SEMENJAK Raja Kasunanan Surakarta Pakubuwono X memiliki “kereta setan” alias mobil, jumlah kendaraan bermotor empat roda terus bertambah. Namun, pertambahan mobil sebagai kendaraan pribadi masyarakat Indonesia berjalan lambat. Penggunaan mobil baru masif jauh setelah Indonesia merdeka, terutama setelah masuknya mobil-mobil Jepang pada 1970-an.
Masifnya penggunaan mobil sebagai kendaraan pribadi membuat pasar otomotif tanah air membesar. Para produsen dari berbagai belahan dunia tertarik. Beragam jenis mobil berikut teknologi yang menyertainya pun bermunculan.
Isu kelestarian lingkungan menjadi tantangan sekaligus pangsa pasar tersendiri yang mendorong para produsen mengembangkan mesin bertenaga listrik sebagai pengganti mesin bertenaga bahan bakar minyak (BBM).
Baca juga: Kereta Tanpa Kuda
Di Indonesia, Hyundai menjadi pelopornya dengan meluncurkan mobil listrik murni Ioniq Electric dan SUV (Sport Utility Vehicle) Kona Electric oleh PT Hyundai Motor Indonesia pada 6 November 2020.
Beragam fitur teknologi yang disandang Hyundai Ioniq dan Kona merupakan bagian dari perjalanan sejarah panjang mobil listrik.
Laju Sejarah Mobil Listrik
Embrio mobil listrik muncul pertamakali pada 1828 lewat mesin elektrik ciptaan Ányos Jedlik, ilmuwan Hungaria sekaligus pendeta Ordo Santo Benediktus. Bereksperimen sejak setahun sebelumnya, dengan hanya bermodalkan imajinasi, Jedlik menciptakan alat penggerak elektromagnetis yang dinamakannya lightning-magnetic self-rotor (baling-baling kilat magnetis yang bergerak sendiri).
“Bagaimana jika, secara kebetulan, sebuah aliran listrik cukup besar yang melewati kumparan ditempatkan di sekitar pasak magnetis? Jika hasilnya membuat pasaknya lebih kuat, maka aliran listriknya akan membuat sekeliling pasaknya lebih kuat pula, di mana hal itu akan memberikan aliran lebih kuat lagi hingga sebuah batas tertentu,” ungkap Jedlik dalam catatannya, dikutip Kevin Desmond dalam Innovators in Battery Technology: 95 Influential Electrochemist.
Baca juga: Berdiri di Atas Mobil Sendiri
Jedlik lantas menjajal alat buatannya dengan menempatkan di sebuah kendaraan kecil seukuran mainan. Percobaannya berhasil, namun karya Jedlik itu dianggap tak punya prospek apapun saat itu.
“Mesinnya tak punya tujuan pengaplikasian yang praktis, apalagi komersial sebagaimana pandangan Ordo Benediktus saat itu, hingga akhirnya ciptaannya dikesampingkan. Ia juga tak pernah lagi membicarakan penemuan revolusionernya itu selama tiga dekade berselang,” sambung Desmond.
Di periode yang sama, ilmuwan asal Skotlandia Robert Anderson menciptakan hal serupa. Dia membuat purwarupa kereta yang tak digerakkan dengan kuda, melainkan dengan baterai pada 1832.
“Hanya sedikit yang diketahui dari penemuan Robert Anderson –sayangnya detail-detail tentang kendaraan buatannya sudah hilang. Hanya diketahui antara 1832-1839 dia mendesain, membangun, dan menguji kereta yang digerakkan baterai. Anderson juga sayangnya belum punya alternatif selain menggunakan baterai berisi sel-sel timbal-asam non-isi ulang. Baterai yang rechargeable sendiri baru ditemukan pada 1859,” tulis Nigel Burton dalam History of Electric Cars.
Baca juga: Mengulang Sejarah Mobil Murah
Meskipun penemuan Anderson hanya jadi catatan kaki dalam historiografi mobil listrik, nama Anderson tetap diakui sebagai pionir mobil listrik.
Anderson tak seberuntung ilmuwan Belanda Sibrandus Stratingh. Bila penemuan Anderson minim apresiasi, kereta tiga roda berpenggerak baterai karya Stratingh pada 1834 diapresiasi secara luas. Ciptaan Stratingh itu berupa kereta terbuat dari kayu berbobot tiga kilogram yang ditempatkan dua pelat kumparan masing-masing bermaterial tembaga dan seng. Di atas keretanya, Stratingh menempatkan sebuah guci berisi asam encer. Idenya datang setelah membaca sejumlah riset karya Moritz von Jacobi yang mendesain mesin elektromagnetik di St. Petersburg, Rusia.
Dibantu mekanik Christopher Becker, Stratingh membuat beberapa purwarupa untuk dijajal beperjalanan keliling kota Groningen pada 22 Maret 1834. Suratkabar Groninger Courant edisi 27 Maret 1834 melaporkan, percobaan perdana Stratingh berjalan lancar tanpa masalah apapun.
“Pada pagi 22 Maret, perjalanan ujicoba pertama dilakukan Tuan Stratingh dan Becker dengan kendaraan mereka yang beperjalanan melalui jalan-jalan berliku di kota dengan hasil positif. Para pembuatnya sangat senang dengan pengujiannya hingga mereka merasa masih bisa melakukan pengembangan lagi agar juga bisa melewati jalan-jalan berbatu tanpa masalah,” demikian Groninger Courant memberitakan.
Kereta buatan Stratingh melakoni pengujian jarak jauh pertamanya pada 3 November 1835 dengan rute Groningen-De Punt yang berjarak 20 kilometer. Hasilnya memuaskan. Kabar keberhasilan itu mencapai telinga Raja Willem I yang lantas memberi Stratingh insentif 600 gulden demi melanjutkan penelitiannya dan berbagi pengetahuan ke sejumlah kampus. Namun, penelitian Stratingh acap terhambat karena kesehatannya mulai terganggu.
Baca juga: Cerita Pahit Mobil Rakyat
Sepeninggal Stratingh yang tutup usia pada 15 Februari 1841, pengembangan mobil listrik dilanjutkan insinyur Prancis Gustave Trouvé. Dengan ketersediaan baterai timbal-asal yang bisa diisi ulang ciptaan ilmuwan Belgia Gaston Planté, pada 1881 Trouvé menciptakan mobil beroda tiga yang bisa mengangkut manusia.
“Trouvé sebelumnya mengembangkan mesin itu untuk pengaplikasian transportasi air, hingga menghasilkan perahu bermesin listrik pertama yang melintasi Sungai Seine, hingga kemudian dia mengadaptasikannya ke sebuah kendaraan beroda tiga Coventry-Rotary,” sambung Burton.
Purwarupa pertama mobil Trouvé lahir pada 26 Mei 1881. Dalam pengujiannya, kendaraan itu bisa melaju hingga kecepatan 3,6 km/jam saat jalan menanjak dan 9 km/jam di jalanan menurun. Dia memamerkan penemuannya di Exsposition Internationale d’Électricité di Paris, 15 Agustus-15 November 1881.
Thomas Parker, insinyur Inggris yang kondang berkat inovasinya berupa trem di Liverpool dan Birmingham, turut menciptakan mobil bertenaga listrik pada 1884. Mobil beroda empatnya bahkan bisa mengangkut tiga orang. Kelebihan mobil Parker adalah mesinnya tak mengepulkan asap seperti buatan Trouvé atau Stratingh.
Empat tahun berselang, giliran ilmuwan Jerman Andreas Flocken melaju dengan mobil ciptaannya, Flocken Elektrowagen. Mobil ini diklaim sebagai mobil listrik pertama yang dilengkapi penerang listrik di depannya dan diproduksi massal oleh Macinenfabrik A. Flocken di Coburg.
Amerika Serikat baru mengikuti pada 1890 lewat kereta bermesin listrik pertama yang bisa mengangkut penumpang hingga 12 orang ciptaan William Morrison. Dibuat di Des Moines, Iowa, mobil ini bisa melaju hingga 23 km/jam. Mobil ini ditenagai mesin listrik dengan baterai yang bisa diisi ulang dan dilengkapi sistem gir dan mekanisme setir yang lebih praktis ketimbang para pendahulunya.
Baca juga: Bus Penguasa Jalanan Jakarta
Diklaim sebagai mobil listrik praktis pertama, mobil Morrison jadi pijakan awal kepopuleran mobil listrik hingga akhir abad ke-19. Dalam Used Battery Collection and Recycling, G. Pistoia, JP Wiaux, dan SP Wolsky menulis, mobil listrik mampu bersaing dengan mobil Internal Combustion Engine (ICE) atau mobil konvensional BBM di pasar Amerika.
“Pada akhir abad ke-19 sebenarnya teknologi mesin listrik dan uap lebih maju ketimbang mesin berbahan bakar minyak. Sampai tahun 1900, 38 persen mobil di Amerika adalah mobil listrik. Hampir 34 ribu mobil listrik terdaftar di Amerika pada 1912,” tulis Pistoia dkk.
Pengoperasian yang tidak berisik, kehandalan, dan kemudahan menyalakan mesin jadi sejumlah faktor kesuksesan penjualannya. Namun, kekurangan mobil listrik pada awal abad ke-20 adalah masih belum bisa digunakan jarak jauh. Harganya pun relatif lebih mahal ketimbang mobil BBM yang mulai 1930-an menenggelamkan kepopuleran mobil listrik.
Krisis Minyak
Beberapa produsen mobil konvensional terkemuka perlahan mengembangkan mobil listrik. Terutama pada 1970-an ketika terjadi krisis minyak dan mencuatnya isu lingkungan. Terbukanya potensi pasar mobil bermesin alternatif kemudian memunculkan mobil hybrid (dua mesin: BBM dan listrik), ataupun plug-in hybrid (bermesin BBM dan listrik yang yang di-charge dari sumber listrik eksternal).
Di Indonesia, Hyundai menjadi pelopor mobil listrik murni dengan meluncurkan Ioniq dan Kona. Keduanya jadi ujung tombak pabrikan asal Korea Selatan itu untuk mendobrak pasar mobil konvensional.
Mengusung kampanye “Be Bold, Be Electric”, Hyundai menawarkan aspek filosofis sekaligus aspek ekonomis melalui Ioniq dan Kona. Kedua mobil ini merupakan agen perubahan gaya hidup kita agar ramah lingkungan dan secara ekonomis.
Ioniq dan Kona bukan hanya mobil listrik murni termurah di Indonesia (di bawah Rp1 miliar) namun juga 4,4 kali lebih irit dibanding mobil konvensional, hybrid ataupun plug-in hybrid. Keiritan Ioniq dan Kona didapat dari pasokan sejumlah teknologi mutakhir.
Ioniq yang lebih dulu lahir (Juli 2016) dan masuk Indonesia sebagai armada taksi online, tenaganya dipasok baterai lithium-ion polymer berkapasitas 38,3 kWh. Ia bisa menjelajah sejauh 277 kilometer. Sementara Kona yang lahir pada Juni 2017 di Korea, ditopang tenaga listrik dari baterai lithium-ion berkapasitas 39,2 kWh dan magnet synchronous 150 kW. Kona mampu menjelajah hingga 261 kilometer.
Baca juga: Aturan Menyalakan Lampu Motor di Siang Hari
Baterai Ioniq maupun Kona dilengkapi Electric Power Control Unit (EPCU) dan On Board Charger (OBC) untuk memastikan kondisi baterai berpendingin itu tak mati tiba-tiba di tengah jalan. Untuk pengisiannya pun mudah. Pengguna bisa mengisi daya di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang disediakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) –saat ini masih seratas area Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya Denpasar, dan Makassar– atau di semua dealer resmi Hyundai di Indonesia.
Keseriusan Hyundai dalam menyongsong era mobil listrik juga dilakukan dengan memperhatikan desain Ioniq maupun Kona. Untuk ini, Hyundai menggandeng desainer Luc Donckerwolke. Alhasil desain primium Ioniq dan Kona kuat menampilkan kesan futuristik.
Melalui Ioniq dan Kona, Hyundai ingin melibas sejumlah mitos mobil listrik yang selama ini acap jadi kekhawatiran masyarakat: kesulitan mencari tempat pengisian daya baterai, harga selangit, dan daya tahan baterai itu sendiri.