BANDUNG, 5 Mei 1923. Pagi-pagi sekali Gubernur Jenderal de Fock beserta rombongan keluar dari penginapan di hotel Preanger. Iring-iringan kendaraan bergerak melintasi Dayeuhkolot ke arah perbukitan Bandung Selatan. Setelah melalui Banjaran dan Cimaung, sampailah mereka di kaki Gunung Malabar.
Hari itu de Fock meresmikan pemancar radio Malabar, “stasiun radio pertama yang menghubungkan Belanda dan Hindia Belanda,” tulis Haryadi Suadi dalam Riwayat Radio Republik Indonesia.
Pemancar Malabar dibangun Cornelius Johannes de Groot (1883-1927), alumnus teknik listrik dan rekayasa mekanis Delftse Polytechnische School, Karlsruhe, Jerman.
“Dalam disertasi yang berjudul Radiotelegrafie In The Tropen, Groot mengemukakan perlunya hubungan radio secara langsung antara Nederland dan Hindia Belanda. Dia yakin, secara teknis hal itu bisa dilakukan,” tulis buku The Year-book of Wireless Telegraphy & Telephony terbitan Marconi Press Agency Limited, 1920.
Pria bertubuh tambun itulah yang memimpin Departemen Pos Telepon dan Telegraph (PTT) Hindia Belanda melakukan serangkaian percobaan komunikasi radio untuk menghubungkan Hindia Belanda dengan Belanda.
Akhir 1916, Groot mulai mendirikan pemancar di kaki Gunung Malabar. Perangkat teknologinya dipesan dari perusahaan elektronik Telefunken, Jerman. Medan yang berat tak menyurutkan langkahnya. Peralatan berat berupa besi-besi dan mesin-mesin diangkut lewat jalan kecil, menanjak dan berliku ke lokasi pemasangan antena yang terjal.
Berbeda dari pemasangan antena pada umumnya, Groot merentangkan antena pada dua sisi lereng gunung sepanjang kurang lebih duaribu meter. Ketinggian rentangan kabel rata-rata 250-750 meter di atas permukaan laut, atau rata-rata 350 meter di atas permukaan tanah.
Perjuangan Groot tak sia-sia. Dia berhasil menghubungkan Belanda dan Hindia Belanda. Ini menandai titik tolak kemajuan dunia telekomunikasi penyiaran. Sejawaran Rudolf Mrazek, penulis buku Engineers of Happy Land, menyebut pemancar Malabar di pegunungan Jawa Barat adalah titik fokus alamiah dan simbol paling ampuh radio Hindia Belanda.
Groot meningal dunia pada 1 Agustus 1927. Namanya diabadikan oleh Walikota Bandung B. Coops sebagai nama jalan di kota itu: Dr de Grootweg (kini Jalan Siliwangi).
Kini, Groot dan pemancar Malabar hanya tinggal cerita. Kompleks stasiun radio Malabar yang megah itu hancur-lebur saat meletus peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. “Saya yang menghancurkan,” kata Entang Muchtar, dikutip Her Suganda dalam Jendela Bandung.
Entang bersama tiga kawannya menghancurkan stasiun radio Malabar dengan dinamit setelah mendapat perintah dari Mayor Daan Yahya. “Bumi seakan terguncang dan suara ledakan sangat memekakkan telinga. Ledakan pertama disusul ledakan-ledakan berikutnya sehingga seluruh bangunan luluh-lantak.”