Masuk Daftar
My Getplus

Patriotisme China dan Vas Porselen

Penjualan vas antik di tengah situasi ekonomi yang sulit menyulut kemarahan masyarakat China.

Oleh: Devi Fitria | 27 Nov 2010

KETIKA situasi ekonomi sedang sulit, dan inflasi menekan pertumbuhan ekonomi sebuah negara, harga patriotisme turut-naik bersamanya. Dalam sebuah lelang di London bulan ini, sebuah vas porselen China dari abad ke-18 memecahkan rekor ketika terjual dengan harga 68 juta dolar. Kabar ini tak disambut baik oleh pejabat pemerintah China, yang mencemaskan penggelembungan aset dan kemarahan masyarakat karena kesenjangan pendapatan yang besar.

Berkembang spekulasi bahwa vas berusia ratusan tahun itu merupakan sebagian kekayaan China yang dijarah tentara Inggris ketika mereka menyerang istana di Beijing saat Perang Opium dari 1856 hingga 1860. Anehnya, spekulasi ini tak mengundang kecaman, baik dari forum internet yang biasanya vokal menanggapi kabar seperti ini maupun media resmi pemerintah.

“Kemungkinan besar relik-relik itu diseludupkan, dicuri, atau benda pampasan perang,” ujar Li Jianmin, arkeolog dari Chinese Academy of Social Sciences dalam sebuah wawancara dengan people.com.cn. “Apabila kami menawarkan sejumlah besar uang untuk membeli kembali benda-benda bersejarah itu, artinya kami mengamini kegiatan ilegal.”

Advertising
Advertising

People’s Daily Online menggambarkan pelelangan itu sebagai “perampokan untuk kedua kalinya.” Vas dari masa pemerintahan Kaisar Qianlong itu terjual dalam sebuah lelang yang diselenggarakan Bainbridge’s, sebuah balai lelang kecil di London.

Kemarahan para pengguna internet dan pengamat budaya China tersulut karena media-media Inggris yang sarkastis mempertanyakan “patriotisme porselen” China. Mereka memberikan serangan balik yang tak kalah pedas.

Membeli barang pampasan perang dengan sejumlah besar uang tak akan “mendidik Inggris untuk mengingat perbuatan mereka yang memalukan (di masa lalu),” tulis sebuah artikel dalam Peoples’ Daily Opinion yang ditandatangani Yan Meng. “Alih-alih, hal ini akan membuat Inggris menjadi-jadi dan semakin barbar dalam menikmati kesenangan mereka satu-satunya, (yaitu) uang.”

Para peserta lelang dikabarkan sebagian besar orang China, dan pemenang lelang dikabarkan berasal dari China daratan. Para peserta lelang itu kemungkinan besar akan mengalami pembunuhan karakter.

“Mereka hanya pion dalam sebuah permainan judi dan pameran kekayaan yang memalukan,” tulis Beijing News. “Segerombolan kolektor China kaya dengan motif yang sangat dipertanyakan,” tulis Nanfang Daily online.

Beberapa media mengabarkan bahwa uang untuk membeli vas itu bisa dipakai untuk biaya perawatan kesehatan para petani miskin China, yang “hanya” akan menghabiskan US$25 juta.

Di masa lalu, para taipan China yang membeli kembali benda-benda yang dirampas saat perang dan mengembalikannya ke China digambarkan sebagai putra dan putri China dengan patriotisme tinggi. Para ahli China mengatakan, setidaknya 10 juta relik diambil secara ilegal dari China sebelum terjadi revolusi komunis pada 1949.

Usaha mengembalikan benda-benda kekayaan nasional bukanlah hal mudah buat China. Untuk mengobati “luka nasional”, para pemimpin China menghimbau warganya untuk membeli kembali dan mengembalikan kekayaan nasional itu dengan dana pribadi. Pemerintah China juga menyokong kemunculan pembeli barang antik lokal dengan harapan harga lokal bisa menyamai harga-harga di pasaran internasional, semisal di New York dan London.

Lonjakan penjualan barang antik China dan harga yang dibayarkan untuk barang-barang tersebut membuat para pembuat kebijakan mengkhawatirkan penggelembungan harga lainnya. Di hari yang sama saat vas Qianlong dilelang, seorang kolektor Beijing dilaporkan membayar 4,3 juta dolar untuk sebuah stempel kerajaan milik Kaisar Qinlong dalam acara Bonham’s Sale of Fine Chinese Art di London.

Dengan penurunan harga saham dan kelesuan sektor properti di kota-kota, investasi pada benda-benda seni dan antik menjadi alternatif yang kian menarik. Orang kaya baru di China punya banyak sekali uang, dan ingin melakukan diversifikasi dengan ambil-bagian dalam penggelembungan aset di China.

Minat para orang kaya baru mengikuti lelang jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Kondisi ini menyebabkan harga benda seni dan artefak kuno China melesat naik, di dalam maupun luar negeri. Harga vas yang terjual dalam lelang Bainbridge memecahkan rekor barang antik China yang sebelumnya juga dipegang benda antik Qianlong seharga US$34 juta yang terjual dalam sebuah lelang di Hong Kong.

Pemerintah China mengkhawatirkan pembelian semacam ini akan menimbulkan masalah bagi perekonomian China di kemudian hari. Bank-bank terus mengandalkan deposito dan dengan mudah memberikan pinjaman untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Beijing tak mau ambil risiko dengan membiarkan inflasi menghilang dengan sendirinya. Harga makanan yang terus naik dan masyarakat yang kian resah membuat pemerintah merasa perlu melindungi hal-hal yang mereka anggap rapuh.

Harga pasar hanya naik 4,4 persen pada bulan Oktober, tapi Beijing telah mengumumkan perang terhadap para spekulan dan penimbung barang.

Dalam iklim ekonomi seperti ini penjualan sebuah vas berukuran 16 inci dengan harga 68 juta dolar mengirimkan pesan yang salah. Dalam proses lelang yang dikabarkan mengejutkan, bahkan bagi penyelenggaranya, para peserta lelang dari China dikabarkan menaikkan penawaran setiap kalinya tak kurang dari satu juta dolar.

“Ini tak ada hubungannya dengan perasaan patriotisme,” ujar Yan Nong, dosen di salah satu universitas di China. “Ini adalah lomba pamer kekayaan yang sungguh sangat memuakkan.” [IPS]

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Sponsor Jersey Timnas Indonesia dari Masa ke Masa Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Roland Garros Pahlawan di Udara Mendarat di Arena Tenis Sejarah Prajurit Perang Tiga Abad tanpa Pertumpahan Darah Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Serdadu Ambon Gelisah di Bandung