Seorang perempuan mencoba menerobos ke Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (25/10). Dia menodongkan pistol jenis FN ke anggota Paspampres yang berhasil merebutnya dan menangkap perempuan itu. Perempuan itu kemudian dibawa ke Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk diperiksa secara intensif.
Sebelumnya, pada 31 Maret 2021 seorang perempuan masuk ke Markas Besar Kepolisian. Dia menembak polisi yang berjaga. Perempuan bernama Zakia itu tewas ditembak anggota polisi.
Penyusupan ke Istana pernah terjadi pada masa Presiden Sukarno. Mereka berhasil masuk bersama para jemaah yang akan melaksanakan salat Iduladha di halaman Istana Merdeka pada 14 Mei 1962. Ketika masuk penghabisan rakaat kedua, seorang lelaki melepaskan tembakan ke arah barisan depan. Sasarannya Sukarno.
“Kekhusyukan salat Id di Kompleks Istana buyar begitu terdengar pistol FN 45 menyalak beberapa kali. Pelaku penembakan terhadap Kepala Negara itu adalah seorang pemuda yang berada tiga saf di belakang Presiden Sukarno yang sedang rukuk seperti makmum lainnya,” tulis Kadjat Adra’i dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno.
Baca juga: Asal-Usul Pistol
Komisaris Polisi Mangil Martowidjojo, komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP), dan wakilnya Sudiyo, dengan cepat melindungi Sukarno. Tembakan mengenai anggota DKP Soedarjat dan Soesilo, serta Ketua DPR KH Zainul Arifin yang segera dilarikan ke rumah sakit.
Pelaku penembakan berhasil diringkus oleh anggota DKP, Sribusono dan Musawir. Pistol FN 45 dirampas. Pelaku yang pingsan dan babak belur diletakkan di depan masjid Istana, Baiturrahim.
Tembakan ke arah Sukarno membuat salat Id terhenti sebelum salam. Setelah keadaan terkendali, salat Id dilanjutkan. Ketua PBNU KH Idham Chalid masih sebagai imam. Selesai salat, dilanjutkan khotbah yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Jenderal TNI A.H. Nasution.
Baca juga: Tujuh Upaya Membunuh Presiden Sukarno
Setelah khotbah, sedianya Sukarno memberikan sambutan. Namun, dibatalkan karena kejadian penembakan itu. Jemaah bubar dan diperiksa satu persatu. Yang tidak mempunyai kartu penduduk, menjalani pemeriksaan lanjutan. Namun, semuanya dapat meninggalkan istana termasuk pelaku lain.
Setelah semua jemaah meninggalkan istana, anggota polisi menyisir dan menemukan sarung pistol dan sepucuk pistol FN 45 di bawah tikar alas salat, senjata sejenis yang dipakai pelaku penembakan.
Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian Tentang Bung Karno 1945–1967 mengungkapkan dari hasil pengusutan terhadap pelaku yang tertangkap, diketahui mereka adalah anggota DI/TII pimpinan S.M. Kartosoewirjo. Pelaku berjumlah tiga orang: Sanusi alias Fatah alias Soleh alias Uci Sanusi Fikrat alias Sanusi Ufit; Kamil alias Harun bin Karta; dan Jaya Permana bin Embut alias Hidayat bin Mustafa.
Baca juga: Paspampres Berawal dari Polisi Pengawal Pribadi
Harun masuk Istana dan mengikuti salat. Namun, dia tiba-tiba disergap perasaan takut sehingga membatalkan niat jahatnya dan menyembunyikan pistol FN 45 di bawah tikar. Setelah salat selesai, dia lolos dari penggeledahan. Dia kemudian bertemu Hidayat dan mengaku tidak jadi menembak karena senjatanya macet. Hidayat sendiri malah membatalkan niatnya masuk istana. Dia membuang granat ke sungai.
Pelaku percobaan pembunuhan terhadap Sukarno berjumlah sembilan orang. Semuanya berhasil ditangkap. Enam divonis mati, tiga lainnya dihukum seumur hidup.
Percobaan pembunuhan terhadap Sukarno saat salat Iduladha mendorong dibentuknya kesatuan khusus pengamanan presiden dan keluarganya yang bernama Resimen Tjakrabirawa.*