Masuk Daftar
My Getplus

Tan Malaka di Hong Kong

Kendati dipenjara di Hong Kong, Tan Malaka terhindar dari tangkapan Hindia Belanda.

Oleh: Randy Wirayudha | 15 Jun 2019
Tan Malaka (kanan) saat ditahan di Filipina di mana kejadian serupa dialaminya di Hong Kong. (Repro Bapak Republik yang Dilupakan/Dok. Harry Poeze).

HONG KONG yang lazimnya ramai oleh beragam aktivitas bisnis dan kehidupan sosial dengan udara bebas, kini bergejolak. Sekira satu juta penduduknya turun ke jalan menentang Undang-Undang Ekstradisi yang tengah dibahas badan legislatifnya. Jika UU itu disahkah, roda kehidupan di Hong Kong dipercaya takkan lagi sama.

Sejak dikembalikan Inggris pada 1997, Hong Kong dijadikan wilayah otonomi khusus di bawah Republik Rakyat China (RRC). Sampai 50 tahun usai penyerahan, Hong Kong diberi jaminan ketertiban hukum, kebebasan berpendapat, dan sistem perekonomiannya akan tetap sama sebagaimana saat masih di bawah ketiak Inggris.

Baca juga: Ekstradisi dari Hong Kong?

Advertising
Advertising

Namun, Beijing buru-buru ingin mengubah prinsip “Satu Negara Dua Sistem” yang secara hukum baru bisa diubah 28 tahun mendatang. Tindakan itu memicu gelombang unjuk rasa bahkan sejak 2012. Yang terbaru adalah soal UU Ekstradisi. Massa demonstran khawatir UU Ekstradisi itu akan membuat Beijing lebih leluasa menciduki para pelarian politik di Hong Kong, untuk diadili di wilayah China daratan dengan sistem yang berbeda dan diragukan asas keadilannya.

Surga Pencari Suaka

Sejak awal abad ke-20, Hong Kong sebagai koloni Inggris sudah jadi surga bagi para pelarian politik lantaran kebijakan politik Kekaisaran Inggris. Sejarawan Universitas Buckingham Thomas C. Jones dalam ulasannya, “Karl Marx’s London” di migrationmuseum.org, 10 Januari 2019, menyebutkan, Inggris sudah sejak 1848 jadi suaka ribuan pelarian politik dari Prancis, Hungaria, Polandia, Jerman, hingga Italia. “Bapak Sosialis” Karl Marx di antaranya.

Inggris juga jadi salah satu tempat pelarian Dr. Sun Yat-sen, pendiri Republik China, selain di Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada. Ia tinggal di London pada 1896 meski sempat ada upaya penculikan dari polisi rahasia Kekaisaran China. Permintaan ekstradisi China pun ditolak Inggris.

Baca juga: Kala Tan Malaka Kemalingan di China

Tokoh pergerakan nasional Tan Malaka pun pernah “ditolong” aparat dan pejabat kolonial Inggris di Hong Kong pada 1932. Kendati selama dua bulan dijebloskan ke sel, setidaknya ia aman dari penangkapan agen Belanda. Pemerintah kolonial Inggris menolak tuntutan ekstradisi pemerintah Hindia Belanda.

Tan yang sejak 1922 kabur dari Hindia Belanda ke berbagai negeri, singgah ke Kowloon, Hong Kong pada 1932. Sebelumnya, ia berdiam di Shanghai, China.

“Di awal Oktober 1932 seorang (nama samaran) Ong Soong Lee yang biasa menggunakan 13 nama samaran yang kebetulan menyewa ruangan nomor 13 di Station Hotel di Kowloon dengan biaya 13 dolar. Buat yang percaya 13 angka sial, pada momen doble 10 atau 10 Oktober, perayaan lahir Republik China, angka 13 memainkan peran kemalangan di malam itu yang berhubungan dengan saya,” tulisnya dalam otobiografi, Dari Penjara ke Penjara jilid 2.

Tan alias Ong Soong Lee, di malam 10 Oktober 1932 kena ciduk polisi penyelidik Inggris selepas bersua koleganya sesama aktivis komunis internasional (komintern) Dawood. Dinas rahasia Inggris saat itu sedang mencari seorang aktivis komunis asal Filipina. Tan disangka orang Filipina itu saat diinterogasi di markas kepolisian Kowloon oleh penyelidik keturunan India Pritvy Chan.

Baca juga: Ketika Paman Ho dan Tan Malaka Bertemu

Tan dipaksa mengaku sebagai orang Filipina. Ia hampir mendapat kekerasan fisik, namun gagal karena Tan keburu menjelaskan dia seorang Tionghoa kelahiran Hawaii. “Saya bisa buktikan lewat paspor saya. Saat memeriksanya, ia terduduk diam dan kemudian meminta maaf,” ujar Tan.

Tan lalu ditransfer ke Markas Besar Kepolisian Hong Kong untuk interogasi lanjutan oleh Inspektur Murphy. Penyamarannya terkuak dan ia dicecar pertanyaan-pertanyaan soal pergerakan nasional di Hindia Belanda dan potensi dampaknya pada situasi di Hong Kong.

“Tapi Inggris tak punya cukup bukti dan pertanyaan-pertanyaan mereka abstrak, tak berkaitan satu sama lain, mengawang di udara, mendasarkan pada kekhawatiran, curiga dan prasangka, bukan pada bukti kejahatan yang ditemukan. Pemerintah Hong Kong yang tahu hasil interogasinya jadi ragu apakah saya korban praduga tak bersalah,” sambungnya.

Tan Malaka saat ditahan di Hong Kong (Repro Bapak Republik yang Dilupakan/Dok. Harry Poeze)

Tan kemudian diajukan ke pengadilan dan dijebloskan ke sel memprihatinkan bersama para tahanan Tionghoa. Mengingat status hukumnya yang belum jelas, banyak penjaga penjara bersimpati padanya, mulai dari para penjaga asal India hingga Inspektur Murphy sendiri.

Simpati itu membuat Tan diizinkan berkirim surat. Kesempatan itu digunakan Tan untuk mengirim surat antara lain ke Ketua Partai Sosialis Inggris Lansbury dan politisi Partai Buruh Mackston. Tan menggambarkan situasi dirinya.

Keberadaan Tan di Hong Kong namun sudah terendus aparat Hindia Belanda. Datanglah Visbeen, eks perwira PID (Politieke Inlichtingen Dienst) atau Dinas Intelijen Politik Hindia Belanda yang jadi utusan Hindia. Tan dikonfrontir dengan Visbeen. Sang utusan pun meminta Tan diekstradisi.

“Visbeen menekan otoritas Hong Kong menyerahkan saya ke Hindia Belanda. Mungkin interview (dengan Visbeen, red.) dimaksudkan untuk memastikan apakah saya benar-benar Tan Malaka, lantaran ada banyak laporan tentang penangkapan maupun kematian saya di beberapa negara,” tutur Tan.

Baca juga: Kisah Asmara Tan Malaka, Antara Petualangan dan Revolusi

Tuntutan Visbeen ditolak otoritas Hong Kong, yang salah satu undang-undangnya menyebutkan bahwa pemerintah kolonial Inggris melindungi pelarian politik di wilayahnya. Setelah lima bulan mendekam di bui, Tan dibebaskan berkat bantuan para politisi yang ia surati sebelumnya.

Namun, Tan diperingatkan agar tak kembali ke Hong Kong. Jika tidak, ia akan kembali dipenjara selama setahun dan dideportasi. Jika menolak dideportasi, akan dipenjara lagi dua atau tiga tahun. Tan lantas dideportasi ke Shanghai.

“Sesudah dua bulan di dalam penjara, saya dilepaskan buat dipermainkan seperti kucing mempermainkan tikus,” tandas Tan dalam Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika).

TAG

tan malaka hong kong

ARTIKEL TERKAIT

Perjalanan Hidup Ip Man Tuntutlah Kiprah sampai ke Negeri Cina Ekstradisi dari Hong Kong? Ketika Jepang Tertipu Mata-mata Palsu Presiden Korea Selatan Park Chung Hee Ditembak Kepala Intelnya Sendiri Aksi Spionase Jepang Sebelum Menyerang Pearl Harbor Mimpi Pilkada Langsung Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor Insiden Perobekan Bendera di Bandung yang Terlupakan Memburu Kapal Hantu