Masuk Daftar
My Getplus

Dari Bersin hingga Penyakit Kelamin

Dari bersin hingga dokter pertama yang mendiagnosis penyakit kelamin. Dari penyakit mematikan sejak lama hingga program eutanasia.

Oleh: Historia | 27 Jul 2022
Perempuan sedang bersin. (Andrea Piacquadio/Pexels).

Bersin dan Pes

Bersin adalah gejala awal penyakit pes (plague). Wabah yang disebabkan bakteri dan ditularkan tikus ini pada 590 pernah bekecamuk hebat di Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium).

Paus Gregory I lantas memerintahkan serangkaian doa yang tiada habisnya. Manakala ada seseorang bersin, ia dianggap sebagai tanda terindikasi pes.

Seruan “Tuhan Memberkatimu” dianggap menjadi cara rohani untuk mengantisipasi penularan penyakit pes melalui bersin. Hingga kini orang-orang di Eropa selalu berharap seseorang akan baik-baik saja setelah bersin. [Martin Sitompul]

Advertising
Advertising

Baca juga: Kisah Tengkorak Bersin

Penyakit Mematikan Sejak Lama

Sebermula orang meyakini kanker merupakan penyakit abad ke-20 lantaran muncul sebagai pengaruh gaya hidup modern. Namun, temuan para arkeolog di Tuva, Rusia, menggoncangkan keyakinan itu.

Sebuah tengkorak laki-laki di kuburan Scythian, masyarakat nomaden prasejarah Iran, menunjukkan kanker telah ada sejak 27 abad lalu. Tengkorak itu dijalari tumor. Menurut arkeolog, tumor itu dapat dianggap sebagai kasus kanker prostat paling purba yang pernah ditemukan dalam sejarah peradaban manusia.

Meski prostat tengkorak itu telah terurai tersebab penuaan zat padat, sel-sel kanker ganas yang berpindah meninggalkan bekas luka yang mudah dikenali. Dengan bantuan paleopatolog, ahli penyakit purba, arkeolog mengambil protein dari tulang. Hasil ekstraksi menunjukkan terdapat kandungan antigen spesifik prostat, sejenis protein khusus yang ditemukan dalam sel prostat.

Baca juga: Kanker Masa Prasejarah

Menghilangkan Rasa Sakit Pasien

Sejumlah dokter bedah abad pertengahan menggunakan minuman beralkohol, opium, dan tanaman untuk menghilangkan rasa sakit pasien. Tapi mereka lebih sering kehilangan pasiennya. Bukan hanya karena kehabisan darah dan rasa sakit yang tak tertahankan, tapi juga ketakutan ekstrem dari pasien.

Joseph Priestly, kimiawan berkebangsaan Inggris, mengisolasi gas nitrogen oksida pada 1776 untuk merangsang pasien tertawa. Tujuannya mengurangi rasa sakit dan takut. Langkah ini dikembangkan sejumlah ilmuwan seperti Humprhy Davy, Michael Faraday, Horace Wels, dan William Thomas Green Morton.

Nama terakhir dianggap sebagai Bapak Anestesi, penghilang rasa sakit. Dia menjajaki penggunaan eter, senyawa kimia yang dikenal sejak 1540. Pada 1846, dia membantu seorang dokter membedah pasien di Massachusetts, Amerika Serikat. Operasinya tak menyakitkan pasien.

Baca juga: Operasi Darurat Dokter Ibnu Sutowo

Eutanasia Kali Pertama

Eutanasia, tindakan mengakhiri hidup seseorang yang sakit parah dengan suntikan mematikan, pernah menjadi program rezim Adolf Hitler.

Pada 1939, pemerintah Nazi Jerman di bawah Hitler memperkenalkan program kesehatan rasial bernama “Aktion T4”. Kebijakan ini bertujuan membersihkan Jerman dari unsur ras yang tidak sehat termasuk orang-orang cacat. Kode T4 adalah singkatan dari kata Tiergartenstrasse 4, nama sebuah jalan di pusat kota Berlin di wilayah Tiergarten, tempat program ini dijalankan.

Dokter-dokter dipaksa untuk melaporkan anak-anak dengan mental atau cacat fisik. Sedangkan para orang tua dianjurkan agar menyerahkan anak-anak mereka untuk diperiksa dalam program T4. Diperkirakan antara 1939 sampai 1941 sekira 70.000 orang menjadi korban dari program ini. [Martin Sitompul].

Baca juga: Tragedi Bunuh Diri Massal

Mendiagnosis Penyakit Kelamin

Cumano, dokter militer asal Venezia, Italia. Dia menemani Raja Prancis Charles VII saat terjadi pertempuran Fornovo antara Kerajaan Prancis menghadapi aliansi Kerajaan Italia di Napoli pada 6 Juli 1495.

Setelah perang usai, Cumano menyaksikan beberapa serdadu infantri memiliki bintil-bintil di wajah dan sekujur tubuh. Bintil juga terdapat di bagian bawah kulup penis dan sering terasa gatal. Garukan bisa menyebabkan koreng yang perih. Beberapa hari kemudian, daya tahan tubuh si penderita kian menurun akibat rasa sakit di lengan, kaki, dan pecahnya bintil.

Menurut sejarawan Prancis Claude Quetel dalam Le Mal de Naples, gambaran yang dilakukan Cumano tadi merupakan yang pertama untuk penyakit ini. Orang-orang Prancis menyebutnya “Penyakit Napoli” (Le Mal de Naples), sementara orang Italia menyebutnya “Penyakit Prancis” (Mal Franzoso). Namun, penyakit dengan gejala seperti ini kemudian lebih dikenal dengan nama siflis. [Martin Sitompul].

Baca juga: Akar Historis Penyakit Sifilis

TAG

penyakit ragam

ARTIKEL TERKAIT

Empat Hal Tentang Komik Enam Hal Terkait Medis Dari Tapa ke Penjara Empat Hal Terkait Perempuan Dari Peragaan Busana hingga Bersulang Empat Hal Tentang Perang Sukarno Sakit Ginjal Vaksin Wabah Penyakit Vaksin dan Harapan di Tengah Wabah Penyakit Kakek Donald Trump Korban Pandemi