kenyataan dan membawa sukacita kepada orang-orang yang infertil (tak subur) di seluruh dunia,” demikian pernyataan pers tanggal 4 Oktober 2010 yang dimuat nobelprize.org.