Masuk Daftar
My Getplus

Si Pitung dari Ciamis

Tak tahan menyaksikan rakyat kecil ditindas dan kelaparan, ia memutuskan untuk jadi “perampok budiman”.

Oleh: Hendi Jo | 29 Mei 2017
Djoeminta sumber: historiasoekapoera

TERSEBUTLAH di Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1920. Kondisi ekonomi tak menentu. Harga-harga kebutuhan pokok tak terjangkau oleh rakyat kecil hingga menyebabkan kelaparan dan penindasan oleh para rentenir. “Dalam situasi seperti itu, salah seorang anggota Sjarikat Islam (SI) afdeeling B bernama S.Gunawan membentuk Sjarikat Rakjat (SR),” ujar Muhajir Salam, sejarawan Tasikmalaya kepada Historia.

SR banyak mendapat dukungan dari rakyat. Bukan hanya rakyat kebanyakan tapi juga sejumlah jawara (pendekar). Salah satunya bernama Djoeminta. Dengan kondisi masyarakat di sekitarnya, Djoeminta merasa prihatin dan iba hati. Karena uang tak punya, ia lantas menggunakan keahliannya berkelahi untuk menolong rakyat miskin, laiknya Si Pitung yang pernah menjalankan aksi-aksi serupa di Batavia puluhan tahun sebelumnya.

“ Ia kerap mengambil secara paksa bahan-bahan makanan yang berada di tangsi-tangsi milik tentara Belanda,” tulis Dharyanto Tito Wardani dalam “Menabuh Genderang Perang: Pemberontakan Sarekat Rakyat di Priangan Timur” (Jurnal Historia Soekapoera Vol.4 No.1, 2016)

Advertising
Advertising

Menurut Dharyanto, selain dari tangsi-tangsi militer Belanda, Joeminta pun merampok kantor-kantor pemerintahan kolonial. Hasil dari rampokan tersebut lantas didistribusikan oleh Djoeminta kepada rakyat miskin di seluruh Ciamis. Tak jarang, saat membagikan hasil rampokan itu, Djoeminta lakukan sendiri dengan memanggul beras-beras langsung ke rumah-rumah rakyat miskin.

Pihak pemerintah Hindia Belanda tentu saja marah dengan aksi-aksi Djoeminta. Mereka lantas mengerahkan para centeng dan jawara untuk menangkap Si Pitung dari Ciamis itu. Namun keahlian bela diri Djoeminta tak jua tertandingi. Alih-alih berhasil menangkap sang perampok budiman tersebut, para centeng malah banyak yang keok saat bertarung melawannya.

Polisi pun lantas dikerahkan untuk meringkusnya. Tetapi Djoeminta selalu dapat meloloskan diri. Rupanya kebaikan dan kejujuran pribadinya membuat rakyat selalu berupaya menyelamatkan Djoeminta dari kejaran aparat kolonial dan para centeng.

Tidak hanya merampok, Djoeminta pun aktif dalam kegiatan-kegiatan politik yang digarap oleh SR. Bahkan, menurut Dharyanto, SR mempercayainya sebagai tenaga agitasi dan propaganda sekaligus sebagai ahli mobilisasi massa dalam berbagai vergadering (rapat massa).

Justru saat vergadering di Desa Maleber, Djoeminta diringkus oleh polisi Hindia Belanda pada sekitar 1924. Ia kemudian dibuang ke Boven Digul. Setelah beberapa tahun, Djoeminta dipulangkan ke Jawa Barat dan menetap di wilayah Banjar Patroman. Merasa hidupnya terus diawasi, ia memutuskan untuk pensiun dari dunia politik serta menyibukan diri dalam keseharian sebagai petani dan pengajar Al Qur’an hingga akhir hayatnya.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Pesta Seks Tukar Pasangan Tempo Dulu Dulu Para Sersan Berserikat Philippe Troussier si Dukun Putih Kibuli Raden Paku Sehimpun Riwayat Giyugun Tepung Seharga Nyawa Lyndon LaRouche, Capres Abadi AS Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Bumi Pertiwi Hampir Mati