Masuk Daftar
My Getplus

Tiga Investasi Sukarno

Revolusi mental bagian dari mental investment yang membutuhkan iklim politik yang baik.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 14 Mei 2014
Presiden Sukarno berpidato di Medan, 23 Januari 1950. Foto: gahetna.nl.

CALON Presiden Joko Widodo menulis artikel berjudul “Revolusi Mental” di harian Kompas (10/5). Menurut artikel yang menarik perhatian dan kritikan ini, revolusi mental dapat dilaksanakan dengan menggunakan konsep Trisakti yang dikemukakan Sukarno pada 1963: berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial-budaya.

Sukarno sudah mengemukakan gagasannya terkait revolusi mental dalam pidato pada peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1956 di Jakarta. Dalam amanat yang berjudul “Berilah Isi Kepada Hidupmu” ini, Sukarno menyatakan bahwa Indonesia telah melampaui dua taraf perjuangan: taraf revolusi bersenjata (physical revolution) dan taraf mengatasi akibat-akibat perjuangan bersenjata (survival).

“Dan sekarang, kita berada dalam taraf investment, yaitu taraf menanamkan modal-modal dalam arti yang seluas-luasnya, untuk pembangunan seterusnya. Dan telah saya jelaskan pula investment apa: investment of human skill, material investment, dan mental investment,” kata Sukarno.

Advertising
Advertising

Lebih lanjut Sukarno menguraikan bahwa investment of human skill adalah pemupukan modal berupa kejuruan (kepandaian khusus atau pertukangan, red), keterampilan, keperigelan (pandai dan sigap dalam bekerja, red). Material investment adalah pemupukan modal materi, barang, bahan, dan alat-alat. Dan mental investment adalah pemupukan modal mental berupa modal cara berpikir, pandangan hidup, tekad dan batin.

“Untuk investment secara efisien, diperlukanlah iklim baik yang memungkinkan orang bekerja keras zonder (tanpa) gangguan-gangguan apapun juga,” kata Sukarno. Ganggung tersebut salahsatunya adalah kondisi politik. Sukarno menyinggung kerjasama partai-partai politik saat itu yang belum sesuai harapan.

“Iklim baik itu harus diusahakan, antara lain dengan penyempurnaan hubungan antarpartai,” kata Sukarno. “Ya, sebenarnya hubungan antarpartai itu pun masuk dalam rangka mental investment yang saya maksudkan tadi. Mental kita harus berubah! Mental kita harus berevolusi! Mental kita harus mengangkat diri kita di atas kekecilan jiwa, yang membuat kita suka geger dan eker-ekeran (cakar-cakaran, red) mempertengkarkan urusan tetek-bengek yang tidak penting.”

Sukarno menyinggung hubungan partai politik tersebut karena pidatonya disampaikan pascapemilu 1955. Sukarno menyatakan, “parlemen pilihan rakyat telah tersusun, pemerintah koalisi telah terbentuk, program kerja pemerintah telah disetujui oleh seluruh DPR, mudah-mudahan kenyataan ini dapat memperbesar kemungkinan berkembangnya iklim yang baik, buat bekerja secara kontinyu guna memulai usaha-usaha investment dan pembangunan secara tingkat-meningkat dan berencana, menuju pelaksanaan cita-cita rakyat!”

Kondisinya kurang lebih sama dengan keadaan sekarang menjelang pemilihan presiden dan pembentukan pemerintahan baru. Hubungan antarpartai atau koalisi partai harus berevolusi: dari transaksi politik bagi-bagi kekuasaan menjadi –seperti kata Joko Widodo– “kemurnian kerjasama” untuk mewujudkan Trisakti.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Situs Cagar Budaya di Banten Lama Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Perupa Pita Maha yang Karyanya Disukai Sukarno Musik Rock pada Masa Orde Lama dan Orde Baru Pasukan Kelima, Kombatan Batak dalam Pesindo Tertipu Paranormal Palsu Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik Perlawanan Perempuan Nigeria Terhadap Kebijakan Pajak Duka Atim dan Piati Picu Kemarahan PKI