Sejak bersekolah di Hogere Burger School Surabaya dan mondok di rumah HOS Tjokroaminoto, Bung Karno mulai gemar membaca. Ia banyak mengoleksi buku terutama yang terkait pemikiran-pemikiran besar dunia. Buku adalah salah satu harta karun yang ditinggalkan Bung Karno ketika lengser dan harus meninggalkan istana.
Bung Karno menata sendiri buku-bukunya di Istana Negara. Ia juga hafal di mana sebuah buku ia letakkan. Padahal, sekira 20 ribu buku dikoleksi Bung Karno di Istana Negara.
Menurut Megawati Sukarnoputri dalam Pembukaan Pameran Daring & Dialog Sejarah “Bung Karno dan Buku-Bukunya” di kanal Youtube dan Facebook Historia, Selasa, 24 November 2020, Bung Karno memiliki photographic memory (ingatan visual) yang kuat terutama pada buku-buku koleksinya.
Baca juga: Si Bung dan Buku
“Beliau sangat ingat di mana buku ini adanya. Kami putra-putrinya tidak boleh menyentuh kecuali kalau mau melihat mesti ngomong pada beliau. Beliau akan bilang oke di rak nomor segini, di jajaran nomor 10 umpamanya,” jelas Megawati.
Bung Karno sangat mencintai buku-bukunya merupakan fakta umum. Mantan menteri agama Saifuddin Zuhri salah satu saksinnya. Buku-buku, kata Saifuddin, memenuhi kamar Bung Karno dan hanya menyisakan sedikit tempat untuk tidur. Meski bertumpuk-tumpuk, Bung Karno sudah memberi nomor pada bukunya sehingga ia akan mengetahui jika ada yang berkurang atau berubah tempat.
Megawati menambahkan, Bung Karno bahkan menaruh rak buku di toilet. Dalam rak dua tingkat, Bung Karno menaruh buku yang telah dibaca dan diberi komentar pada rak bagian atas. Sementara rak bagian bawah berisi buku yang hendak dibaca.
Ketika Bung Karno dan keluarga harus meninggalkan istana, ia meninggalkan ribuan bukunya. Buku-buku itu tersebar di Istana Merdeka dan Istana Bogor. “Beliau mengatakan biarkan saja di situ,” ungkap Megawati.
Kini, buku-buku itu diinventarisir dan ditata kembali oleh Museum Kepresidenan Balai Kirti, Bogor. Ada sekitar 700 buku yang kini terdata. Melalui pameran daring “Bung Karno dan Buku-bukunya”, Balai Kirti dan Historia mencoba untuk menelusuri perjalanan intelektual Bung Karno dari bacaan-bacaannya.
Baca juga: Sukarno, Hatta, Sjahrir dan Buku
Pameran ini menyajikan 20 buku koleksi Bung Karno yang di dalamnya dibubuhi tanda tangan, catatan, maupun komentarnya terhadap isi buku. Mayoritas merupakan buku dari para pemikir besar dunia, baik dari spektrum kiri hingga kanan.
Kurator pameran yang merupakan sejarawan sekaligus pemred Historia.id, Bonnie Triyana, menyebut bahwa buku-buku itu berasal dari beragam bahasa: Jerman, Belanda, Prancis, dan Inggris. Hal ini karena Bung Karno memang membaca buku dari bahasa asli buku tersebut.
Buku Der Weg Zur Macht karya ahli Marxisme Karl Kautsky misalnya. Buku ini tidak hanya berbahasa Jerman namun juga ditulis menggunakan huruf Jerman Gothic. “Dan Bung Karno membaca buku itu lalu memberi komentar dalam bahasa Belanda,” terang Bonnie Triyana.
Buku lain, Geschiedenis van het Moderne Imperialisme karya JS Bartstra, punya cerita sendiri. Bung Karno memberi catatan bahwa buku ini merupakan pemberian teman-teman Bandung ketika ia dipenjara.
Buku-buku koleksi Bung Karno menunjukkan bagaimana intelektualitas Bung Karno berkembang. Dari bacaan, Bung Karno menghasilkan banyak tulisan di berbagai surat kabar sejak 1930-an.
Baca juga: Gila Baca Pendiri Bangsa
“Jadi ini semacam perjalanan intelektual Bung Karno dari mulai dia membaca, mengelaborasi pikiran, ide-ide, gagasan besar di dunia ini dari spektrum kiri, kanan, mulai sosialis, marxisme sampai Islam,” sambung Bonnie.
Namun, Bonnie melanjutkan, Bung Karno bukan orang yang hanya suka mengutip. Ketika membaca buku The Spirit of Islam karya Ameer Ali, misalnya, Bung Karno menyebut bahwa kita harus mengambil apinya, bukan abunya.
“Dia baca, dia renungkan, dia endapkan, dia elaborasikan kemudian dia keluarkan itu sebagai sebuah ide yang genuine,” kata Bonnie.
Pameran daring "Bung Karno dan Buku-Bukunya" bisa diakses di laman balaikirti.kemdikbud.go.id. Pengunjung bisa melihat buku-buku karya penulis terkemuka sepeti Henriette Roland Host, penyair Belanda yang menginspirasi tokoh-tokoh perjuangan Indonesia hingga komunis Soviet Leon Trotsky.