Jakarta, 19 Januari 1962. Pukul 10 pagi, dua perwira Angkatan Udara menghadap Presiden Sukarno di Istana Merdeka. Yang pertama adalah orang nomor satu di jajaran AU, Laksamana Suryadi Suryadarma. Seorang lagi, perwira menengah, penerbang tulen berpangkat kolonel udara. Sosoknya tampan, jangkung, dan berkumis tipis. Omar Dani, namanya.
“Mulai saat ini kamu yang bertanggung jawab atas AURI. Ada pertanyaan?” kata Presiden Sukarno kepada Omar Dani sebagaimana terkisah dalam biografinya Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani yang disusun Benedicta Surodjo dan JMV. Soeparno.
Baca juga: Omar Dani, Panglima yang Dinista
Penunjukan Omar Dani berlangsung hari itu juga. Demikianlah Laksamana Madya Omar Dani menjalani tugas baru sebagai Kepala Staf AU (KSAU). Dani dilantik pada 22 Januari 1962 saat berusia 38 tahun dan masa dinasnya di AU belum genap sepuluh tahun (9 tahun 6 bulan).
Sukarno kemudian merombak struktur angkatan perang. Setiap kepala staf diangkat menjadi panglima setingkat menteri. Dani merupakan panglima termuda di antara Ahmad Yani (Menteri Panglima AD), R.E. Martadinata (Manteri Panglima AL), dan Soetjipto Danoekoesoemo ( Menteri Panglima Kepolisian). Mereka semua bertanggung jawab langsung kepada Sukarno.
Penerbang Ulung
Raden Mas Omardanie, demikian nama aslinya. Lahir di Solo, 23 Januari 1924, putra dari KRT Reksonegoro, Asisten Wedana Gondangwinangun, Klaten. Berasal dari keluarga ningrat yang berkerabat dengan keraton Solo. Dari garis ibunya, Dani termasuk salah satu cicit Sunan Pakubuwono IX – Raja Surakarta Hadiningrat.
Di masa revolusi, Dani telah mengeyam pendidikan yang cukup bagus. Dia sempat menjadi penyiar radio berbahasa Inggris RRI di Solo. Di RRI, Dani sering mendengar Sukarno berpidato menggelorakan semangat perjuangan. Kekagumannya pada sosok Sukarno mulai tumbuh.
Baca juga: Omar Dani, Kisah Tragis Panglima Sukarnois
Pada Juli 1950, Omar Dani memilih jalan tarung di angkasa. Angkatan Udara RI (AURI) melalui Kementerian Pertahanan membuka penerimaan penerbang dan navigator. Dani termasuk salah satu dari 60 kadet AURI yang dikirim untuk belajar di Academy of Aeronautics, Taloa (Trans Ocean Airline Oakland Airport) di California, Amerika Serikat.
“Mereka dikenal sebagai ‘the sixties californians’,” tulis Chappy Hakim dalam Awas Ketabrak Pesawat Terbang.
Di Taloa, para kadet terbagi atas enam grup yang diklasifikasi berdasarkan tinggi tubuh. Dani memimpin grup I bersama kawannya yang berpostur jangkung seperti Saleh Basarah, Makki Perdanakusuma, Nursan Iskandar, dan lainnya. Penghujung Juli 1952, Dani menamatkan pendidikannya sebagai penerbang lulusan terbaik.
Baca juga: Omar Dani Tak Gentar Pulang
Kembali ke Indonesia, Dani berdinas sebagai co-pilot pesawat angkut Dacota di pangkalan udara Cililitan. Setahun kemudian menjadi kapten pilot. Pada 1956, Dani bertugas belajar di Royal Air Force Staf College di Andover, Inggris.
Kemampuan Dani di medan tempur teruji ketika menggempur PRRI-Permesta. Dani memimpin misi udara dalam dua operasi militer terpenting: Operasi 17 Agustus di Sumatera dan Operasi Merdeka di Sulawesi. Dari situ kariernya melesat hingga menjadi Deputi I (Direktur Operasi) KSAU.
Baca juga: Misteri Pembela Omar Dani
Di jajaran AU, Dani termasuk perwira yang menonjol. Pada 1961, dari 60 kadet jebolan Taloa, hanya Dani dan Makki Perdanakusuma yang berpangkat kolonel. Nama Omar Dani pun digadang-gadang sebagai pemimpin AU berikutnya.
“Omar Dani adalah seorang penerbang dan memang sudah sejak lama sekali tersiar desas-desus dialah pengganti Suryadarma,” tulis Rosihan Anwar dalam Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965.
Kebanggan Sukarno
Ketika ditunjuk sebagai KSAU, Omar Dani melewati sejumlah perwira senior di angkatannya. Sukarno memilih Dani untuk meremajakan kepemimpinan di tubuh AURI. Suryadarma memang telah memimpin matra itu selama enam belas tahun. Namun di balik itu, santer terdengar alasan digantinya Suryadarma karena kelalaiannya mempersiapkan AU dalam insiden di Laut Aru. Pengangkatan Dani sekaligus melahirkan tradisi, bahwa pimpinan AU harus dipimpin oleh seorang penerbang, bukan dari navigator atau korps pasukan elite.
Di bawah Dani, kekuatan dirgantara Indonesia mencapai puncak kejayaannya. Ketika itu, AURI memiliki pesawat pemburu jenis MiG 15, 17, 19 sampai pesawat supersonic MiG 21. Selain itu, AURI juga telah dilengkapi dengan pesawat pembom berat jenis TU-16 KS yang mampu melepaskan stand off bom (bom cerdik) dan pembom menengah IL-28. Pesawat-pesawat tempur yang diperoleh dari Uni Soviet itu merupakan yang tercanggih pada masanya. Semuanya dipersiapkan untuk operasi pembebasan Irian Barat.
Baca juga: Persahabatan Omar Dani-Sri Mulyono Herlambang
Dengan armada udara sekuat itu, AURI merupakan penguasa di langit Asia Tenggara. Dapat dibayangkan apabila Operasi Jayawijaya dilancarkan. Puluhan pesawat pembom TU-16 meluluhlantakkan markas militer Belanda yang terpusat di Pulau Biak. Belanda dipastikan kalah dan angkat kaki dari Irian Barat dengan wajah malu.
Selain meningkatkan mutu tempur, Dani juga menginginkan setiap prajurit AURI menjadi kleine Sukarnotjes atau Sukarno kecil. Loyalitas Dani dibuktikan dengan menjadikan ajaran-ajaran Sukarno sebagai kurikulum Sekolah Staf Komando AURI (Seskau).
“Angkatan Udara yang dipimpin oleh Laksamana Omar Dani sangat loyal terhadap Sukarno. Mereka mendukung gerakan ‘ganyang Malaysia’ yang dilancarkan pemerintah Sukarno,” tulis Asvi Warman Adam dalam Menguak Misteri Sejarah.
Baca juga: Omar Dani Menunggu Hari Eksekusi
Pun demikian dengan Sukarno yang menyenangi perwira cakap. Nama Omar Dani memang tak tersebut dalam otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat. Namun, dalam berbagai pidatonya, Sukarno memperlihatkan kebanggaannya terhadap Dani. Sukarno secara terbuka selalu menyebut Angkatan Udara sebagai anak lanang, putra lelakinya. Dengan demikian, tersirat atau bukan, memunculkan pengertian bahwa angkatan lain adalah anak perempuan.
“Sehingga dalam perspektif lain, sadar atau tidak Bung Karno memang menghendaki, Angkatan Udara pada umumnya dan Omar Dani khususnya, menjadi ‘putra mahkota’, pewarisnya untuk menyelesaikan revolusi” tulis Julius Pour dalam G30S: Fakta atau Rekayasa.
Jika di kalangan AD ada Ahmad Yani, maka dari AU, Omar Dani-lah yang disebut-sebut sebagai anak emas Sukarno. Kedekatan dengan Sukarno bukan tanpa resiko. Gesekan dan sikut menyikut terjadi antara Dani dengan perwira dari angkatan lain. Konflik politik-militer yang bermuara pada prahara 1965 kelak menyeret hidup Omar Dani dalam petaka.