Masuk Daftar
My Getplus

Wilders Kejepit Hitler dan Wagner

Ketiga tokoh kontroversial ini berupaya menghapus asal-usulnya. Wagner dan Hitler berhasil. Wilders gagal.

Oleh: Joss Wibisono | 21 Mar 2011
Geert Wilders. Foto: cdn.realscreen.com.

PERUPA Belanda Jasper de Beijer, 37 tahun, bikin kejutan. Dia membuat lukisan Geert Wilders muda dalam tampang aslinya. Tampang asli? Iya, karena ketika masih muda, pada usia awal 20-an, Wilders belum berambut pirang seperti sekarang. Politikus anti Islam pemblonda rambut itu masih berambut warna kelam, sesuai latar belakang indisch-nya. Wilders, seperti kita tahu, memang punya nenek moyang yang berasal dari Hindia Belanda, cikal bakal Indonesia.

Jasper de Beijer mengaku selalu terpesona pada Wilders. Orang ini, kata Jasper pada koran Belanda de Volkskrant, selalu mengganggu gugat asal usul orang. Sebagai politikus anti Islam, Wilders memusuhi kaum pendatang yang beragama Islam. Di Belanda mereka kebanyakan berasal dari Turki atau Maroko. Kejahatan seseorang misalnya, oleh Wilders selalu dikait-kaitkan dengan latar belakang etnis orang itu. Kalau Wilders sampai berkuasa, maka begitu ketahuan melanggar hukum, warga pendatang Turki dan Maroko itu pasti akan dideportasikannya, dipulangkan ke negeri asal. Di lain pihak, dengan memblonda rambutnya, Wilders sendiri justru malah membuat kabur asal usulnya. Karena itu Jasper tergelitik untuk melukis Wilders yang masih asli, Wilders yang berambut kelam, bukan rambut pirang seperti sekarang.

Dan memang yang terlihat pada lukisan Jasper de Beijer adalah Wilders yang lebih alami. Bukan saja karena rambutnya yang kelam, tapi terutama lantaran Jasper menampilkannya sebagai seorang pelukis yang sedang istirahat, tidak sibuk dengan kanvas atau kuasnya. Dalam catatan de Volkskrant, koran sedikit kiri yang dibenci Wilders dan PVV, partainya, Jasper de Beijer menampilkan Wilders sebagai perupa yang cool dan simpatik.

Advertising
Advertising

Tentu saja itu cuma ejekan sinis belaka terhadap Wilders. Mana mungkin politikus anti Islam yang lebih senang kalangan pendatang Maroko dan Turki hengkang dari Belanda itu bisa tampil simpatik? Belum lagi ketika ia harus menghadapi pegiat sektor seni yang memprotes niatnya mendukung rencana pemerintah melakukan penghematan besar-besaran di sektor kesenian. Seni bagi Wilders dan PVV cuma hobi kalangan kiri yang menghambur-hamburkan uang.

Di sinilah makna sinisme yang dicibirkan Jasper de Beijer. Sang perupa balik menggugat politikus sayap kanan Belanda, karena dia tak henti-hentinya mempermasalahkan asal usul orang, sementara, dengan memblonda rambut, Wilders sendiri jelas mengkaburkan asal usulnya.

Tapi, dalam soal pengaburan asal usul ini, jangan dikira Wilders adalah tokoh pertama yang melakukannya. Dalam sejarah paling sedikit ada dua tokoh yang lebih suka asal usulnya tidak diketahui orang. Dua orang itu adalah Adolf Hitler, der Fuhrer, pemimpin besar Nazi yang berkuasa di Jerman sampai akhir Perang Dunia Kedua; serta komponis Jerman Richard Wagner yang hidup antara tahun 1813 sampai 1883. Bisa saja ada tokoh-tokoh lain yang juga berbuat demikian, tapi Hitler dan Wagner lebih layak dikedepankan karena ideologi mereka memang paling dekat dengan ideologinya Wilders. Keyakinan politik Wagner dan Hitler, dengan kata lain, tidaklah terlalu jauh dari keyakinan politik Wilders.

Bagaimana bisa demikian? Bukankah Wilders sendiri selalu memaksa-maksa supaya Al Qur’an dilarang, seperti juga Mein Kampf, bukunya Hitler? Menurut pemimpin PVV ini, Al Qur’an juga menyerukan kekerasan dan anti Yahudi, seperti Mein Kampf, satu-satunya buku yang tidak boleh digandakan di Belanda. Bukankah lebih pantas disimpulkan Wilders anti Hitler, tokoh yang di Eropa dianggapp perwujudan angkara yang paling murka? Bagaimana Wilders bisa disejajarkan dengan Hitler?

Dalam soal mengaburkan asal usul, Wagner memang berpeluang melakukannya. Maklum dia punya ayah biologis dan ayah legal. Keduanya bukan orang yang sama. Ayah legalnya memang bernama Carl Friedrich Wagner, sedangkan ayah biologisnya Ludwig Geyer. Dalam akte kelahirannya tertera ia bernama Wilhelm Richard Wagner, tetapi sampai usia belasan tahun dia bernama Wilhelm Richard Geyer. Geyer adalah nama Yahudi dan ia memang dibesarkan di bilangan Yahudi Leipzig, kota kelahirannya. Sekolah dasarnya juga sekolah dasar Yahudi. Sekitar usia 15 tahun ia ganti nama menjadi Wagner. Kelak, langkah ini terbukti penting dalam perjalanan hidupnya.

Masalah asal usul Hitler lain lagi. Siapa sebenarnya kakek biologis Hitler dari pihak ayahnya? Tidak jelas, karena ayah Hitler lahir dengan nama ibunya, Schicklgruber. Ketidakjelasan ini tak pernah terpecahkan sampai sekarang, sehingga sempat menimbulkan banyak spekulasi. Salah satunya, nenek Hitler, yang bernama Maria Anna Schicklgruber dihamili oleh seorang pengusaha Yahudi, majikannya.

Heboh soal siapa sebenarnya kakek Hitler ini berlangsung pada akhir 1930, tidak sampai tiga tahun sebelum ia menjadi der Fuhrer. Waktu itu salah seorang saudara sepupunya sampai mengancam akan membuka kemungkinan mengalirnya darah Yahudi dalam pembuluh si calon Fuhrer. Memang akhirnya ribut-ribut ini bisa dibungkam, tapi pada saat itu konon kabarnya Hitler sering sekali mendengar larik-larik berikut ini: Nie sollst du mich befragen, noch Wissens Sorge tragen, woher ich kam der Fahrt, noch wie mein Name und Art.

Itu tadi cuplikan opera Lohengrin ciptaan komponis zaman romantis Jerman: Richard Wagner. Dalam larik tadi Lohengrin melarang Elsa, kekasihnya, untuk bertanya dari mana asal usulnya, siapa namanya serta seperti apa wataknya. Lohengrin jelas ingin menyembunyikan jati dirinya.

Hitler der Fuhrer adalah penggemar berat opera-opera Richard Wagner. August Kubizek, sahabat karib Hitler ketika masih umur belasan tahun, menulis betapa si calon Fuhrer begitu gandrung pada Lohengrin, sampai-sampai dia hapal di luar kepala hampir seluruh syair opera tiga babak dan berlangsung selama tiga jam lebih ini. Ketika selama beberapa bulan sempat tinggal sekamar dengannya di Wina pada tahun 1908, Hitler, dalam catatan Kubizek, sampai 10 kali menonton Lohengrin. Bagi kita, orang Indonesia, opera ini sebenarnya juga tidak terlalu asing. Benar, ini musik pengantin yang banyak diperdengarkan, juga di Indonesia, terutama di rumah-rumah gedongan, ketika yang kawin sudah tidak suka lagi musik tradisional. Dan memang musik itu adalah pengiring perkawinan Elsa dengan Lohengrin, dia yang tak mau membuka jati dirinya.

Sulit untuk dipungkiri: opera Lohengrin memang banyak mengandung melodi-melodi merdu pengelus-elus kuping. Yang tidak banyak diketahui orang adalah, dari opera inilah Hitler menimba kosa kata yang kemudian digunakannya ketika, bersama Nazi, berkuasa di Jerman seraya memprovinsikan negara-negara Eropa lain. Seruan kemenangan Nazi Sieg Heil Sieg Heil berasal dari Lohengrin, pada adegan ketika, demi menyelamatkan Elsa, Lohengrin berhasil mengalahkan Friedrich von Telramund dalam duel dengan pedang. Raja Heinrich der Vögler mengizinkan duel itu, karena Friedrich von Telramund menuduh Elsa membunuh adiknya, Gottfried.

Begitu Friedrich jatuh karena kerasnya hempasan pedang Lohengrin, paduan suara segera berteriak Sieg! Sieg! Sieg! Heil! dir, Held! Opera Lohengrin juga disarati suasana nasionalistis Jerman yang kedengaran begitu kental, terutama di bagian depan. Yang lebih penting lagi, gelar Hitler: der Fuhrer juga diambil dari opera ini. Pada akhir opera, ketika akhirnya Lohengrin terpaksa membuka jati dirinya, ia juga mengungkap siapa sebenarnya angsa yang selama ini selalu ditungganginya. Itulah Gottfried yang dalam sekujur opera dicari siapa saja, bahkan sampai Elsa, kakak Gottfried, kena tuduhan telah membunuh si adik. Ketika mengungkap ini Lohengrin menyanyikan larik berikut, “Seht da den Herzog von Brabant! Zum Fuhrer sei er euch ernannt!” (Lihatlah sang Tumenggung Brabant! Ia akan menjadi Fuhrer kalian!). Tentu saja Fuhrer di sini berarti pemimpin atau penguasa dan bagi Hitler, der Fuhrer berarti penguasa mutlak yang tak terbantahkan.

Lohengrin adalah salah satu dari 13 opera ciptaan Wagner. Selain itu, komponis zaman romantis puncak ini juga menulis sebuah risalah yang terbit pada tahun 1850, pada tahun itu Lohengrin juga dipentaskan untuk pertama kalinya di Hoftheater, Weimar. Risalah itu berjudul Das Judenthum in der Musik, artinya keyahudian dalam dunia musik. Di sini Wagner menyerang komponis Yahudi seangkatannya, seperti Felix Mendelssohn Bartholdy [1809-1847] atau Giacomo Meyerbeer [1791-1864]. Mereka dituduh merusak kebudayaan Jerman.

Hitler yang terpesona pada Wagner termasuk pikiran-pikiran anti Yahudinya, akhirnya menulis buku terkenalnya Mein Kampf atau perjuanganku. Di sini dia menyerang orang Yahudi yang disebutnya Untermensch, belum lagi manusia. Kita tahu pemikiran seperti ini akhirnya berbuntut kerunyaman perang dunia dengan korban sampai enam juta orang.

Walau begitu, di Eropa, benua yang mengaku cikal bakal peradaban, kebencian kelompok tertentu terhadap orang asing (keturunan Yahudi pada zaman Hitler) ternyata masih juga terus berlanjut. Sekarang, pada abad XXI ini orang asing itu tidak lain adalah para warga pendatang, di Belanda kebanyakan dari Turki atau Maroko. Menariknya di Belanda, eksponen pembenci warga asing itu, termasuk Wilders, ternyata bukan sepenuhnya Belanda asli. Dia punya asal usul di Indonesia.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Bukan Belanda yang Kristenkan Sumatra Utara, Tetapi Jerman Antara Lenin dan Stalin (Bagian I) Situs Cagar Budaya di Banten Lama Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Perupa Pita Maha yang Karyanya Disukai Sukarno Musik Rock pada Masa Orde Lama dan Orde Baru Pasukan Kelima, Kombatan Batak dalam Pesindo Tertipu Paranormal Palsu Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik