Masuk Daftar
My Getplus

Manis-Pahit Petualangan SS Conte Verde

Kapal yang mengantar rombongan tim dan trofi Piala Dunia edisi perdana. Merana di tengah gejolak Perang Dunia II

Oleh: Randy Wirayudha | 23 Apr 2020
Kapal SS Conte Verde yang mengantar tim Prancis, Belgia, Rumania, serta Presiden FIFA Jules Rimet yang membawa trofi Coupe du Monde ke Uruguay untuk Piala Dunia 1930 (Foto: fifa.com/ushmm.org)

DARI tepian dek, ribuan orang terus melambaikan tangan kepada sanak-saudara dan para handai taulan yang juga melambaikan tangan di pinggiran pelabuhan Genoa, Italia. Di hari yang cerah itu, 21 April 1923, para konglomerat Italia hingga penumpang golongan proletar menjadi saksi pelayaran perdana kapal transatlantik SS Conte Verde dengan rute Genoa-New York.

Conte Verde dibuat galangan kapal William Beardmore & Co di Dalmuir, Skotlandia, atas pesanan perusahaan pelayaran Lloyd Sabaudo Line yang berbasis di Genoa. Meski sudah rampung pada 21 Oktober 1922, finishing interior-nya memakan waktu hingga lima bulan berikutnya.

Lloyd Sabaudo Line sampai mengirim seniman-seniman asal Firenze untuk mendekorasi bar-bar dan sejumlah lounge kelas satu. Mengutip suratkabar The Times (kini The New York Times) edisi 25 Juni 1923, dinding di bagian tangga utamanya dihiasi sebuah lukisan besar karya Cavalieri. Langit-langit di dek-dek kelas satu yang berhias lukisan dari para seniman Firenze membuatnya bak istana khas Italia era renaissance.

Advertising
Advertising

Semua itu dilakukan karena Lloyd Sabaudo Line ingin Conte Verde menjadi “istana berjalan” dengan segala kemewahannya, sesuai namanya yang diambil dari julukan Amadeus VI, Count of Savoy, yang dijuluki Il Conte Verde atau Pangeran Hijau.

Pelepasan pelayaran perdana SS Conte Verde pada 21 April 1923 (Foto: Library of Congress/loc.gov)

Baca juga: Kisah Tiga Kapal Pesiar: Olympic, Titanic, dan Britannic

Kapasitas maksimal kapal dengan 10 dek itu mencapai 2.830 orang yang terbagi dalam 450 penumpang kelas satu, 200 penumpang kelas dua, dan 1.780 penumpang kelas tiga yang biasanya merupakan imigran, serta 400 kru. Bobot kotornya 18.761 ton dengan postur 180,1 x 22,6 meter. Ditenagai dua turbin uap, Conte Verde bisa berlayar dengan kecepatan hingga 18,5 knot.

Conte Verde tiba kemarin (24 Juni 1923) pada pelayaran perdananya dari Genoa dan Napoli membawa 95 penumpang kelas satu, 374 penumpang kelas dua, dan 703 penumpang kelas tiga,” lanjut laporan The Times.

Mengantar Rombongan Piala Dunia

Medio Juni 1930 jadi salah satu jadwal pelayaran terpenting Conte Verde. Sejumlah akomodasi kelas satunya disewa panitia pelaksana Uruguay sebagai tuan rumah Piala Dunia pertama dan Presiden FIFA Jules Rimet. Ia jadi bagian negosiasi Uruguay dan Rimet agar tim-tim Eropa mau datang menyeberangi Samudera Atlantik sejauh 11 ribu kilometer untuk berpartisipasi.

Berkat lobi Rimet, Piala Dunia 1930 urung diboikot seluruh negara Eropa. Dari belasan negara yang diundang, hanya Prancis, Belgia, Rumania, dan Yugoslavia yang –datang dengan kapal pesiar lain, MS Florida– berkenan hadir. Kapal Conte Verde berlayar membawa tiga tim Eropa juga sekaligus presiden FIFA dengan trofinya, Coupe du Monde, dan tiga wasit: Jean Langenus (Belgia), Henri Christophe (Belgia), dan Thomas Balvay (Prancis).

Timnas Prancis, Belgia, dan Rumania di atas geladak kapal SS Conte Verde (Foto: Repro "Le livre official de l'equipe de France")

Baca juga: Preambul Piala Dunia Pertama Amburadul

Dinukil dari 100+ Fakta Unik Piala Dunia karya Asep Ginanjar dan Agung Harsya, Conte Verde mulai lepas jangkar dari pelabuhan Genoa pada 20 Juni, di mana baru ditumpangi rombongan tim Rumania. Sehari kemudian ia merapat ke Villefranche-sur-Mer untuk menjemput tim Prancis, Presiden FIFA, serta tiga wasit, sebelum keesokannya berlabuh di Barcelona untuk menjemput tim Belgia.

“Selama perjalanan di atas Conte Verde, para pemain Belgia, Prancis, dan Rumania tak henti menjaga kondisi tubuh. Conte Verde memang sengaja diubah menjadi arena olahraga terapung. Selain tersedia tempat kebugaran, ada juga kolam renang, dan meja ping-pong. Bahkan para pemain sempat-sempatnya main bola di sana! Hal itu baru terhenti ketika sejumlah bola jatuh ke laut,” tulis Asep dan Agung.

Presiden FIFA Jules Rimet (kiri) tiba di Montevideo pada 4 Juli bersama para ofisial dan tiga tim peserta Piala Dunia 1930 (Foto: fifa.com)

Selain rombongan Piala Dunia, Conte Verde juga ditumpangi beberapa selebriti dunia yang turut serta dalam total 15 hari pelayaran itu. Di antaranya penyanyi opera Rusia Fyodor Chaliapin, penari beken Amerika Josephine Baker, fotografer dan petualang Italia Fosco Maraini, penulis Italia Dacia Maraini, serta pengusaha kafe ternama Caffe Trieste, Giovanni Giotta.

“Setelah berlabuh lagi di Lisbon dan Kepulauan Canary, tim-tim seperti Belgia, Rumania, dan Prancis mulai menyeberangi Atlantik. Kapalnya baru merapat lagi di Rio de Janeiro pada 29 Juni untuk menjemput tim Brasil, sebelum akhirnya tiba di Montevideo pada 4 Juli. Hampir 15 ribu warga Uruguay datang menyambut mereka,” tulis Gregory Reck dan Bruce Allen Dick dalam American Soccer: History, Culture, Class.

Mengangkut Pengungsi Yahudi hingga Dibom Sekutu

Trayek Conte Verde yang lazimnya menyeberangi Atlantik ke barat (New York hingga Buenos Aires), berganti pada 1932 kala kapal itu diakuisisi Italian Line (kini Italia Marittima) dari Lloyd Sabaudo Line. Conte Verde dijadikan satu dari empat kapal dalam armada Lloyd Triestino di bawah Italian Line yang trayeknya mengarah ke timur jauh: Genoa-Trieste-Bombay-Colombo-Shanghai-Hong Kong-Singapura via Terusan Suez.

Interior dan dekorasinya pun banyak diubah. Ia tak lagi jadi “istana terapung”, namun semata kapal transport. Untuk memperluas ruang kelas ekonomi, Italian Line memperkecil kapasitas kelas satu menjadi hanya 250, kelas dua 170, dan kelas tiga 220 penumpang. Per November 1938, Conte Verde bersama tiga kapal Lloyd Triestino lainnya dijadikan kapal penyelamat bagi belasan ribu Yahudi Eropa yang mencari selamat ke Shanghai.

“Sejak mulanya periode Nazi sudah mulai ada imigran Yahudi dari Jerman ke Shanghai. Kelompok pertama berjumlah 12 orang yang terdiri dari para dokter, guru, atau pebisnis. Mereka menganggap Shanghai jadi surga suaka yang menarik. Hingga enam tahun kemudian gelombang besar pengungsi Yahudi datang mengikuti,” tulis Alvin Mars dalam A Note on the Jewish Refugees in Shanghai.

“Lalu setelah invasi Nazi ke Austria (Anschluß, 12 Maret 1938), dua kapal transport pertama yang tiba di Shanghai dengan para pengungsi Yahudi adalah kapal Conte Biancamano dan Conte Rosso dari Lloyd Triestino. Seiring bertambahnya pengungsi, dua kapal lain (Conte Verde dan Conte Grande) dikerahkan. Rutenya Genoa-Port Said-Suez-Colombo-Singapura-Manila-Shanghai,” lanjutnya.

Baca juga: Nestapa Yahudi Afrika demi Tanah yang Dijanjikan

SS Conte Verde pada 1932 setelah diakuisisi oleh Lloyd Triestino (Foto: ibi.org)

Conte Verde sendiri pertamakali membawa pengungsi Yahudi pada 29 Oktober 1938 yang berbondong-bondong datang ke pelabuhan Trieste. Mengutip Roman Malek dalam From Kaifeng to Shanghai: Jews in China, kapal itu ditumpangi 187 pengungsi Yahudi Jerman dan Austria yang menyelamatkan diri 12 hari sebelum geger Kristallnacht atau “Malam Kaca Pecah”, 9-10 November 1938, yakni malam ketika para simpatisan Nazi menghancurkan rumah, pertokoan, hingga membantai Yahudi yang mereka temui.

“Setelah hampir sebulan pelayaran, pada 24 November 1938 Conte Verde merapat di Shanghai pada pukul 2 siang. Dari 350 penumpang, terdapat 187 pengungsi Yahudi Jerman dan Austria. Ini adalah rombongan pengungsi terbesar pertama, di mana dalam delapan bulan berikutnya gelombang pengungsian kian meningkat,” tulis Malek.

Baca juga: Melindungi Kenangan Kapal Perang

Hingga Juni 1940, total sudah 17 ribu pengungsi Yahudi yang menggunakan kapal-kapal milik Lloyd Triestino. Namun setelah itu, jalur pengungsian Conte Verde dkk terhenti lantaran Italia nyemplung ke dalam Perang Dunia II. Sebagai imbasnya, Conte Verde yang tengah berlabuh di Shanghai ditahan untuk sementara waktu oleh otoritas konsensi Inggris-Amerika di Shanghai International Settlement.

Setelah lama nongkrong di Shanghai, nasib nahas menghampiri Conte Verde pada 3 September 1943 bersamaan dengan Armistice of Cassibile atau perjanjian gencatan senjata antara Italia dan Sekutu. Agar Conte Verde tak direbut Jepang yang sudah menguasai Shanghai, termasuk konsensi asingnya sejak 8 Desember 1941, dengan berat hati para krunya berusaha menenggelamkannya.

SS Conte Verde yang sejak November 1938-Juni 1940 bolak-balik Trieste-Shanghai membawa pengungsi Yahudi (Foto: ushmm.org)

Tapi ketika kapal belum sepenuhnya tenggelam, upaya itu gagal karena para krunya keburu ditangkap serdadu Jepang. Conte Verde lantas diselamatkan dan diperbaiki Jepang, disulap jadi kapal kargo bernama Teikyo Maru meski tulisan Conte Verde di lambungnya tak diubah. Ia sempat dihantam pembom B-24 Liberator Amerika pada 8 Agustus saat tengah berlayar di Sungai Huangpu.

Total enam bom menimpa Teikyo Maru yang membuatnya oleng ke kanan sebelum akhirnya karam di perairan dangkal itu. Sebulan kemudian Teikyo Maru coba diperbaiki dan ketika sudah bisa mengapung lagi, ia ditarik kapal lain untuk dibawa ke galangan kapal Mitsubishi Konan di pelabuhan Sungai Huangpu.

Selesai diperbaiki, ia diubah menjadi kapal angkut personil pasukan pada awal 1945 dan berganti lagi namanya menjadi Kotobuki Maru. Namun nasib apes kembali menimpanya pada 25 Juli 1945. Saat sedang berlabung di Pelabuhan Maizuru, Kyoto, ia diserang oleh pesawat pembom Sekutu.

Usahanya untuk kabur gagal dan setelah terkena beberapa bom, Kotobuki Maru terdampar di pesisir Teluk Nakata. Ia lantas terbengkalai begitu saja hingga pada 13 Juni 1949 datang keputusan dari otoritas Jepang agar ia dikanibal dan dibesituakan.

Baca juga: Akagi, Kapal Induk Kebanggaan Jepang yang Karam di Midway

TAG

kapal piala-dunia piala dunia yahudi pelayaran

ARTIKEL TERKAIT

De Zeven Provincien Kapal Hukuman Nasib Mereka yang Terbuang di Theresienstadt dan Boven Digoel Lebih Dekat Menengok Katedral Sepakbola di Dortmund Kemelut Bismarck di Atlantik Petualangan Tim Kanguru Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Perjalanan Kapten Pahlawan Laut Dardanella Jadi Saksi Konflik Yahudi-Arab di Palestina Setelah Kasel Amerika Menghabisi Ratusan Pelajar Jepang Yamato Berjibaku