Masuk Daftar
My Getplus

Moestopo vs Hatta di Tengah Pertempuran Surabaya

Karena merasa kesal dengan seorang perwira tinggi yang dianggapnya kepala batu, Hatta sempat berselisih paham di depan para perwira Inggris.

Oleh: Hendi Johari | 24 Nov 2020
Mayor Jenderal Moestopo dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (koleksi Moehkardi dan Wikipedia)

Akhir Oktober 1945. Brigade Infanteri ke-49 Divisi India ke-23 pimpinan Brigadir A.W.S. Mallaby ada di ambang kehancuran. Menurut sejarawan militer Richard McMillan, para veteran Perang Dunia II itu seolah tak berkutik dalam kepungan arek-arek Suroboyo. Hingga hari ke-2 pertempuran), mereka telah membunuh ratusan serdadu Inggris, termasuk 16 perwira di dalamnya.

“Karena suatu “pamer kekuatan”, 427 nyawa dari pasukan yang secara keseluruhan memiliki sekira 4.000 prajurit, melayang begitu saja…” ungkap McMillan dalam bukunya, The British Occupation of Indonesia, 1945-1946.

Para pejuang Surabaya itu dipimpin oleh seorang dokter gigi bernama Moestopo. Lelaki kelahiran Kediri pada 1913 bukanlah orang sembarangan. Selain pernah menjadi salah satu lulusan terbaik sekolah calon perwira PETA di Bogor, dia pun termasuk daidancho (komandan batalyon) kharismatik di Jawa Timur.

Advertising
Advertising

Baca juga: Detik-Detik Menjelang Surabaya Dibombardir

Moestopo dikenal rekan-rekan seperjuangan dan anak buahnya sebagai sosok komandan cerdas namun nyentrik. Salah satu “kegilaan” itu dia perlihatkan kala secara sepihak mengangkat dirinya sebagai “Menteri Pertahanan Republik Indonesia” saat berhadapan dengan para petinggi tentara Inggris di Surabaya.

“Peristiwa itu menimbulkan sedikit kehebohan…” kata sejarawan militer Moehkardi yang pernah mewawancarai Moestopo pada 1970-an.

Ketika Inggris semakin tak berdaya, mau tidak mau mereka akhirnya mengundang Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk menyelesaikan pertikaian antar dua pihak di Surabaya. Mereka berdua kemudian datang ke kota yang panas itu pada 29 Oktober 1945 dengan menggunakan pesawat Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF).

Baca juga: Dilema Mallaby

Sebelum mendarat, Sukarno-Hatta mendengar dari berbagai pihak tentang sepakterjang Moestopo dan tidak sepakat dengan kekeraskepalaan sang pemimpin Pertempuran Surabaya itu yang tidak mau berunding dengan pihak Inggris. Hatta adalah orang yang paling jengkel kepada Moestopo. Begitu jengkelnya, saat bertemu Moestopo, Hatta memakinya sebagai “ekstrimis”. Soal itu dikisahkan oleh Roeslan Abdoelgani dalam Peristiwa 10 November dalam Lukisan.

Ceritanya, saat Sukarno-Hatta tengah berada di Kegubernuran Jawa Timur, dengan mengenakan pakaian serba hitam dan ikat kepala, Moestopo datang menemui mereka. Kepada sang presiden, Moestopo melaporkan kelicikan-kelicikan Inggris lengkap dengan memperlihatkan bukti-bukti menurut versinya. Di tengah sesi curhat tersebut, tetiba Bung Hatta diiringi Amir Sjarifuddin dan beberapa perwira Inggris masuk ke ruangan.

Alih-alih menyambut Hatta dan Amir, Moestopo malah menepi ke suatu sudut di ruangan tersebut. Dia kemudian duduk di lantai dalam posisi bak orang yang tengah bersemedi. Demi melihat “manusia aneh” di ruangan tersebut, Bung Hatta bertanya kepada Bung Karno.

“Siapa orang itu?” bisiknya seraya menunjuk Moestopo.

Baca juga: Moestopo Sang Jenderal Nyentrik

Begitu dijawab oleh Bung Karno bahwa orang itu adalah Jenderal Major. drg. Moestopo, Hatta tak kuasa lagi menahan rasa kesalnya yang sudah menumpuk kepada orang yang dianggapnya kepala batu dan tak mau mengerti strategi politik pemerintah RI.

“Lha, ini dia pemberontaknya, ekstrimisnya!” kata Hatta dalam nada sinis.

Mendengar ejekan dan makian yang dilontarkan Hatta, wajah Moestopo langsung merah padam. Seperti yang dituturkan dalam buku kecil Memperingati 100 Hari Wafatnya Bapak Prof. Dr. Moestopo, sang jenderal mengaku langsung mendatangi Hatta. Begitu berhadapan, dia langsung mengambil sikap sempurna layaknya seorang militer.

“Memang, saya ekstrimis, saya pemberontak. Bukankah lebih baik menjadi pemberontak, mati dalam perjuangan, daripada dijajah bangsa asing lagi?!” jawab Moestopo.

Belum puas dengan kata-kata itu, seraya mengambil ujung bendera merah putih yang berada di dekatnya, Moestopo berseru kepada Hatta: “Bung, silakan tembak saya di depan para opsir Inggris itu, biar mereka puas. Arahkan mulut senapan itu kepada saya dan semburkan pelurunya begitu saya selesai memberi hormat kepada Bung! Bagi saya, daripada dijajah kembali, lebih baik saya mati, Bung!”

“Tidak!” tetiba Presiden Sukarno berteriak, “Hanya saya Presiden Republik Indonesia yang bisa membunuh Moestopo!”

Baca juga: Daging Kucing dalam Perang Kemerdekaan

Selanjutnya, terjadilah perdebatan seru antara Hatta dengan Moestopo. Bung Karno lantas melerainya dan dengan nada lembut berkata kepada Moestopo: “Sekarang saudara Moestopo saya pensiunkan dan saya angkat menjadi Penasihat Agung Presiden Republik Indonesia di Jakarta!”

“Lalu siapa yang menggantikan saya sebagai Menteri Pertahanan ad interim, penanggung jawab Revolusi Jawa Timur?! Siapa?!” tanya Moestopo.

“Saya sendiri!” jawab Bung Karno.

Moestopo memberi hormat secara militer lantas berbalik dan pulang menuju rumahnya di Gresik. Sejak itu, ia tak pernah terlihat lagi di front Surabaya.

Baca juga: Barisan Wanita Pelatjoer, Penyebar Bakteri di Markas Tentara Belanda

TAG

pertempuran surabaya moestopo mohammad hatta

ARTIKEL TERKAIT

Kucing Malang Masa Perang Moestopo Usulkan Gelar Doktor Kehormatan untuk Soeharto Kisah Moestopo, Penyandang Gelar Terbanyak Kisah Penculikan "Menteri Pertahanan RI" Ketika Brigadir Mallaby Bertemu dengan "Menteri Pertahanan RI" Kisah Petempur Cilik dalam Revolusi Indonesia Bung Hatta dan Jenderal Ngaret Moestopo Sang Jenderal Nyentrik Kibuli Raden Paku Lyndon LaRouche, Capres Abadi AS